23 | Kabar mengenai Mba Ratna.

3K 666 103
                                    

Saat Dari sadar, dia melihat dua sosok laki-laki yang duduk di samping kirinya. Perempuan beranak satu ini langsung mengubah posisi menjadi duduk dan berniat segera pergi, tetapi Daru ikut menegakkan tubuh dan menahan Dari. 

"Tunggu, Dari. Biar dokter memeriksa keadaanmu dulu."

"Tidak perlu, Pak. Saya mau pulang," kata Dari tanpa melirik ke arah Daru karena enggan melihat wajah si brengsek Rio yang ada di sebelah lelaki itu.

"Rio, panggil dokter. Biar saya jaga dia di sini."

"Oke, Om."

Dari memejamkan matanya sebentar ketika dia melihat tubuh Rio berjalan menjauh lewat ekor mata.

Kepalanya kembali sakit memikirkan bagaimana hidup dia ke depan setelah dipecat paksa Daru. Dari linglung, bingung, bahkan malu untuk pulang karena kembali menjadi beban keluarga.

"Saya mau pulang, Pak. Saya baik-baik saja." Kini, mata bulat yang kembali terbuka itu memberanikan diri menatap laki-laki yang berusia sembilan tahun lebih tua darinya. "Saya tidak mau terus merepotkan Pak Daru, karena sekarang saya bukan lagi supir Bapak."

"Meski begitu saya akan bertanggung jawab mengantar kamu pulang ke rumah."

"Saya tidak mau diantar Bapak kalau dia masih ada di mobil yang sama. Saya pulang sendiri."

"Baik, saya akan menghubungi supir mama untuk menjemput Rio sekarang."

Daru menjauhkan tangannya dari lengan perempuan yang kini kembali berbaring di ranjang, kemudian langsung menelpon seseorang yang merupakan supir keluarganya.

Tidak lama kemudian, Rio kembali bersama dokter yang memeriksa Dari. Perempuan itu langsung memalingkan wajah dan tidak mau sama sekali melakukan kontak mata dengan Rio.

"Rio, supir mama saya sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Nanti kamu pergi bersama dia, ya?"

"Emangnya Om Daru mau ke mana?" tanya Rio.

"Saya ada urusan lain dengan Dari. Mungkin sedikit makan waktu lama. Maaf karena tidak bisa makan siang bersama kamu."

Rio sempat mengalihkan pandang ke arah Dari yang memilih untuk terus memerhatikan dokter yang memeriksa keadaannya. Ekspresi lelaki itu memang datar, tetapi kedua tangannya mengepal kuat-kuat. Jika saja tidak ada Daru dan dokter di ruangan ini, pasti dia sudah melampiaskan amarahnya pada perempuan itu.

"Oke, Om." Hanya itu yang keluar dari mulut lelaki berumur 22 tahun yang merupakan ayah biologis Disa.

Perempuan berambut sebahu, bermata bulat, berpipi tembam dengan tinggi sedada Andaru kini berjalan cepat di belakang mantan bosnya. Dia berusaha melangkah cepat-cepat supaya tidak tertinggal.

Dokter bilang Wulandari terkena serangan panik. Tadinya Andaru ingin membiarkan Dari istirahat di sana dulu, tetapi dia memaksa pulang dan terus bilang dia baik-baik saja. Rio sendiri sudah pergi lebih dulu bersama supir keluarga Daru.

"Biar saya saja yang mengendarai mobilnya," kata lelaki itu, menahan tangan Dari yang akan membuka pintu bagian kemudi.

Dari buru-buru menjauhkan tangan, kemudian mengangguk. "Baik, Pak."

Suara Andaru kembali terdengar saat perempuan itu ingin membuka pintu bagian tengah. "Siapa yang suruh kamu duduk di sana? Duduk di depan."

"Oh, maaf Pak Daru." Wulandari yang gugup, sempat membetulkan tali tas gendong yang dia bawa, kemudian berjalan memutar dan membuka pintu bagian depan.

Dari yang sudah duduk di samping Daru, kini memakai sabuk pengaman dan menatap ke arah jendela. Sedih rasanya kehilangan pekerjaan sebelum dia sendiri mendapat pekerjaan lain. Kenapa Tuhan mengabulkan apa yang dia mau terlalu cepat ya? Dari memang ingin pindah kerja karena tidak tahan terus bersinggungan dengan Rio, tetapi tidak secepat ini juga ... apalagi dipecat secara sepihak.

Daru untuk Dari✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang