31 | Rahasia Besar Dari.

3.2K 681 175
                                    

"Bubu, ni na napa?" tanya Disa yang menunjuk ke arah hidung Dari, terdapat bekas darah mengering di kedua hidung perempuan itu. (Bubu, ininya kenapa?)

"Gak apa-apa, Sayang," sahut Dari yang menarik kedua sudut bibir ke atas. Rasa perih bekas bogeman Rio baru terasa ketika dia ada di mobil.

"Takit, Bubu?" ucap anak itu lagi yang menatap kedua manik mata sang mama, orang yang memangku dan memeluknya sekarang di bangku samping kemudi.

Dari mengangguk.

Duplikat Dari ini melirik ke arah Pak Bos yang tengah menyetir, kemudian dia kembali bersuara, "Abos duga tama taya Bubu," ocehnya. "Takit Abos?" (Pak Bos juga sama kaya Bubu. Sakit Abos?)

Lelaki itu menoleh sebentar saat merasa dirinya dipanggil oleh Disa.

"Apa katanya, Dari?"

Andaru masih sulit mengerti perkataan Disa, jadi dia butuh Dari untuk menerjemahkan kata-kata anaknya.

"Katanya, Pak Bos juga sama kaya Bubu luka-luka mukanya. Pak Bos sakit gak?" sahut Dari, menerjemahkan maksud ucapan anaknya lebih jelas.

"Oh, ya, sedikit," jawab Daru yang kembali fokus dengan jalanan di depan. Panas, semakin siang semakin ramai oleh kendaraan.

"Nca uga takit Abos anganna, ni diubit anganna." Dia menunjukkan tangan kanannya yang terdapat memar biru. (Disa juga sakit tangannya, Pak Bos. Ini dicubit tangannya)

"Tadi Disa diapain di sana selain dicubit?" tanya Dari yang menginterupsi pembicaraan dan membuat fokus Daru terbelah. Dia juga mau tahu.

"Turuh iem, iem, napi Nca angis noalna Bubu nda da, Nca nakut. Cepeda nda da," ocehnya dengan kata-kata yang masih terbatas. Untung, karena sering berkomunikasi dengan anaknya, Dari jadi bisa mengerti maksud dari ucapan anak umur tiga tahun ini. (Disuruh diem, diem, tapi Disa nangis soalnya Bubu gak ada, Disa takut. Sepedanya gak ada)

"Kenapa tadi Disa mau diajak pergi? Lain kali jangan mau pergi kalau gak ada Bubu atau Nenek, ngerti?"

Disa masih menatap manik mata orang yang dia panggil Bubu, kemudian kembali menyahut, "Napi adi papa ilangna Nca acih cepeda agus." (Tapi tadi papa bilangnya Disa mau dikasih sepeda bagus)

"Papa?" lirih Dari, matanya melebar saat sang anak mengatakan panggilan tersebut pada laki-laki yang tidak pantas disebut seperti itu.

Anaknya mengangguk polos. "Namana papa." (Namanya papa)

Perempuan beranak satu itu sempat melirik ke arah Pak Bos yang kini berdeham dan kembali berfokus penuh pada jalanan di depan---supaya tidak ketahuan menguping pembicaraan.

"Mm, Dari ...  kita ke apartemen saya dulu, bagaimana? Tidak mungkin kamu pulang dengan kondisi seperti itu. Biar nanti kamu obati lukamu dulu di sana."

"Baik, Pak," jawab Dari setelah dia diam sebentar.

Gladisa tidak mau jauh barang sedetik pun dari Bubu. Dia selalu menempel pada wanita itu, tidak seperti biasa. 

"Disa, ini di kulkas banyak makanan. Kamu mau apa?" Andaru membuka kulkas dan melihat stok makanan apa yang ada di sana. Dia hanya membeli untuk konsumsi sendiri kalau datang ke apartemen.

Anak berusia tiga tahun ini memaksa masuk ke dalam toilet dan menggedor-gedor pintu karena tidak mau ditinggal sendirian. Jadi, Andaru membujuk Disa dengan mengiming-imingi anak itu makanan.

"Au Bubu!" katanya, menahan tangis. Menatap Pak Bos dengan mata berkaca. (Mau Bubu!)

"Iya, sebentar, Nak. Ini Bubu sebentar lagi selesai," sahut Dari dengan suara agak besar supaya Disa dengar. Mamanya sedang buang air kecil sekarang.

Daru untuk Dari✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang