29

829 65 0
                                    

Jessica masuk ke dalam mobil Bertran yang kemudian membawanya menyusuri jalanan Ibu Kota. Jessica hendak bertanya, kemana dirinya sedang dibawa? Namun, tak ada kata yang bisa terucap. Dirinya tertunduk dengan keadaan benak yang begitu waspada terhadap sosok Bertran yang sedang merokok di sampingnya.

Pepeng bukanlah pengkhianat. Monten yang ditangkap juga bukan. Vlam yang diserang juga menunjukkan kalau Vlam bukanlah pengkhianat. Maka... jika dipikir siapa pengkhianat Sabit Merah, hanya tersisa Bertran seorang.

"Kenapa lu terlihat takut begitu?" Ucap Bertran yang lantas membuat Jessica buru-buru mengangkat kepala dan tersenyum.

"E- enggak kok Bang! Hehe..." Tapi, memangnya sudah pasti ada pengkhianat? Jessica mencoba berpikir keras akan kemungkinan lain. Bagaimana jika tidak ada Jenderal Sabit Merah yang berkhianat? Bagaimana jika gudang Vlam diserang oleh Ninja-ninja dari Tirai Naga itu, lalu mengeluarkan Toto dari sana!? Ya! Kemungkinan itu juga ada! Jawaban dari pembantaian dan kenapa Toto bisa keluar dari gudang Vlam ada pada rekaman di smartphone yabg sedang disembunyikan Jessica di kantong bajunya itu! Tapi... Ia butuh listrik dan tempat untuk menyendiri agar bisa mendengarkannya dengan seksama.

"Lu sudah tahu apa yang terjadi?"

"Mmm..." Jessica mengangguk sembari mengintip ke arah Bertran. "Bang Brandon dan Bang Monten ditangkap polisi. Abang sendiri... bagaimana?"

Bertran menghembuskan rokoknya lalu menawari Jessica sumber nikotin itu, "Gua juga didatangi Polisi. Tapi, sudah gue urus."

"Oh begitu... Terus bagaimana sekarang Bang? Apa yang akan terjadi ke Sabit Merah?"

Bertran justru bertanya balik, "Bukannya lu pengganti Brandon? Seharusnya lu yang menentuin apa langkah selanjutnya Sabit Merah." Pernyataan itu membuat Jessica terdiam. "Kalau dipikir... Jika Brandon ditangkap, lu bakal menjadi Panglima Sabit Merah. Bukannya itu mencurigakan?"

"A- apa maksud Abang?"

"Gue tidak bodoh, Jessica."

Seketika itu juga mata Jessica terbelalak. Namun, belum sempat bergerak, tiba-tiba saja Bertran mengangkat tangan dan menunjukkan sebuah pistol yang siap mengarah ke Jessica. "Gue enggak main-main. Lu gerak sedikit, gue tarik ini pelatuk."

Gulp... Jessica pun mengangguk pelan. Sial! Bagaimana Bertran bisa tahu siapa dirinya!?

"Bagaimana gue bisa tahu siapa lu? Lu lupa Brandon pernah ke sekolah lu? Lu pikir saat itu kami tidak tahu Freya itu nama palsu hah?"

Sudah tak bisa lari. Seperti tikus yang terperangkap jebakan. Berusaha berbohong dan beralasan hanya berujung maut, berhadapan dengan moncong pistol yang siap. Pasrah. Berkata jujur adalah pilihan yang tepat bagi seekor tikus yang sudah terperangkap. "M- maaf Bang... Aku bisa menjelaskannya."

"Mau ngomong apa lu?"

"A- aku... aku jujur... takut memakai nama asliku, Bang. Takut kalau... aku tidak bisa kabur dari Abang-abang. Maaf Bang..." Jessica memejamkan mata dan menundukkan kepala. Identitasnya memang ketahuan, tapi bukan berarti rencananya juga! Dari respon Bertran inilah yang akan menjadi penentu. Jika Jessica ketahuan anggota Batavia Roses yang memang berniat menyerang dan memanfaatkan Sabit Merah, pasti Bertran akan menarik pelatuk itu! Tapi... Jika hanya sebatas nama dan identitas sebagai siswi SMA saja yang ketahuan, maka... harapan itu masih ada.

Hening. Jessica tak tahu lagi harus mengatakan apa. Ia hanya menunggu, sambil sesekali mengintip untuk melihat apa respon Bertran. Pistol masih menghadap ke arahnya. Telunjuk Bertran juga masih bertengger di sana. Sial! Apa memang benar ini berakhir!?

Tapi, ketika Bertran akhirnya menarik tangan serta todongan pistolnya, bahu Jessica pun runtuh. Nafasnya berhembus lega bukan main. Keringat yang sempat bertahan tidak menetes akhirnya juga mengalir dan jatuh ke dagu. "Untuk sekarang, aku mempercayaimu."

Batavia GangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang