Papa meraih tangan istrinya yang berdiri dan terus memanggil nama anak lelaki mereka satu-satunya---meski Andaru tidak menghiraukan. Saat wanita itu menoleh ke arahnya, sang suami berkata, "Sudah, biarkan dia tenang dulu, Ma."
"Gimana bisa Mama biarin, Pa? Anak itu ... benar-benar gak bisa dikasih tahu!" Bicaranya masih penuh dengan nada emosi. "Dia lebih pilih perempuan itu dibanding keluarganya sendiri."
"Saya sudah bilang berapa kali sama kamu? Kalau kamu mau bicara dengan Daru mengenai masalah ini, bicara yang tenang dan jangan mengintimidasi dia," balas papa. "Kalian sudah sering berdebat soal ini, harusnya kamu sudah paham bagaimana cara menangani anakmu sendiri, Ma."
Wanita yang masih menatap suaminya, kini menghela napas. "Akhir-akhir ini dia bisa membangkang karena ulah perempuan itu. Kalau aku gak mengintimidasi dia, Andaru akan terus bersikap semaunya."
"Sekarang apa? Memang setelah kamu mengancam dia ... dia menuruti kemauanmu?" tanya papa yang membuat istrinya terdiam. "Dia malah memutuskan untuk pergi dari rumah dan meninggalkan semuanya, Ma. Kamu tahu kan kalau Andaru hanya satu-satunya tumpuan kita? Bisa apa kita kalau tidak ada dia?"
"Ya terus aku harus gimana buat menghadapi dia?" Mama yang merasa teepojok, sekarang bersuara lagi. "Itu satu-satunya cara terakhir yang aku bisa lakukan."
"Biar saya yang bicara dengan Andaru."
"Kamu mau bantu aku buat bujuk dia supaya mau menikah dengan Wanda?" tanya mama, penuh harap.
Suaminya menggeleng. "Saya tidak ikut campur untuk itu. Itu adalah masalah kalian berdua, selesaikan sendiri nanti kalau situasinya sudah membaik."
Kini, lelaki baya yang masih memegang tangan istrinya ... ikut berdiri dan menjauhkan tangan. Dia berjalan menjauh dan pergi ke kamar anak satu-satunya yang bisa diandalkan menjadi penerus perusahaan.
Papa mengetuk pintu kamar Andaru, juga memanggil nama sang anak supaya dia tahu kalau yang datang bukan wanita yang merupakan istrinya.
Di dalam kamar, Andaru yang tengah duduk di pinggir ranjang sambil meredakan emosi ... kini memutuskan untuk berjalan membuka pintu kamar.
"Andaru, bisa kita bicara sebentar? Papa bukan ingin membahas masalah tadi," ucap papa to the point.
Anaknya sempat menatap manik mata sang papa sebentar, kemudian dia mengangguk dan membuka lebih lebar pintu kamarnya supaya papa bisa masuk ke dalam.
Setelah menutup pintu kamar, Andaru berjalan mendekat ke arah papa yang sudah lebih dulu duduk di sofa kamar.
"Papa minta maaf karena sempat terkesan berpihak pada mamamu waktu itu, Daru," ucap lelaki yang menyandarkan punggung di badan sofa. Menatap Andaru yang sekarang duduk di sebelahnya. "Papa memarahi kamu waktu itu karena kamu bicara dengan nada tinggi."
Mendengar itu, Andaru mengangguk. "Andaru tahu kalau tindakan itu salah."
Papa tersenyum tipis, masih berfokus pada anak laki-lakinya. "Mm, sejujurnya ... papa sendiri tidak ingin ikut campur dengan hal yang terjadi antara kamu dan mamamu. Papa hanya membahasnya sedikit untuk meluruskan. Papa pernah berpikir kalau mama mungkin hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Namun mamamu selalu memaksakan keinginannya terlalu keras sampai membuat kamu tidak nyaman. Papa akui, kali ini mama sudah kelewatan."
Andaru mengalihkan pandangan ke arah lain, tidak berminat menanggapi apa-apa.
"Kalau kamu merasa kesal pada mama dan ingin menghabiskan waktu sendiri untuk beberapa hari ke depan, silakan saja, Daru. Tidak usah pikirkan mama untuk sekarang, biar dia merenungi kesalahannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daru untuk Dari✔
Fiksi PenggemarWulandari, perempuan berusia 21 tahun yang memutuskan untuk melamar pekerjaan menjadi supir bos Jaya Wardhana bernama Samudera Andaru ... berujung menjadi sebuah kesialan karena mau tidak mau harus bersinggungan lagi dengan laki-laki di masa lalu ya...