-OM ITALIA-
Hari itu, aku sedang duduk santai di taman kota. Hampir setiap hari, saat sore, kalau sempat, aku selalu datang ke taman kota dan membuka lapak. Tidak, aku tidak berjualan apa pun. Lapak yang kumaksud adalah lapak pertandingan catur. Hampir setiap sore, aku selalu menghabiskan waktu di sana, mencari lawan yang berani menantangku bermain.
Aku bukanlah Grandmaster atau semacamnya. Aku hanyalah seorang pria tua yang menyukai olahraga otak pengatur strategi ini. Namun, yah, bisa dikatakan, aku sangat jarang sekali kalah. Melawan orang-orang biasa yang menantangku di taman bukanlah masalah bagiku. Aku hanya sesekali kalah, itupun ternyata melawan orang-orang yang tidak asing dengan catur.
Penikmat olahraga ini biasanya hanyalah orang-orang tua sepertiku. Namun, hari itu ada yang berbeda. Seorang gadis berseragam SMA duduk di depanku. Melihatnya membuatku merasa aneh. Mungkin karena ini sudah terlalu sore dan gadis itu tidak membawa tas sekolah, dia juga datang tiba-tiba berjalan kaki. Kelihatannya seperti remaja yang tidak jelas.
"Mau apa kau dek?"
"Ayo tanding catur Om!"
Menantangku huh? Siapa pun lawannya akan kuhadapi, tapi aku lebih memilih melawan lawan yang sulit. Gadis SMA seperti ini pasti dapat kukalahkan dengan mudah. Normalnya aku akan menolak, tapi karena taman hari ini sepi, aku pun mengiyakan tantangannya.
"Biar lebih seru, bagaimana kalau kita latihan Om? Hehe..." Gadis aneh itu tersenyum.
"Taruhan apa? Aku tidak butuh uang."
"Kalau aku kalah..." Gadis itu terlihat menunduk sejenak, kelihatannya memantapkan tekadnya. "Aku akan menyerahkan hidupku ke Om. Om bebas melakukan apa pun kepadaku!"
"Hah?" Aku tercengang. Gadis aneh ini bicara apa? Omongannya ngelantur. Bajunya juga kumal, memberikanku sebuah firasat. Tapi, aku pada akhirnya menolak tantangan ini. "Pergi, aku tidak tertarik." Aku tidak mau berurusan dengan gadis SMA tidak jelas yang kelihatannya mau menjual diri seperti itu. Kalau aku terlibat, pasti bakal ada masalah rumit.
Tapi, gadis aneh itu terus datang setiap hari. Aku ingat, pertama kali bertemu dengannya itu hari Senin, dan sekarang ini adalah hari minggu. Dia setiap hari datang dan duduk menantangku, dan selalu kutolak juga. Yang lebih anehnya, pakaiannya hanya itu-itu saja. Baju seragam sekolah yang sudah kumal. Bahkan, hari minggu yang seharusnya libur ini pun ia masih memakainya.
"Kau kabur dari rumah?"
"Hehe..." Gadis itu hanya tertawa. "Ayo Om!"
"Ayo apa? Sana pulang! Aku tidak mau terkena masalah main catur sama cewek kabur macam lu!"
Pipi gadis itu pun mengembung. Sepertinya hari inu adalah batasnya. Biasanya setelah kuusir dia langsung menjauh, tapi kali ini ia terlihat ingin menekanku. "Kalau begitu bagaimana kalau begini saja? Kalau Om berhasil ngalahin aku, Om bisa nyuruh aku apa pun! Termasuk pulang ke rumah!"
Wajah gadis itu terlihat serius. Fakta kalau dia setiap hari bolak-balik menantangku yah, harus kuakui tekadnya lumayan juga. Apa ruginya meladeni gadis ini satu ronde? Kalau aku menang, aku akan menyuruhnya pulang. "Ya. Lalu, kalau kau yang menang apa taruhannya?"
Gadis itu melihat ke kiri dan ke kanan, memperhatikan sekitar. Aman. Taman kota sepi, jarak orang terdekat sangat jauh dan mereka tidak akan bisa mendengar pembicaraan kami. Setelah memastikan semua aman, gadis aneh itu pun angkat bicara, "Bantu aku, menghancurkan Tirai Naga."
Sontak mataku terbelalak. Nama itu bukanlah nama yang seharusnya diketahui orang banyak, terlebih oleh seorang gadis SMA seperti ini!
"Aku tahu, Om punya masalah dengan mereka, bukan? Kalau begitu kita sama! Bagaimana kalau kita bekerjasama?"
"Kau..."
Kulihat-lihat wajahnya, tidak ada keraguan sedikit pun. Tekadnya bulat. Dia benar-benar serius. Siapa gadis ini!? "Kau... siapa kau?"
"Namaku Jessica. Kalau Om, Om Pascal kan? Aku sudah mencaritahu tentang Om sebelum ke sini, dan kurasa kita bakal cocok!"
"Aku tidak tahu apa yang kau katakan." Aku berniat mengusirnya tapi, gadis itu menahan papan catur yang hendak kutarik, dan otomatis menahan gerakanku yang ingin pergi juga.
"Aku tahu, bisnis Om selalu dihancurkan Tirai Naga kan? Ya! Memang! Gangster-gangster seperti itu ibarat benalu di kota ini! Harusnya dihancurkan karena meresahkan! Tapi malah dipelihara negara!" Jessica geleng-geleng kepala.
"Kalau dihancurkan pun, tinggal menunggu waktu geng lain muncul sebagai pengganti. Tapi... aku setuju kalau Tirai Naga ini terlalu brengsek karena mau memonopoli semuanya sendiri." Jessica pun ngangguk-ngangguk terlihat setuju dengan pernyataanku. "Tapi, menghancurkannya? Hmh! Jangan bercanda! Hei bocah, kau tahu apa yang kau katakan barusan? Menghancurkan Tirai Naga? Mereka itu komplotan penguasa Jakarta!"
"Aku tahu." Jessica menjawab dengan tenang, kelihatannya ia tahu betul siapa Tirai Naga yang kami bicarakan ini. "Tapi, meskipun begitu, tidak mustahil untuk menghancurkan mereka, Om."
"Kalau begitu, bagaimana caranya?"
"Akan kutunjukkan..." Jessica kemudian menyusun bidak catur, mengajakku segera memulai permaina catur. Kami pun mulai. Aku mendapatkan bidak putih, sehingga jalan di giliran pertama. Jessica lanjut menyusul gerakanku dengan menggerakkan bidak yang serupa dalam pola gerak yang sama. Teknik cermin huh? Dari pergerakannya, kulihat-lihat Jessica ini tidak tahu cara strategi bermain catur. Gerakannya terlihat pemula.
Namun... "A-!" Aku kalah dalam sepuluh langkah. Aku sampai tak bisa berkata-kata. Ternyata... dia hanya berpura-pura bodoh. Gadis ini... berpura-pura bodoh dan membuatku memakan ludahku sendiri. Gerakannya yang seolah-olah tak tahu arah itu ternyata hanyalah pengecoh!
"Seperti itulah caranya!"
"Huh!?"
"Aku adalah gadis SMA. Tidak akan ada yang menyangka aku punya ambisi untuk menghancurkan geng penguasa Jakarta. Kehadiranku, pasti tidak akan diperhitungkan! Aku akan dianggap remeh! Bukannya itu awal yang baik? Hehe..." Gadis itu tersenyum riang. "Bukan cuma aku. Kalau kita bisa membentuk sebuah kelompok... yang akan dianggap remeh, kita bisa bergerak tanpa disangka-sangka siapa pun!"
"Tapi, itu tidak akan cukup!" Bantahku.
"Ya! Tentu saja! Makanya, dengan kelebihan kita ini, kita akan memanfaatkannya untuk diam-diam mengadu domba dua geng penguasa Jakarta."
"M- mengadu domba dua geng besar Jakarta? Maksudmu Tirai Naga dan Sabit Merah?" Aku menatap Jessica, dan Jessica mengangguk tanpa keraguan. Aku... aku tidak tahu siapa gadis ini, dan apa yang telah ia lalui. Tapi, satu hal yang jelas, gadis ini bukan gadis biasa. Dia... tidak waras. "Baiklah, karena aku kalah, aku ingin dengar rencana gilamu ini lebih jelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Batavia Gangster
ActionJakarta dikuasai oleh dua geng besar, Tirai Naga dan Sabit Merah. Mereka adalah dewa dunia bawah Jakarta, dan tidak ada satu pun yang berani macam-macam dengan mereka. Namun, ada satu geng yang berani menantang kedua dewa dunia bawah Jakarta itu! K...