14

1.3K 73 0
                                    

"Jadi... Karena itu gue boleh numpang di rumah lu enggak? Hehe..."

"Kenapa jadi gue yang repot!?"

"Eeeee ayolaaah! Ya!? Ya!? Please!" Jessica menarik-narik tangan Raiden. Sebagai tindak lanjut dari pertanyaan Brandon kemarin, di mana Jessica akan tinggal? Dia juga bertanya-tanya. Dia tidak mungkin kembali ke rumahnya sendiri. Dia juga tidak bisa tinggal di rumah belanda karena berbahaya, bisa saja nanti ketahuan itu markas Batavia Roses. Tinggal di rumah Bertran? Buat apa, dia sudah tidak ada keperluan dengan Bertran secara dia sekarang bisa mendapatkan informasi tentang Sabit Merah melalui Brandon. Jadi, hal yang masuk akal bagi Jessica sekarang, memohon kepada Raiden untuk menumpang di rumah cowok itu.

"Lu gila apa!? Gua lu suruh menampung lu yang sekarang jadi pacar Panglima Sabit Merah!?"

"Eh! Ssshhhhh! Jangan keras-keras!" Jessica langsung menutup bibir Raiden dengan telunjuknya. Mereka masih berada di kelas dan masih jam pelajaran. Bisa gawat kalau cerita itu terdengar guru atau teman sekelas yang lain. "Y- ya... Habisnya bagaimana ya. Gue juga bingung... Tapi kalau lu enggak mau ya sudahlah..." Hah... Jessica menghembuskan nafas berat. Kalau Raiden tidak mau, mungkin ia terpaksa tinggal menumpang di suatu tempat. Rumah Comcom? Tidak bisa, Comcom sudah beristri. Apa menggembel saja di jalanan? Boleh juga, tapi bagaimana kalau dia bertemu orang gila?

"Lu tahu sendiri rumah gue kayak gimana kan? Jelek begitu. Lu masih mau tinggal di situ?"

"Ya sebenarnya sih enggak apa-apa..." Bahu Jessica menurun. "Tapi ya bener juga sih, kalau gue numpang di rumah lu, gue takut Maron sama Kakek lu jadi terlibat yang enggak-enggak. Secara gue sekarang sudah jadi pacar itu orang gila."

Orang gila yang dimaksud Jessica adalah Brandon, dan Raiden sudah mendengar cerita utuhnya kenapa bisa-bisanya Jessica menjadi pacar Brandon. Sama seperti Jessica, Raiden sendiri mengira Jessica seharusnya bakal mati karena sudah berani menembak Brandon dan hampir menewaskan Panglima Sabit Merah itu. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, Brandon malah kepincut dan mengklaim Jessica menjadi pacarnya secara sepihak. Mengetahui Jessica, Raiden tidak merasa aneh kalau Jessica mengikut saja dengan klaim Brandon karena Jessica pasti merasa bisa memanfaatkan ini untuk mendapatkan informasi atau bahkan memanipulasi Sabit Merah secara dia dekat dengan orang sepenting Brandon. Hanya saja...

"Ngomong-ngomong..."

"Hm? Apa?" Tanya Jessica.

"Sebelum sama si Brandon ini, lu sudah pernah pacaran?"

Jessica lantas menoleh ke arah Raiden. "Kenapa lu tiba-tiba tanya begitu?" Mata Jessica berkedip-kedip merasa heran.

"Y- ya... Penasaran saja. Soalnya kan yang sama Brandon ini bukan murni karena lunya yang memang ingin pacaran kan? Karena Brandon ngeklaim seenak jidat dan karena lu ngearasa bisa manfaatin itu, lu ngikut saja. Kalau pacaran karena memang keinginan lu sendiri, lu pernah?"

Bola mata hitam kecoklatan Jessica menatap Raiden lurus. Selama beberapa detik, hanya bahu Jessica yang bergerak naik turun menarik nafas tanpa memberikan jawaban sepatah kata pun. "Ya... Kurasa pernah, tapi itu tidak berakhir bagus." Jessica langsung berbalik menatap papan tulis, "Maaf gue enggak mau ngebahas itu."

"O- oh oke..." Raiden mengangguk mengerti. Baru kali ini ia melihat ekspresi tidak nyaman seperti itu di wajah cantik Jessica. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi tapi Raiden yang sekarang juga tidak bisa memaksa Jessica untuk membicarakannya.

Brum! Tiba-tiba terdengar bunyi motor begitu nyaring, yang dalam sekali dengar juga tahu pastilah asalnya dari sepeda motor besar, atau sering disebut dengan Moge. Awalnya Jessica kira hanya orang kaya iseng yang lewat di jalan depan sekolahnya, tapi lama kelamaan bunyinya makin dekat dan dekat sampai seisi kelas termasuk Pak Ali yang sekarang sedang mengajar bingung.

Batavia GangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang