13 | Foto di dalam dompet Rio.

3.4K 746 146
                                    

Untungnya, Daru tidak membahas soal Rio lebih lanjut. Dia mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Wulandari berada di sana sampai pukul sembilan malam. Setelahnya, Andaru yang mengantar perempuan itu beserta anak Dari pulang ke rumah.

Disa kembali tertidur di pelukan Dari di samping kursi kemudi. Kalau sudah mengantuk, anak itu tidak peduli keadaan sekitar. Dia bisa tidur di mana saja dan tidak terganggu walau mendengar suara bising sekalipun.

Suasana jalanan Jakarta di malam hari ramai lancar. Dari sudah bilang Mutia dia akan mengambil motornya besok pagi saja, saat mau pergi kerja ke kedai. Besok dia naik ojol ke rumah Mutia untuk mengambil motornya yang dibawa perempuan itu.

Sesekali, Dari melirik ke samping kanan di mana Andaru menyetir dengan tenang dan tidak bersuara sedikit pun. Untungnya, suara radio mobil yang memutar lagu-lagu malam ini menjadi pemecah keheningan mereka. Baik Daru dan Dari sibuk dengan isi kepalanya sendiri.

Perempuan yang masih memeluk anaknya, tanpa sadar ikut tertidur karena dia merasa lelah dan mengantuk. Niatnya cuma ingin mengistirahatkan mata lima menit, tetapi malah bablas sampai dia mendengar suara juga tepukan pelan Daru pada lengannya.

"Dari, kita sudah sampai."

Mendengar suara berat milik Pak Bos menyapa telinga, Dari refleks membuka mata dan menatap lelaki yang duduk di sampingnya.

"Oh iya, maaf saya ketiduran, Pak. Terima kasih banyak sudah mengantar saya dan Disa," kata Dari yang menegakkan tubuh sambil merapikan bagian baju anaknya yang terangkat sedikit.

"Benar itu rumahmu, kan?"

Dari melempar pandangan ke luar jendela, kemudian mengangguk. Sebelum ini, dia sudah memberitahu Daru lokasi beserta nomor rumahnya. Cukup mudah mencari rumah berpagar coklat yang lebih rendah dari pagar rumah lainnya.

"Betul, Pak." Dia melepas sabuk pengamannya, kemudian pamit pada lelaki itu.

"Perlu saya bantu membawa anakmu ke dalam?"

"Terima kasih, saya bisa sendiri," tolak Dari dengan halus. Dia membuka pintu mobil dan keluar bersama anak perempuannya. Setelah menutup pintu mobil, Andaru masih memerhatikan Dari yang membetulkan gendongannya juga membetulkan letak tas selempang yang dia taruh di pundak kanan, kemudian dia melangkah membuka pagar dan masuk ke dalam rumah.

Setelah tidak lagi melihat sosok supir di kantornya yang masih sangat muda, Andaru berniat untuk pergi dari sana. Tetapi panggilan masuk dari seseorang membuatnya mengurungkan niat.

Tanpa basa-basi, Andaru langsung mengangkatnya saat melihat nama Thalita terpampang di layar ponsel. Mereka tidak saling memblok nomor, bersikap tidak acuh, atau membenci karena memang putus secara baik-baik. Tetapi kalau bertemu lagi jelas suasananya menjadi lebih canggung.

Dulu mereka dekat sekali, membicarakan banyak hal mengenai masing-masing dirinya. Mengobrol soal hari-hari berat yang dilewati, menceritakan mimpi-mimpi mereka, sampai bisa dengan mudah berkhayal mengenai masa depan mereka berdua bersama anak-anak nanti. Sayang, takdir tidak berpihak pada keduanya. Kini Thalita dan Andaru kembali bersikap asing, seolah bukan dua orang yang pernah akrab sebelumnya. Hanya saling tahu nama.

"Halo? Kenapa, Ta?"

"Bisa ketemu sama kamu? Aku mau cerita banyak."

Andaru sempat terdiam sebentar, sebelum akhirnya bersuara lagi, "Ya, kamu di mana? Biar aku jemput."

"Aku ada di kafe biasa, sendirian. Kamu susul aja aku ke sini."

"Oke, tunggu sekitar sepuluh menit. Aku jalan ke sana."

Daru untuk Dari✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang