7 | Saran Rio, pecat aja dia.

3.8K 835 355
                                    

Wulandari terbangun setelah pingsan cukup lama. Saat tahu kalau perempuan itu tidak sadarkan diri, Andaru langsung membawanya ke rumah sakit terdekat. Rio ikut dengan pamannya, berada di satu mobil yang sama.

Lelaki yang berumur satu tahun di atas Dari, melihat kalau Daru tampak khawatir dengan perempuan yang pernah menjalin hubungan bersamanya itu. Dalam hati, terselip rasa cemburu seolah masih memiliki Dari dulu. Tetapi, dia memilih diam dan tidak berkomentar apa-apa.

Perempuan yang memakai seragam kantor dibalut kardigan sebagai luaran, mengerjapkan mata beberapa kali supaya pandangannya berubah jelas. Dia melihat dua sosok laki-laki yang ada di samping ranjang, ketika dia melihat salah satu dari mereka adalah sosok yang paling dihindari ... Dari kembali bereaksi lagi.

"PERGI! PERGI!" katanya, histeris saat melihat sosok Rio. "PERGIIIII!"

"Dari, tenang." Andaru berusaha menenangkan Dari yang kelihatan takut saat melihat ponakannya. Rio hanya diam, tidak menunjukkan reaksi apa pun.

"SAYA GAK MAU LIAT DIA LAGI. TOLONG SURUH DIA PERGI, PAK!" Dari menangis keras, membuat Daru memeluk perempuan itu dan merasakan kalau tubuhnya bergetar hebat. Napas perempuan itu tersengal, sesak. Otaknya kembali memutar beberapa memori masa lalu dengan laki-laki brengsek itu. Permintaan maaf, makian, ucapan sayang, pukulan, janji tidak akan mengulangi, menendang Dari sampai tersungkur ke lantai, Dari merasa kepalanya mau pecah!

Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tetapi Daru kini menyuruh Rio untuk menunggu di luar supaya Dari tidak lagi bersikap seperti melihat monster.

"Suruh dia pergi, Pak. Saya gak mau liat dia lagi," lirih Dari yang masih menyembunyikan wajah di dada bidang Samudera Andaru yang terbalut kemeja. Dia mencengkram kemeja Andaru kuat-kuat, merasa takut dan butuh perlindungan.

"Sudah, dia sudah saya suruh keluar, Dari. Tenang, ya," bisik Andaru yang mengusap-usap punggung perempuan sembilan tahun lebih muda darinya. "Jangan takut."

Perlahan, Dari melepas pelukan Daru. Dia memberanikan diri melihat ke arah di mana Rio tadi berada, Andaru benar ... si brengsek itu sudah menghilang.

"K-kita ada di rumah sakit?" lirih Dari, baru menyadari kalau ini bukan tempat di mana dia dan bosnya menunggu pesanan.

"Ya, saya bawa kamu ke sini karena khawatir lihat kamu tidak sadarkan diri."

"Maaf ya, Pak Daru. Saya sudah merepotkan Bapak." Wulandari jelas merasa bersalah.

"Tidak masalah," sahutnya. "Biar saya panggil dokter untuk memeriksa kondisimu."

"Pak Daru." Perempuan berusia 21 tahun ini memegang lengan lelaki yang ada di sampingnya. "Jangan lama-lama, dan tolong jangan suruh dia masuk dan menemui saya."

Andaru sempat menatap manik mata Dari, kemudian dia mengangguk. "Ya."

Dari kini berada sendirian di ruangan. Dia mengusap wajahnya dengan telapak tangan, kemudian mengatur napas supaya dirinya bisa lebih tenang. Benar-benar tidak menyangka kalau akan dipertemukan lagi dengan cara seperti ini.

"Om, boleh Rio nemuin dia?" tanya laki-laki yang duduk di kursi tunggu saat Andaru menutup pintu dari luar. Rio berdiri dan kini menyejajarkan diri dengan pria berusia kepala tiga itu.

"Jangan dulu, dia meminta untuk tidak diganggu. Lebih baik kamu tetap di sini, saya takut nanti dia malah bereaksi seperti tadi," jelas Samudera Andaru yang membuat Rio menatapnya tanpa ekspresi. "Saya akan panggil dokter sebentar, kamu jaga dia di luar saja."

"Ada hubungan apa antara Om sama dia?" tanya Rio saat Daru baru berjalan sekitar tiga langkah, kini langkah itu terhenti.

"Dia supir saya," jawab Andaru tanpa repot menoleh ke belakang.

Daru untuk Dari✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang