24

971 60 0
                                    

Jessica ditunjuk Brandon sebagai penggantinya sementara untuk menjadi Panglima Sabit Merah. Semua orang di kamar Brandon saat itu menganga penuh tanya terhadap keputusan Brandon. Nampak jelas juga, keempat Jenderal di sana ingin protes, tapi melihat Brandon, mereka semua tidak ada yang berani bersuara. Hanya Jessica yang lantas masih tidak percaya lalu bertanya ulang untuk mengkonfirmasi apakah ia salah dengar atau tidak. Tapi, memang benar. Brandon dengan kesadaran penuh menunjuk Jessica sebagai penggantinya, dan setelah melakukan itu, Brandon pun terlelap, seakan menunjukkan tidak membuka diskusi apa pun terkait hal itu.

Setelah itu semua, Vlam mengajak semuanya termasuk Jessica untuk berbincang diluar, katanya sekaligus memberi waktu bagi Brandon untuk istirahat. Namun, begitu diluar ruangan Brandon, Vlam tiba-tiba mencengkram baju Jessica. "Oi, lu ngebisikin apa ke Brandon?" Tatap Vlam menceleng.

"H- huh!? Bisik apaan Bang!?"

"Jangan pura-pura bodoh! Lu sejak awal ngerencanain ini bukan!? Lu sengaja ngedeketin Brandon buat ditunjuk jadi pengganti dia hah!?"

Jessica lantas menelan ludah. Matanya dan Vlam saling beradu tatap. Apakah rencananya ketahuan? Memang benar Jessica sedang mendekati Brandon untuk mengambil hati pria itu dan juga untuk bisa mengendalikan Sabit Merah. Sekarang, ketika dirinya ditunjuk jadi pengganti Brandon, rencana itu sudah benar-benar terwujud dengan sukses meskipun Jessica sendiri tidak menyangka bakal secepat ini.

Hanya saja, tentu Jessica tidak dapat mengakui itu. Lalu, untungnya yang Jessica lihat di mata Vlam bukanlah mata orang yang memang benar-benar bisa membaca niat Jessica. Melainkan mata dari seseorang yang kesal karena posisi jabatan yang diincarnya telah direbut oleh Jessica. Karena itu, Jessica merasa kedudukannya serta niatnya yang sebenarnya di sana masih aman.

"Tidak! Aku tidak pernah berniat seperti itu!" Jawab Jessica tegas lalu mencoba menyingkirkan tangan Vlam. "Niatku sejak awal hanyalah ingin bergabung ke Sabit Merah untuk mencari perlindungan! Kalau misalkan sekarang aku yang ditunjuk jadi Panglima, aku sendiri juga tidak tahu!" Jessica lantas menarik nafas panjang dan mengepalkan tangan erat, "Mungkin memang Bang Brandonnya saja yang tidak percaya dengan Abang!"

Seketika itu juga suasana rumah sakit menghening. Tak ada yang berani lewat ke sana. Bahkan perawat yang melihat kejadian itu pun tak mau terlibat mengingat sosok menyeramkan, empat Jenderal Sabit Merah sedang berdiri bersama di sana.

"Apa lu bilang hah!?" Mata Vlam terbelalak dan tangannya sudah siap ingin menampar Jessica.

"Memukulku tidak akan mengubah apa-apa! Kalau mau protes bilang sendiri ke Bang Brandon! Aku juga tidak keberatan!" Namun, Jessica juga tidak gentar dan justru membalas Vlam dengan tatapan tanpa ragu.

Protes sendiri ke Brandon? Itu sama saja bicara dengan batu. Sekali memutuskan sesuatu, Brandon tidak akan mengubahnya. Malah hanya akan membawa masalah bagi Vlam itu sendiri. "Tch!" Akhirnya, Vlam pun melepaskan Jessica dan ia pergi dari sana sambil menendang beberapa bak sampah.

"Hei, lu tidak apa-apa?" Bertran menghampiri Jessica.

"Iya Bang..."

Sekarang, sisa Jessica dan tiga Jenderal Sabit Merah yang masih berdiri di depan ruangan Brandon. Pepeng dan Monten saling bertatapan. Mereka juga sama tidak setujunya dengan Vlam, tapi melihat Vlam yang marah-marah dan tidak dapat melakukan apa-apa juga, membuat mereka pada akhirnya memilih diam.

"Lalu, sekarang bagaimana?" Tanya Bertran bukan hanya ke Jessica selaku Panglima sementara tapi juga ke kedua rekan Jenderalnya itu. Benar, sekarang bagaimana? Semua mata lantas tertuju ke Jessica.

Pengganti Brandon, Panglima sementara. Tentu saja sekarang mereka mengikuti perintah Jessica. Jessica sendiri juga bingung karena ini terlalu mendadak. Tapi, jika ditanya tentang sekarang apa yang harus mereka lakukan, maka Jessica ingin, "Bagaimana kabar Toto? Di mana dia diinterogasi?"

Batavia GangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang