Anugerah

12 3 2
                                    

"Bun, kerjaan aku udah beres. Sini Abang sama aku aja."

Gue beruntung, weekend ini kerjaan bisa di-handle dari rumah, sebab tiga minggu lalu, gue selalu balik diatas jam sepuluh malam. Di mana Abang sudah molor. Saat berangkat kerja pun Abang masih tidur. Otomatis gue nggak mandiin Abang. Padahal nih ya, gue sengaja memanfaatkan itu sebagai quality time sama anak.

Karena alasan itu pula, Ifa yang menggantikan popok Abang ditengah malam. Kalau lagi nggak kebo mode on, pinginnya gue yang ganti, tapi Ifa larang gue. Katanya kasian mata gue merah sebab baru tidur.

"Tolong jagain ya, Pap. Aku mau beberes sebentar."

Dirumah ini hanya ada kami bertiga. Ayah dan Ibu sedang di Detroit untuk beberapa hari kedepan. Mertua gue, Kak Anin, Dinan dan Mbak Rere sudah pulang, makanya Ifa yang beres-beres rumah. Jaga anak dan beresin rumah merupakan dua hal yang nggak mudah. Ngggak heran, kadang Ifa suka koyoan di malam hari atau gampang pulas.

Sebentar ya, gue angkat telfon dulu.

"Halo, Yah."

"Bang, tolong check email, ya. Urgent."

Usai dapat perintah demikian, gue kembali buka laptop. Abang sengaja gue taruh di sofa bed dengan mainannya, sedangkan gue membelakanginya sembari selonjoran dibawah.

Tak tau apa yang dilakukan Abang, suara gedebug diikuti tangisan Abang membuyarkan konsentrasi gue. Inilah akibat terlalu fokus sama kerjaan, keselamatan anak gue terabaikan.

"Ada apa, Pap?"

"Abang jatoh, Bun."

"Ya Allah, kok bisa? Cupcupcup sayang. Kamu kerja lagi, Pap? Katanya udah beres."

"Iya, ini urgent, Bun."

"Seharusnya kamu panggil aku dong, Pap."

Walau dengan intonasi rendah, gue tau Ifa kesel. Memilih mengabaikan gue, Ifa dan Abang menuju kamar. Perasaan bersalah semakin membesar saat samar-samar gue mendengar Ifa bilang,

"Maafin Ibun karena lalai jaga kamu ya, Nak."

Niatnya mau susul sekalian minta maaf, tapi panggilan masuk dari ponsel gue menghentikan langkah gue.

"Hello."

"Okay, I'll be there in fifteen minutes."

.

Seperti malam sebelumnya, gue pulang dengan keadaan seluruh lampu padam, menandakan keluarga kecil gue sudah tidur. Sometimes gue berharap ketika gue balik, rumah dalam keadaan berantakan, entah mainan Abang berceceran atau cucian piring numpuk. Gue juga pingin bantu bini dalam hal mengurus rumah. Sayangnya, Ifa pintar manage waktu antara ngurus anak, beberes rumah dan masak. Kebayang nggak sih, lo pada capeknya gimana? Makanya sebisa mungkiiiin gue nggak banyak "tingkah" sama bini gue.

Oh iya, gue nggak pernah makan diluar selama gue lembur. Gue selalu mengutus seseorang untuk anter makan malam buat gue dari Ifa. Anggap saja sebagai salah satu bentuk apresiasi gue ke Ifa yang capek-capek masak disela kesibukannya. Jangan salah, biar sibuk, masakan Ifa tetap mengandung unsur empat sehat. Katanya gini,

"Jam kerja kamu tuh berantakan, jangan sampe asupan kamu asal-asalan. Kamu harus tetep sehat biar aku sama Abang bisa keliling dunia selama setahun tanpa pikirin biaya."

As you wish, Mam.

Eh, ternyata Ifa belum tidur, masih puk-puk Abang. Niat hati ingin bersih-bersih, mata gue tak sengaja menatap sebuah kantung plastik putih diatas nakas saat gue meletakkan kunci mobil.

BOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang