+77. all i see is red

335 51 20
                                    

Haechan keluar dari ruang intrograsi dengan kepala yang tertunduk. Langkahnya lunglai, tetapi ia berusaha untuk tetap berpikir jernih. Aneh, aneh sekali. Rasanya ini bukan pertama kali Hyunae tak sadarkan diri. Bukannya ini aneh sekali?

Seperti ada yang menargetkan sahabatnya itu, mencekik leher si hawa dengan tali yang mengawang halus.

Si putra Eros berusaha untuk tetap tenang, tetapi ia mau tidak mau merasa akan ada musibah yang datang. Seperti ombak yang tak terbendung, ia dicecar oleh pertanyaan bagaimana bisa Na Jaemin dan Kim Hyunae terluka parah? Tatapan sang guru, Mrs. Hellenah tampak menyelisiknya begitu dalam. Walau kebanyakan yang bertanya adalah Ms. Leia dan Ms. Lumina, Haechan mau tidak mau merasa ia tengah diawasi, sedikit saja perkataannya meleset dari kejadian sebenarnya, ia mungkin akan dihabisi.

Saat itu, Haechan hanya bisa mengikuti instruksi Jeno yang mendampinginya sebelum masuk ruang intrograsi.

"Jika ada yang bertanya, katakanlah Jaemin dan aku sedang berkelahi dan Hyunae menghentikan kami dengan berkatnya. Sisanya ... biar aku yang urus."

Haechan merasa muak.

Ada sebuah beban berat di dalam hatinya.

Hwang Hyunjin tiba-tiba datang dengan ekspresi yang tak pernah ia lihat sebelumnya, menyeret Haechan masuk ke dalam hutan dengan kecepatan kilat, juga memecah cufflink yang ada di tangannya. Ini semua sudah direncanakan, 'kan? Kenapa aku jadi pihak yang tidak tahu apa-apa di sini?

Si adam Lee itu kemudian menghabiskan waktunya merenung di kamar. Ia mengurung diri dan hanya berbicara sepatah dua patah kata saja ketika ditanya, dan semua orang menganggap hal itu wajar. Para murid tahu kedekatannya dengan si putra Apollo dan si putri Athena. Mereka kira ia tengah terpuruk, tapi, lebih buruknya lagi, hati Haechan sebenarnya tengah mengamuk.

Senior Mark mengetuk pintunya siang itu, dua hari setelah kejadian nahas yang menimpa sahabat-sahabatnya.

"Apa kamu yakin jantungnya sempat berhenti?"

Pertanyaan sang senior terdengar menusuk di rungunya.

"Aku ... aku yakin aku sudah tidak mendengar detak jantungnya lagi. Dia sudah pucat pasi, nadinya sudah berhenti dan ... dan ... aku benar-benar mengira dia sudah mati ...."

Sang putra Eros yang berhati lembut itu kembali menangis.

Pemandangan Hyunae yang terkulai, tak berdaya itu kembali menghantuinya.

Bagaimana kalau ternyata kamu benar-benar mati?

Bagaimana kalau ternyata, aku kemarin berhalusinasi dan sebenarnya semua sedang berdusta padaku saat ini?

"A-aku ... selalu pergi ke sanitarium ... walau dia belum sadar, aku selalu ..." Haechan menarik napas, menstabilkan hatinya. "... Memastikan nadinya berdetak dan napasnya masih hangat ..."

Hening sebentar menyelimuti dua adam yang terdiam itu. "Bagaimana dengan Jeno? Hyunjin?"

Haechan menatap sang senior dengan nanar. "Jeno juga sering datang ke sanitarium. Padahal dia masih terluka parah. Tapi, sama sepertiku, dia juga pasti tidak akan tenang kalau belum memastikan Hyunae dan Jaemin masih bernapas," jelas si putra Eros, sibuk memainkan tangannya dengan gelisah. "... Senior Mark.

Saat sadar Hyunae sudah tak bernapas. Walau terlihat panik, Jeno tak melepaskan tangannya yang menekan luka Jaemin. Dia tahu si Na itu sudah kehilangan banyak darah. Padahal, aku tahu secinta apa dia pada Hyunae, tapi saat akhir pun dia masih berusaha berpikir rasional.

BlessedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang