HAPPY READING!
Anggin menggelengkan kepalanya sudah muak dengan kelakuan anaknya sendiri. Anggin mengambil bantal yang ada di sana dan melemparkannya ke arah anaknya.
"Jangan nempelin Volna terus, dia mau kerja Xander!" Anggin menaikkan suaranya membuat Xander yang masih memeluk Volna yang sudah pasrah merasa terganggu.
Xander menggelengkan kepalanya. "Nanti Volna di tempeli makhluk halus lagi, Ma." Xander merengek membuat pelukannya melonggar dan Volna bisa bangun dari tempat tidur dengan kondisi berdiri karena dirinya masih tetap dipeluk oleh Xander.
"Makhluk halusnya, ya kamu itu! Dalam hitungan ketiga kalau kamu enggak biarin Volna mandi dan kerja–" ucapan mamanya belum selesai namun, sudah membuat Xander melepaskan pelukannya dan berdiri menjauhi kasur.
"Udah gede masih aja tingkahnya enggak jelas. Kamu juga mandi sana, sama-sama kerja bukannya cepet berangkat malah nganiaya anak kesayangan mama." Anggin mendumel membuat Xander mengacak rambutnya sendiri dan kembali ke kamarnya.
"Xander marah tentang apa lagi, sih. Na?" tanya Anggin setelah Xander sudah kembali ke kamar dan Volna yang sedang mengambil pakaiannya sendiri.
Volna tersenyum, "Temennya Alan kemarin ngajakin Volna pacaran di depannya Xander. Sebenernya masalahnya udah selesai, Xander udah enggak marah cuma, ya itu biasa dianya jadi tambah manja," ujar Volna sembari menutup lemari pakaiannya kemudian tersenyum.
Anggin tertawa kemudian menggelengkan kepalanya tidak kuat. "Cemburu kok sama anak SMA. Emang aneh-aneh." Volna ikut tertawa kemudian pamit untuk mandi karena dirinya hendak berangkat kerja.
Setelah mandi Volna mengoleskan krim di wajahnya dan memoleskan lipstik di bibirnya belum selesai dengan semua make up nya pintu kamarnya diketuk.
Volna beranjak dan membuka pintu kamarnya. "Ada apa Lan?" Alan berdiri dengan canggung di sana.
"Maaf buat kemarin, ya kak. Aku enggak tau Jerico bakal kayak gitu." Alan berbicara dengan nada yang penuh penyesalan sementara Volna tersenyum.
"Bukan salahmu, kan? Lagipula Kak Xan udah enggak marah, kok." Volna mengacak rambut Alan dengan gemas kebiasaan yang tidak pernah hilang mesti Alan sudah beranjak remaja.
"Iya, tadi kak Xan juga udah bilang kalau ga masalah. Tapi, tetep aja Alan harus minta maaf." Alan menjawab kemudian tersenyum senang. Volna merentangkan tangannya, Alan yang paham langsung memeluk kakaknya itu.
***
Volna duduk di meja makan bersama dengan seseorang di sana. Tampak berbincang dengan pembahasan serius walaupun kadang sesekali tertawa.
"Saya suka dengan proposal yang anda berikan ini. Saya akan meminta sekretaris saya untuk mengambil kontraknya dan memberikannya ke kantor anda secepatnya." Volna tersenyum mendengar penuturan dari orang yang ada di depannya.
Orang yang ada di sana pergi dari sana. Volna mengantarkannya sampai di luar kemudian tersenyum dan melambaikan tangannya.
"Kak Volna?" sebuah suara membuat Volna membalikkan badannya agak terkejut karena tidak menyangka bertemu dengan Jerico di sini.
"Hallo, Jer. Bareng Alan ?" Volna tersenyum sopan setidaknya Jerico merupakan teman dari adiknya.
Jerico menggelengkan kepalanya menandakan dirinya tidak bersama dengan Alan. Volna mengangguk paham dan pamit untuk pergi. Jerico mencegah Volna untuk pergi dari sana mengatakan bahwa dirinya minta maaf untuk masalah kemarin dan ingin mentraktirnya makan. Volna tidak bisa menolak dan akhirnya menganggukkan kepalanya pertanda setuju.
"Pesen dulu, kak." Jerico menyodorkan menu yang ada dan di terima Volna sembari memainkan ponselnya. Volna mengetikkan pesan untuk Xander agar tidak menimbulkan konflik apapun.
Xanxan 🤍
Aku ketemu Jerico habis ketemu client. Katanya mau traktir sebagai permintaan maaf soal kemarin. Aku shareloc habis ini. Aku ga mau ada salah paham dan ribut lagi, oke.
/Send location
Ngapain?
Aku ke sana, ya. Mumpung kerjaan udah selesaiSudah tidak ada jawaban. Volna sudah meletakkan ponselnya dan melihat-lihat menu yang ada. Jerico menatap ke arah Volna tidak berusaha untuk mengusiknya.
"Kak, dulu ketemu kakaknya yang galak kemarin kayak gimana ?" tanya Jerico memulai percakapan setelah mereka memesan makann.
Volna menaikkan alisnya "Xander maksudnya ?" Jerico menganggukkan kepalanya kemudian Volna tersenyum.
"Ketemu di SMA juga. Mungkin dulu seumuran kamu juga," ujar Volna kembali mengingat-ingat. Jerico tersenyum entah mengapa hanya perempuan ini yang bisa membuat dia jatuh cinta lagi.
Mereka mengobrol dan Volna sesekali tertawa karena lontaran lelucon dari Jerico. Sampai makanan datang dan mereka makan bersama.
Rambut Volna yang sekarang lebih pendek daripada dulu membuat rambutnya begitu licin dan sering menganggu Volna yang sedang makan.
Jerico memantapkan sesuatu yang dia genggam kemudian beranjak pergi menuju ke belakang Volna. Memegang rambut Volna yang mengganggu dan menjadikan satu. Hendak mengikatnya dengan sebuah ikat rambut yang kemarin dia beli. Belum sempat dirinya mengikat dengan benar tangannya ditahan oleh seseorang yang sudah memberikan tatapan garang.
"Tunangan gue enggak butuh iket rambut lo. Rambutnya sensitif enggak bisa pake karet busuk lo itu," ujarnya kemudian mengambil alih rambut Volna dengan lembut. Takut menyakiti Volna. Volna sendiri memutar kepalanya menatap laki-laki dengan suara familiar.
"Xan-" Volna berhenti berbicara ketika Xander dengan halus memutar kepalanya. Mengikatnya dengan perlahan dan menjepitnya dengan sebuah jepit rambut dengan gantungan kecil berbentuk lumba-lumba berwarna biru dan merah muda di sana.
"Duduk." Xander memerintah Jerico untuk kembali ke tempat duduknya dan dirinya sendiri duduk di sebelah Volna yang masih berusaha untuk menggapai sesuatu yang dijepit oleh Xander di sana.
Tangan Volna ditarik dan di genggam oleh Xander supaya tidak terus-terusan berusaha untuk mengacak rambutnya yang sudah dijepit dengan baik oleh Xander.
"Traktiran ini sebagai permintaan maaf, kan ? Kenapa enggak ngajak gue ? Lo cuma merasa bersalah sama tunangan gue ?" Xander bertanya dengan nada yang penuh penekanan di bagian 'tunangan'.
"Kebetulannya ketemu sama calon pacar, sih. Jadi, sekalian ajak makan siang." Jerico tidak mengenal arti takut. Dirinya malah menantang balik Xander yang sudah jengkel. Volna menahannya kemudian menggelengkan kepalanya.
"Jer, kakak masih nanggepin kamu karena kamu temennya Alan. Lagipula kamu harusnya cari pacar yang seumuran sama kamu. Kakak sama Kak Xander juga udah mau nikah. Masa kamu mau merusak rumah tangga orang ?" tanya Volna dengan lembut membuat Xander tersenyum puas dengan jawaban dari Volna. Jerico menatap Volna dengan tatapan sedih.
"Aku cuma mau sama, kakak. Lagipula, kan baru tunangan belum nikah. Orang nikah aja bisa cerai kenapa yang tunangan enggak bisa batal?" jawaban Jerico semakin berani. Volna menahan tangan Xander dan menyakinkan Xander agar tidak gegabah. Toh, ini hanya anak kecil.
"Terserah kamu. Satu hal yang harus kamu tau usaha kamu bakal sia-sia. Kayaknya makan siang ini sampai di sini aja karena kakak merasa enggak enak makan sama orang yang enggak mau dengerin ucapan kakak." Volna berdiri dan mengajak Xander untuk berdiri pula.
Xander melihat ke arah Jerico yang masih menatap mereka berdua. "Makan dengan tenang. Enggak usah mikirin bayaran. Cafe nya punya gue." Jerico mengepalkan tangannya jengkel. Setelah mengucapkan itu, Xander dan Volna keluar dari sana sembari masih bergandengan tangan.
***
Lanjut ? Yes or No ?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite boy
Teen Fiction[Finish, tidak lengkap, segera terbit] "Gimana kalau kita pacaran?" Volna hanya ingin menjalani hidupnya tanpa ada masalah apa pun. Suatu saat, dia bertemu dengan Xander yang menurutnya menyebalkan selalu ingin mendapatkan hatinya. Berbagai masalah...