12

1.4K 87 1
                                    

"Kau harus ikut seleksi masuk Sabit Merah." Ucapan Brandon tadi membuat Jessica kepikiran sampai sekarang. Jantungnya berdebar-debar kencang, meskipun sekarang ia terduduk di atas tanah brsama para calon anggota Sabit Merah lainnya. Tentu saja Jessica terpaksa setuju dengan perintah Brandon itu, tidak ada kompromoi dan tawar-menawar. Pilihannya hanyalah ikut seleksi dan masuk ke Sabit Merah secara benar atau mati saat itu juga.

Namun, Jessica bisa dikatakan sedikit beruntung walau sial juga. Seleksi masuk Sabit Merah yang dimaksud Brandon hanyalah soal turnamen bertarung yang akan diselenggarakan sebentar lagi menunggu tengah malam. Jessica cukup beruntung tidak perlu mengikuti seleksi penuh siksa bak neraka selama dua minggu seperti para peserta lain yang ada di sekitarnya. Dia hanya cukup ikut turnamen malam ini saja.

Bertran dari sisi penonton tak henti-henti memandangi Jessica yang sangat kontras dengan orang-orang di sekitarnya. Jessica seperti orang yang tersesat di sana. Pasalnya, semua peserta lain adalah pria-pria mantan preman kampung atau berandalan jalanan yang sekarang digundul dan dalam kondisi babak belur sudah disiksa dua minggu. Berbeda jauh dengan sosok Jessica yang masih segar dan memakai seragam SMA, serta satu-satunya perempuan di sana.

"B- baik..." Bertran kemudian berdiri sebagai pembawa acara sekaligus pemimpin penyelenggaraan turnamen sederhana untuk seleksi masuk Sabit Merah. "Selamat datang di turnamen seleksi final Sabit Merah. Selamat malam buat Bang Brandon, rekan saya Pepeng dan Uka, lalu semua anggota Sabit Merah lain yang ingin menyaksiksan kehadiran anggota baru di keluarga kita." Bertran bersuara ditambah microphone yang terhubung ke speaker di lapangan, sehingga suaranya pada malam ini jelas didengar oleh siapapun, termasuk Jessica yang sedang duduk jauh darinya. "Langsung saja, aturan turnamen ini sederhana. Semua calon anggota akan bertarung secara acak, dan lima besar terkahir akan..."

"Bertran..." Brandon tiba-tiba angkat bicara. "Aku punya usul lain yang lebih menarik." Cowok beranting balok bermotif harimau itu berdiri dan mengambil microphone dari Bertran, yang apa boleh buat tentu saja menurut. "Kalian semua," Brandon memandang semua calon anggota Gengnya, termasuk Jessica. "Bertarung melawanku."

"Huh!?" Bukan hanya Jessica dan seluruh calon anggota Sabit Merah yang terkejut dengan ide itu, tapi Bertran dan yang lainnya juga.

Brandon nampak melakukan peregangan dan mengatur pernafasan. Ia memutar-mutar kedua bahunya dan juga melalukan beberapa kali tendangan ke udara, merilekskan persendian dan juga serat-serat otot. Lalu setelahnya, pria berumur 20 tahunan itu melepas bajunya. Mata Jessica lantas langsung tertuju ke badannya yang penuh tato, layaknya kisah bergambar di situs peninggalan kuno. Namun, ada satu tema yang sama, yaitu harimau. Di punggung Brandon, terdapat tato harimau ganas yang hanya dengan menatap mata harimau itu saja sudah membuat nyali orang ciut.

Brandon kemudian dengan santai masuk ke arena lalu menantang satu persatu manusia yang ada di hadapannya. "Ayo. Kalian mau maju satu-satu atau beramai-ramai, tidak masalah. Yang berhasil membuatku berdarah akan kuterima sebagai Sabit Merah."

"Di- dia serius!?" Semua kebingungan menatap Brandon, tapi wajah Brandon tidak main-main. Pria itu sungguh serius berdiri di tengah lapangan menunggu siapa pun yang berani melawannya.

Malam semakin naik berganti hari. Hening menerpa. Seandainya ada bunyi detik jam, entah berapa lama sudah berlalu. Yang ada sekarang hanyalah bunyi jangkrik dan hewan malam lain yang sepertinya ingin ikut menonton arena pertempuran. Tapi, tidak ada yang berani maju. Dari 24 calon anggota Sabit Merah, termasuk Jessica, tidak ada yang berani menginjakkan kaki ke arena.

"Tch!" Brandon pun mendesis, "Menyedihkan. Tidak ada yang berani nih?" Brandon lantas menoleh ke arah anak buahnya, "Kalau begitu bunuh mereka semua." Para Sabit Merah yang mendengar itu sempat terdiam karena tak tahu apakah ucapan Brandon benar-benar serius atau tidak. Tapi, setelah mendapat tatapan dingin Brandon, tidak ada yang berani menunda-nunda dan mempertanyakan perintahnya.

Batavia GangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang