19 | Jadi, Dari belum menikah?

3.2K 719 135
                                    

"Bubu, ni akit?" tanya bocah kecil yang merebahkan diri di samping sang mama. Dia berbaring miring berhadapan dengan Wulandari, menunjuk bekas memar yang ada di salah satu bagian wajah wanita itu. (Bubu, ini sakit?)

"Iya," sahut Dari dengan jujur. Matanya mengikuti gerakan tangan sang anak yang menunjuk bagian luka yang lain.

"Ni akit Bubu?" Kali ini, jari telunjuk kecilnya hampir menempel dengan sudut bibir Dari yang tadi mengeluarkan darah. (Ini sakit Bubu?)

"Sakit juga," jawab Dari lagi dengan sabar. Dia tadi diobati oleh salah satu tetangga yang berkerumun ingin melihat kondisinya. Mereka menatap Dari penuh rasa kasihan karena melihat wajahnya babak belur dipukuli orang.

Tadi Dari berbohong dan bilang kalau orang yang memukuli adalah orang yang hendak merampoknya, jadi Pak RT bilang dia akan mencari solusi supaya perumahan ini bisa aman dan terhindar dari masalah yang sama. Sebelumnya belum pernah terjadi kasus perampokan di sini.

"Bubu, Nca angis Bubu akal orang. Nca ayang Bubu," ocehnya yang sekarang memajukan bibir bawah dengan mata berkaca-kaca. (Bubu, Disa nangis---sedih---Bubu dinakalin orang. Disa sayang Bubu)

Wulandari sempat menelan ludah, sebelum akhirnya dia mengelap airmata sang anak menggunakan ibu jari. "Bubu juga sayang Disa. Gak apa-apa kok, besok Bubu udah gak sakit."

"Napi ntal orangna akal agi ndak Bubu?" Dia gak mengenali kalau itu adalah orang yang sama dengan yang memberinya es krim dan menyebut diri sebagai papa. Wajah Rio tertutup masker. (Tapi ntar orangnya nakal lagi gak Bubu?)

"Enggak, makanya Disa jagain Bubu terus ya? Sama Bubu terus biar Bubu gak sendirian."

"Ya, Bubu. Nca ama Bubu ada." (Iya, Bubu. Disa sama Bubu aja)

Dari sempat menangis tadi saat diobati. Bukan hanya sakit fisik, mentalnya juga. Dia bingung bagaimana harus menghadapi Rio. Belum lagi masalah pekerjaan Dari, dia takut Rio melakukan sesuatu yang membuatnya dipecat oleh Pak Andaru. Kepala Dari rasanya mau pecah memikirkan itu. Dia ingin pergi, menghilang, tetapi bagaimana dengan Disa dan keluarganya? Dari tidak mungkin meninggalkan mereka. Dia hanya punya Disa dan kedua orang tuanya sebagai alasan untuk tetap hidup dan bertahan.

Hari Sabtu, Dari sama sekali tidak keluar rumah selain menerima makanan yang dia pesan lewat online. Setiap keluar pun dia selalu pakai masker untuk menutupi wajahnya yang masih terdapat memar.

Disa sendiri juga selalu membuntuti Dari ke mana-mana. Dia takut orang nakal itu datang lagi dan memukuli mamanya seperti kemarin. Kemarin malam anak itu mengigau dalam tidur, menangis sambil berteriak-teriak menyuruh orang nakal berhenti melakukan sesuatu pada Dari.

Hasan sempat mengirim pesan lagi pada Dari untuk memastikan perempuan itu besok jadi pergi atau tidak. Dari membalas kalau dia tidak bisa pergi dalam kondisi babak belur setelah dipukuli Rio. Mendengar kabar itu, Hasan bilang dia akan menemui Dari sore ini.

Dari sendiri belum bilang pada orang tuanya kalau Rio datang dan melakukan sesuatu. Dia tidak mau membuat mereka cemas.

"Bubuuuu, O-om atenggg!" Disa yang awalnya tengah diam di ruang tamu dan sibuk dengan mainannya yang berantakan di depan pintu, berlari ke dalam dan memberitahu pada mamanya yang tengah membuat es teh manis di dapur. (Bubuuuu, Om datenggg!)

"Iya, sebentar. Disa jangan keluar duluan, Sayang. Nanti sama Bubu," sahut Dari sambil menoleh ke belakang sebentar. Dia tengah memasukkan beberapa buah es batu ke dalam teko plastik.

"Ya, Bubu." Anak itu berdiri di dekat pintu dapur, benar-benar menunggu mamanya sampai selesai dengan apa yang dia kerjakan.

Selesai menutup teko plastik, Dari menghampiri sang anak dan menggandeng tangan Disa. Mereka berjalan ke depan dan melihat Hasan sudah ada di depan pagar. Wanita itu langsung membukakan pagar dan menyuruh Hasan memasukkan motor ke dalam halaman rumah.

Daru untuk Dari✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang