48 | Tidak akan lagi bertemu.

2.9K 654 91
                                    

"Bagaimana menurutmu, Dari?" tanya lelaki itu lagi ketika perempuan di sampingnya tidak merespons apa-apa.

Dari yang sejak beberapa menit lalu memperhatikan Andaru, kini mengedipkan kedua matanya satu kali dan menggeleng. "Tidak mungkin, Pak," ucapnya lirih.

"Apa maksudnya tidak mungkin?" Alis Andaru bertaut.

"Pak Daru tidak serius dan mungkin tidak sadar dengan apa yang Bapak ucapkan. Saya tahu ini adalah bentuk dari kekecewaan Bapak pada sikap ibu." Dalam hati, jantung Dari berdetak cepat setelah Andaru bilang begitu. Namun, dia masih mampu berpikir jernih dan tidak membawa perasaan akan ajakan asal Andaru. Dari paham, Andaru tidak benar-benar menginginkan dia. "Di satu sisi, Pak Andaru juga ingin menunjukkan pada Thalita kalau Bapak bisa bahagia seperti dia, kan?"

"Bukan itu maksud saya, Dari."

"Saya tidak mau dipilih hanya untuk dijadikan pelampiasan saja." Dia terdiam cukup lama, sebelum akhirnya kembali bersuara, "Saya tahu, Pak Daru baik dan selalu menolong setiap kali saya kesulitan. Saya pun merasa berhutang budi pada Bapak. Tetapi saya tidak bisa membalas kebaikan Bapak dengan ini." Kini, Dari membuang pandangan ke arah lain.

"Dari, saya minta maaf. Saya tidak bermaksud membuat kamu tersinggung." Ada jeda dalam ucapannya karena takut kembali salah bicara. "Tidak terbesit pikiran saya untuk memanfaatkan kamu sama sekali. Saya mengajak kamu untuk serius bukan demi validasi atau menjadikan kamu pelampiasan seperti apa yang kamu pikirkan."

"Kalau pun kita memutuskan berhubungan serius, memangnya Pak Daru yakin keluarga Bapak bisa menerima saya?" tanya Dari yang masih belum mau menatap Pak Andaru. "Apa kata orang tua Pak Daru dan keluarga Bapak yang lain seandainya mereka tahu kalau Disa adalah anaknya Rio? Pak Daru yakin semua akan baik-baik saja?"

Lelaki yang duduk di samping Dari kini terdiam. Berpikir sebentar untuk mengutarakan keputusan.

"Bubu napa angis?" Anak kecil yang sejak tadi menyimak sambil memakan permen-permennya, menatap ke arah perempuan yang memangku dia. Disa refleks mengelap setetes airmata Dari yang meluncur di pipi kanan dengan jari-jari kecilnya. Setelah itu, dia menatap Pak Bos dengan ekspresi kesal. "Abos dan akal ma Bubu! Acian Bubuna angis." (Bubu kenapa nangis? Pak Bos jangan nakal sama Bubu. Kasian Bubunya nangis)

Lamunan Daru buyar saat dia ditegur oleh anak itu. Dia melihat Dari ikut mengusap pipinya sendiri dengan jari dan bicara pada Disa. "Bubu gak apa-apa, kok. Disa main sepeda lagi, sana."

"Napi Bubu angis, akal Abosna?" (Tapi Bubu nangis, nakal Pak Bosnya?)

"Mata Bubu perih, kena debu," lirih Dari dengan suara bergetar, sambil pura-pura mengucek mata supaya Disa percaya. "Bukan karena Abos."

"Debuna akal ya Bubu? Anti Nca marain Bubu, debu dan akal Bubu Nca." (Debunya nakal ya Bubu? Nanti Disa marahin dia Bubu, debu jangan nakal sama Bubunya Disa)

Mendengar itu, kini Dari terkekeh pelan meski airmatanya belum bisa berhenti. "Iya, makasih udah sayang dan belain Bubu."

"Macama," ucapnya riang sambil menunjukkan sederetan gigi susu yang dimiliki. Setelah itu, Disa berdiri dan kembali berjalan mengambil sepedanya sambil membawa bungkusan permen. Nantinya akan ditaruh keranjang.

Daru mengeluarkan saputangan dari celana bahan yang dipakai, kemudian menyerahkan benda itu pada Dari. "Maaf karena membuat kamu menangis."

Wulandari menerima pemberian lelaki itu tanpa menatap orangnya. Dia mengelap airmata dengan saputangan dan mengusahakan supaya tidak menangis lagi. Dari mendadak emosional saat Pak Andaru bicara konyol soal hubungan serius demi kepentingan lelaki itu sendiri. Kalau begini, dipikir-pikir tidak ada bedanya Andaru dengan Rio.

Daru untuk Dari✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang