HAPPY READING!
"Volna, memang kamu serius mau ikut papa? Memang Volna mau ninggalin Alan sendirian." Mata Volna membulat dia mendongakan kepalanya yang masih berlinang air mata.
"Ah, iya Alan." Volna menutup wajahnya dengan kedua tangannya menghapus air matanya yang terus menetes. Dia melupakan Alan padahal selama ini pegangannya hanya Alan. Apa yang membuat Volna menangis tadi?
Volna memeluk ayahnya. "Volna mau ketemu Alan. Harus." Ayahnya tersenyum perlahan bayangan ayahnya menghilang.
"Balik Volna. Belum saatnya kamu di sini."
***
Volna sudah tidak dalam kondisi kritis membuat Mama Xander menghela napas panjang. Mama Xander baru selesai makan dan langsung mendapat berita tidak mengenakkan. Seminggu kemudian Volna sadar dan seminggu juga Xander mengomel tidak menyukai wajah gadis itu. Ucapan pertama yang diucapkan Volna saat pertama kali bangun adalah Alan.
"Terima kasih Tante. Saya masih enggak ingat wajah Tante." Volna berusaha tersenyum sambil mengelus kepala Alan yang sudah tertidur pulas. Alan kangen sekali dengan kakaknya itu. Waktu Alan melihat Volna bangun Alan langsung menangis tidak berhenti. Di bercerita banyak hal bahkan Alan mendapat nilai sembilan puluh delapan pun dia ceritakan.
"Alan enggak dapat seratus Kak Na. Nanti kalau Alan enggak naik kelas gimana," ucap Alam sambil mengusap air mata menggunakan lengan baju miliknya.
"Mama, Kak Xan kok enggak ngomong apa-apa?" Alan juga yang membuat Xander menoleh dan menatap manik mata Volna. Alan membuat keributan sehingga Volna akhirnya menenangkan Alan untuk tidur saja dan disinilah sekarang Alan sudah tertidur dengan pulas.
"Saya enggak ingat sama sekali Tan. Tapi, sepertinya saya dekat dengan kalian. Alan bahkan sudah memanggil tante dengan sebutan mama." Volna masih mengelus kepala Alan sekaligus menyelimutinya. Mama Xander hanya tersenyum.
"Gue juga enggak kenal sama lo. Lo akting kalik." Xander angkat bicara tidak lama kemudian Xander dipukul oleh Mamanya.
"Ma, anaknya Mama siapa sih?" Xander cemberut dia mengusap lengannya yang sakit. Sementara Volna menatapnya kebingungan.
"Apa lo lihat-lihat? Gue emang ganteng." Volna menaikan alisnya, memang ada cowok senarsis dia? Aneh.
"Xander diem. Mama keluar dulu." Raut wajah Mamanya langsung berubah saat melihat Volna. " Volna, Mama keluar dulu ya?" Volna mengangguk lalu tersenyum setelah pintu tertutup Volna menggeser dirinya dan turun dari kasurnya dengan agak kesusahan. Membiarkan Alan menguasai kasur itu. Volna duduk di kursi yang berada di sebelahnya.
"Heh, jangan nyusahin. Lo itu masih sakit. Pake turun-turun segala dari kasur." Xander mengomel membuat Volna menatapnya tidak suka.
"Lo cowok mulutnya kayak cewek. Berisik banget. Entah kenapa juga gue dulu bisa kenal lo." Xander menatap Volna sinis.
"Dih, gue juga ogah kenal sama lo. Lo kali. yang deketin gue. Sok lupa ingatan." Volna ingin memukul cowok yang ada di sebelahnya itu. Volna jadi tidak mau ingat kenangan apa yang membuat dia bisa mengenal cowok narsis di depannya itu.
"Heh. Muka lo aja sejelek itu. Sok ganteng banget jadi orang. Gue siram juga lo pake air panas." Volna mengepalkan tangannya di udara sambil mengayunkannya pelan seolah hendak memukul cowok narsis itu.
"Enak aja Lo. Muka gu–" Volna meletakan ujung telunjuk di bibirnya meminta Xander untuk diam. Alan bersuara aneh kemungkinan merasa terganggu dengan suara bertengkar mereka. Volna mengelus kembali rambut Alan hingga adiknya kembali tenang.
Volna menarik infusnya untuk mengikutinya. Cewek itu berjalan perlahan ke kamar mandi. Xander awalnya tidak peduli. Dia memainkan ponselnya tetapi, suara jatuh yang keras membuat Xander langsung melompat dan berjalan menuju ke kamar mandi.
"Ati-ati makanya. Jatuh kan." Xander mengomel lalu memapah Volna untuk duduk di kasur miliknya. Volna hanya diam sakitnya menjalar hingga ke tulangnya.
"Thanks." Setelah merasa agak baik Volna berusaha turun dari kasur Xander tetapi dicegah oleh cowok itu.
"Diem di sini. Enggak usah ngerasa sok kuat." Xander mengambil gantungan infusnya dan duduk di sofa panjang yang biasa digunakan untuk menunggu pasien.
"Lo ngapain ngeliatin gue? Tidur." Xander berujar galak membuat Volna akhirnya diam dan menurut. Cewek itu menarik selimutnya dan berusaha memejamkan matanya.
"Kayaknya bener deh." Volna berbicara membuat Xander mendongakkan kepalanya.
"Apanya?"
"Lo yang ngejar-ngejar gue dulu," ucap Volna membuat Xander meletakan ponselnya tidak terima.
"Habis jatuh jadi halu? Otak lo gangguan lagi?" Xander berbicara dengan nada yang agak tinggi karena kesal.
"Ya, kelakuan lo kayak perhatian banget." Volna berujar mengungkapkan fakta yang baru saja terjadi.
"Menurut lo, kalau lo lihat di depan mata lo ini. Ada orang jatuh emang lo enggak nolongin?" Xander berujar galak membuat Volna nyengir dan menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya.
Setelah beberapa. minggu akhirnya Volna sudah boleh pulang dari rumah sakit. Kondisinya sudah sehat meskipun belum mengingat apapun. Xander sendiri sudah masuk sekolah seminggu yang lalu karena dia yang sadar terlebih dahulu.
"Terima kasih Tan. Saya berhutang budi banyak sama tante. Saya bakal bayar uang rumah sakitnya secara bertahap." Volna membungkuk mengucapkan terima kasih yang teramat sangat.
"Jadi menantu Mama aja Na. Enggak perlu utang budi segala." Volna tersenyum tipis tidak enak kalau langsung menunjukan wajah julid.
"Tante sukanya bercanda. Saya pamit masuk dulu Tan." Volna membungkuk lagi lalu berbalik dengan cepat membuka pintu dan masuk ke dalam rumahnya.
Volna menatap rumahnya dengan asing sepertinya dia sudah sangat lama tidak tinggal di sini. Volna mulai membersihkan perabotan dan kamarnya. Dia juga mulai menghidupkan ponselnya. Banyak notifikasi yang muncul salah satu yang menarik perhatiannya adalah notifikasi dengan nama Bos Fey di sana. Volna tidak merasa pernah bekerja otomatis dia tidak memiliki atasan.
Bahkan chat itu menunjukan bahwa Volna benar-benar sudah lumayan lama bekerja di sana.
[ Selamat Pagi Bos Fey. Saya Volna maaf lama sekali memberi kabar. Saya habis terkena kecelakaan yang membuat saya harus opname di rumah sakit dan sepertinya saya lupa bahwa saya pernah bekerja di sini … Saya bekerja dimana ya? ]
Beberapa detik kemudian Fey membalas dengan nada heboh membuat Volna berpikir bahwa dia yang seolah menjadi atasannya.
[ Volnaaaa. Lo akhirnya sadar? Gilaa sihh lo juga hilang ingatan? Cape sama kalian berdua… herann asli. Lo kerja di cafe sebagai pelayan.. gue sherlock ya untuk tempatnya. Gue kangen banget asli sama lo huhuuu… ]
Volna merasa agak geli membacanya tapi, setidaknya dia sudah mempunyai pekerjaan jadi dia tidak harus pusing untuk memikirkan biaya hidupnya dan Alan.
Sekarang yang harus Volna lakukan adalah mengejar ketertinggalan mata pelajaran yang menggunung. Apakah Volna akan frustasi saat menjalaninya Volna juga tidak tahu. Hari-hari yang biasa akan terulang kembali. Volna harus semangat.
***
Lanjut? Yes or No?
Kalian tidak merasa tergantungkan ya kan. Semoga tidak :")
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite boy
Teen Fiction[Finish, tidak lengkap, segera terbit] "Gimana kalau kita pacaran?" Volna hanya ingin menjalani hidupnya tanpa ada masalah apa pun. Suatu saat, dia bertemu dengan Xander yang menurutnya menyebalkan selalu ingin mendapatkan hatinya. Berbagai masalah...