+59. darkness is your foe

1.9K 419 86
                                    

Kedua puluh kursi itu terisi penuh, mengelilingi meja yang memanjang dengan alas berwarna magenta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua puluh kursi itu terisi penuh, mengelilingi meja yang memanjang dengan alas berwarna magenta. Lampu gantung yang tak cocok bila dipasangkan dengan interior lainnya itu bercahaya hingga ke ujung ruangan yang lembap. Tak terdengar sedikit pun suara, walau para penghuni di dalam ruangan tersebut nyata adanya dan bukan hantu. Beberapa bermain kartu, membunuh jemu. Ada seorang adam yang duduk dengan gelisah, dan ada juga seorang gadis yang tenang bagai tak menyadari sekitarnya.

"Semuanya sudah lengkap?"

Dua puluh kepala itu langsung menengok ke sumber suara secara serentak, seorang wanita yang memakai gaun kehitaman bagai akan ditelan oleh kegelapan yang menyelimuti ruangan tempat mereka berada sekarang. Langkah kakinya menggema, begitu lantang seolah menegaskan presensinya.

"Saya rasa sudah, Madam." Yang paling tua menjawab, duduk di ujung meja. Walau begitu, tangan kanan langsung dari sang pemimpin rapat saat itu malah hanya diam, tapi tidak ada yang protes karena sedari awal, si tangan kanan memang tidak banyak bicara.

Si bunga tidur lalu menarikkan kursi untuk sang wanita pemimpin pertemuan mereka untuk duduk, helainya yang diikat rapi tampak terayun seraya ia bergegas menuangkan minuman ke gelas si wanita yang masih kosong. Sibuk sendiri, pikir Yeonjun dengan sinis.

Barulah percakapan dimulai di antara mereka. "Aku dengar berkatmu sudah mulai terasah, selamat." "Aneh, padahal kamu yang masuk paling lambat tapi juga yang paling cepat naik tingkat." "Aku rasa itu namanya genius." "Jangan menyeringai sinis begitu, Jin." "Kamu ngomong sama siapa?" "Siapa? Si congkak ini, lah. Tunjukkan rasa hormatmu sedikit." "Masih saja dengan senioritas tak berguna macam itu, Choi?" "Kita sudah hampir lulus, ayolah." "Setelah dipikir-pikir, aku ingin menghabisi si angkuh Seo itu nanti saat penilaian akhir semester."

Hanya perlu satu jentikkan jari untuk menghentikan pembicaraan lalu-lalang tersebut. Sebuah jentikan yang datang dari seorang wanita yang duduk di ujung meja, sarung tangannya telah ia lepas dan lilin di depannya mulai menyala.

"Now, now," ucapnya. "Aku yakin kalian tidak melupakan fokus utama sekaligus alasan kita berkumpul kali ini."

Dua puluh pasang mata itu berpandangan. Beberapa tertuju pada si serigala malam, yang segera menepis pandangannya ke arah sembarang. Si bunga tidur mendengus, sementara si tangan kanan hanya memperhatikan tukar-menukar pandang di meja tersebut.

"Kita harus memanfaatkan momentum sebaik mungkin." Suara itu terdengar begitu jelas, datang dari wajah yang tak terlihat gurat lelahnya walau telah mencapai umur yang tak lagi muda. "Saat ini, si Putra Mahkota dan Pangeran Terbuang itu tengah tak bisa dijangkau. Rajawali yang biasanya berkeliaran di sekitar menara timur pun tak terlihat, sepertinya mereka tengah memasuki masa genting dan terlalu sibuk."

Bisik-bisik terdengar, mirip desisan ular.

"Lalu apa yang harus kita lakukan dengan si putri Athena?"

BlessedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang