MFB 3 - Pegangan Volna

249 49 180
                                    

HAPPY READING!

Lembaran koran yang terbuka memenuhi meja milik Volna, dia meminjam koran tersebut dari perpustakaan untuk mencari lowongan pekerjaan. Perempuan tersebut tampak sibuk sekali dengan wajah yang tidak bisa diganggu. 

"Dicariin di sini ternyata." Volna mengalihkan pandangannya ke arah Xander lalu beralih lagi ke koran yang sedang dia baca.

"Ayo, ke kantin jangan diem-diem aja di kelas," ujar Xander sambil menarik lengan Volna, memaksanya berdiri. Volna yang memang sedang kesal menepis kasar tangan Xander yang menempel padanya. Volna sudah pusing karena tadi pagi baru saja adiknya meminta uang untuk membeli buku paket yang memang akan digunakan saat dia sekolah nanti.

"Pergi." Volna mengalihkan pandangannya lagi ke arah koran dan tidak melihat Xander sama sekali. Sementara Xander menghela nafas lalu mengusap wajahnya frustasi, alih-alih pergi meninggalkan Volna dia langsung duduk di sebelah Volna dan mengamati kegiatan yang dilakukan pacarnya itu.

"Ada tugas nyari lowongan pekerjaan ya? Mau dibantu?" tawar Xander membuat Volna berhenti mencari lowongan pekerjaan yang ada di koran.

"Lowongan pekerjaan yang bisa dilakuin buat anak SMA kayak kita ada enggak?"

"Nikah aja sama orang kaya Na, nanti enggak usah kerja dapet uang," jawab Xander dengan wajah serius, berbanding terbalik dengan ucapannya. Volna memukul kepala Xander dengan kesal lalu merapikan koran yang tadi dia baca.

"Sakit ih, Mungkin bisa kerja paruh waktu di cafe deket sekolah. Seingetku ada lowongan Na," kata - kata Xander membuat Volna bersemangat matanya bahkan berbinar lucu.

"Makasih."

"Makasih aja nih?"

"Maunya apa lagi?"

"Dipanggil sayang gitu."

"Kalau keterima kerja baru gue bilang itu."

"Loh, kamu yang butuh kerja? Tau gitu kamu di rumahku aja."

"Ngapain? Jadi pembantu?"

"Jadi pacarnya Xander terus nemenin 24 jam." Biasanya Volna akan marah dan memukul Xander tetapi kali ini berbeda dia tersenyum, seketika bebannya lumayan terangkat.

"Emm, Maaf ya Na." Xander berdehem lalu menangkupkan pipi Volna dengan kedua tangannya lalu menarik pipinya gemas.

"Lucu banget enggak kuat," ujar Xander dengan nada gemas.

"Sakit." Volna mengusap kedua pipinya yang sepertinya memerah. Sementara Xander tertawa puas berhasil memegang pipi Volna.

***

Volna mengepalkan tangannya memberi semangat pada dirinya sendiri lalu masuk ke dalam cafe dan tersenyum ramah ke arah pegawai yang melayaninya.

"Permisi, mbak ada lowongan kerja enggak ya mbak?" yang dipanggil oleh Volna mengerutkan dahinya. Beberapa saat langsung tersenyum.

"Ada kak. Tapi bukan sama saya, kakak masuk ke ruangan di sebelah sana saja kak." Volna mengangguk lalu melangkah masuk ke dalam sana, tetapi dia berhenti di depan pintu dia tiba-tiba saja gugup, seandainya saja Xander tadi mengantarnya mungkin dia lebih rileks. Sial, kenapa jadi bahas Xander? Volna menarik napasnya lalu mengetuk pintu dengan sopan.

"Diterima kok." suara yang tidak asing mengejutkan Volna ketika dia menapakkan kakinya di ruangan ber-AC itu.

"Xander?" laki-laki yang dipanggil itu hanya tertawa kecil lalu tersenyum.

"Lo ngapain di sini? Nanti yang punya cafe marah loh, jangan iseng." Volna kelabakan, membayangkan Xander dimarahi dan dia akan kena imbasnya, bisa-bisa dia tidak jadi bekerja di sana.

"Pemiliknya di sini kok." Xander mengkode membuat Volna tiba-tiba mendekatinya.

"Lo bisa lihat setan?" Xander bingung, kenapa jadi bahas setan? Lalu menggeleng.

"Kan kita seruangan cuma berdua, kalau pemiliknya di sini berarti setan dong Xan." Ucapan Volna yang polos membuat Xander berpikir bahwa pacarnya terlalu lemot.

"Lo, pemiliknya?" tanya Volna setelah menyadari perkataan Xander. Xander hanya mengangguk lalu tertawa gemas.

"Di terima kerja, tadi janjinya gimana?" Xander mengerling jahil membuat Volna mengelakkan pandangannya.

"Emang janji apa? Gue enggak inget tuh." Volna tidak berani menatap mata Xander dan suaranya menjadi agak terbata-bata, bohong kalau dia tidak tau apa yang dimaksud oleh Xander.

"Bilang makasih sayang gituu. Ayo!" kata Xander dengan semangat dan menatap penuh harap.

"Makasih -"

"Lanjutin dong. "

sayang

"Udah, dalam hati tadi," ujar Volna sambil menyerahkan paper bag yang daritadi sudah dia bawa ke hadapan Xander.

"Enggak denger kalau dalam hati, Ayo ngomong dong. Ini apa?"

"Baju lo semalem."

"Oke, ayo ngomong sayang." Volna menggeleng lalu tertawa melihat raut wajah kecewa milik Xander.

"Makasih sayang. Besok gue mulai kerja, dah," kata Volna dengan cepat lalu pergi melarikan diri dari situ. Sementara Xander ternganga lalu tertawa sampai pipinya memerah saking panasnya.

***

Volna berjalan pulang setelah berlari melarikan diri dari Xander, mengingat dia mengatakan sayang ke orang selain ayahnya membuat pipinya memerah. Semakin diingat pipi Volna semakin merah. Teringat ayahnya Volna akhirnya tidak jadi pulang dan bergegas ke makam ayahnya dengan perjalanan yang lumayan jauh kalau dengan berjalan kaki, dia sekalian membeli bunga untuk ayahnya.

"Ayah! Tebak siapa ini? Ciri-cirinya cantik, pinter,membanggangkan!" Volna berteriak dengan semangat lalu tertawa dengan senang, seolah mendengar candaan dari seseorang.

"Ayah enggak bisa nebak, kan? Cewek loh Pa bawa bunga buat papa lagi, kurang apa coba." monolog Volna lagi lalu meletakan bunga di makam ayahnya dan berdoa sebentar lalu kembali bercerita.

"Yah, Volna udah punya pacar. Enggak pacar sih dia yang maksa Volna buat jadi pacarnya, enggak jelas banget ya kan Pa? Tapi, dia -" Volna lalu tersenyum jahil seolah ada seseorang di depannya.

"Cieee, ayah kepo. Enggak jadi Volna lanjutin deh soalnya ayah udah penasaran." Volna terkekeh lalu mencabut rumput liar yang menempel di makam ayahnya.

"Ya udah, Volna lanjutin daripada ayah nanti mukul Volna pakai koran lagi ya kan? Ahahaha. Tapi, dia bikin nyaman yah. Dia perhatian dan waktu Volna butuh, dia ada. Enggak kayak papa malah ninggalin Volna." Volna masih terus mencabuti rumput liar sambil terus mengomel, tanpa dia sadar air matanya sudah berdesakan keluar.

"Oh iya, Alan sama Volna baik. Alan juga ulangan terakhir dapet seratus yah, Kalau Volna sih ulangan terakhir belum dibagiin. Ya paling seratus lagi," ujar Volna bersikap sombong dan menggosok hidungnya, gaya khas andalannya kalau dia ingin pamer pencapaian dengan ayahnya.

"Untung aku enggak bawain ayah koran, kalau bawain udah pasti ayah mukul aku pakai koran lagi." Volna tertawa puas, membayangkan adegan masa lalu yang selalu membekas.

"Tapi, mungkin Volna berhenti sekolah Yah. Mama udah enggak mau biayain kita lagi, daripada Alan yang berhenti mending aku yang berhenti buat Alan nanti sukses terus kalau Volna udah tua Alan yang bakal aku babu buat jadi penyetor uangku." Volna terlalu banyak tertawa, sampai air matanya mengucur deras.

"Atau Volna nyusul ayah aja?" gumam Volna dengan pelan lalu mencabut rumput liar terakhir.

"Tapi Volna udah punya pegangan Yah, Volna masih punya Alan tapi sekarang tambah satu, Xander pacar Volna."

***

Lanjut? Yes or No?

My Favorite boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang