HAPPY READING!
Rambut setengah basah dan seragam yang rapi oh, bukan cuma itu, senyum Xander yang manis entah kenapa membuat jantung Volna berdegup kencang.
"Ganteng banget kamu." Sudah jelas itu bukan Volna yang berbicara tapi isi hati Volna seolah terucapkan. Terwakilkan oleh Mamanya Xander.
"Anak Mama kan memang ganteng. Kalo Xander enggak ganteng emang Mama bisa cantik?" tanya Xander sombong sambil duduk di kursi sebelah mamanya.
"Kebalik Xander. Mama jual juga kamu." Gemas, kuping Xander kini menjadi target. Kupingnya memerah, panas.
"Sakit Maa." Volna tertawa melihat Xander kesakitan dan langsung terdiam ketika mata mereka bertatapan.
"Nana juga cantik. Xander ganteng. Jodoh enggak sih Na?" Xander menopang kepala dengan kedua tangannya, bertingkah lucu sekaligus menetralkan pusingnya yang semakin jadi.
"Ini anak, Mama masih di sini ya. Alan juga jadi lihat nih. Kamu itu ngajarin yang enggak-enggak."
"Alan enggak denger, Alan makan kok." Alan menatap kakaknya bergantian dan meringis menunjukan seluruh giginya. Semuanya menjadi tertawa mendengar perkataan Alan.
Volna sudah berdiri setelah canda tawa menghiasi sesi makan mereka, Mereka harus sekolah dan Mamanya harus kembali sendirian. Walaupun sebenarnya tidak sendirian juga ada banyak pengurus di rumahnya.
"Pak, anterin Alan aja ya. Saya sama Nana sendiri aja." Pak Man mengangguk lalu mengandeng tangan Alan untuk mengikutinya ke mobil yang sudah dipersiapkan.
Mama Xander langsung menarik lengan Xander lalu berbisik. "Kamu pusing kan? Nanti kalau kenapa-kenapa gimana?" Xander menyingkirkan tangan mamanya dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
"Bandel pake banget." Mamanya memanggil Sherly setelahnya lalu membisikan sesuatu dan dijawab dengan anggukan mengerti.
Xander berlari kecil menuju ke mobil yang sudah dikeluarkan oleh pengurusnya membukakan pintu untuk Volna.
"Ayo masuk."
"Makasih Xander. Aneh-aneh aja pake dibukain segala." Volna tersenyum dan masuk ke dalam mobil meletakan tasnya di pangkuannya.
"Biar Nana enggak repot," ucap Xander lalu tersenyum sebelum menutup pintu mobil Volna bergegas masuk ke dalam mobil dan menjalankannya.
Volna menatap jalanan dengan bosan lalu mengajak Xander berbicara, awalnya biasa saja sampai Xander akhirnya menepikan mobilnya. Berhenti dan menekan perlahan kepalanya, pusingnya bukannya hilang malah main menjadi-jadi.
"Xan." Volna panik, dia langsung mencopot sabuk pengamannya dan mendekatkan tubuhnya ke arah Xander, memegang tangan Xander yang menutupi wajahnya dengan panik.
"Pusing," keluh Xander lirih padahal dia ingin baik-baik saja tidak peduli dengan ini. Tapi, kepalanya tidak bisa diajak bekerja sama.
"Pusing." Xander mengeluh lagi, kali ini menyandarkan kepalanya ke pundak Volna, bahkan Volna merasa tubuh Xander sangat panas, demam.
"Xander, duduk belakang aja ya. Tiduran." Volna mengelus punggung pacarnya itu khawatir.
Mau mengomel sepertinya waktunya tidak tepat, memang pacarnya ini sangat keras kepala.
"Kalau gerak sedikit, tambah pusing." Xander berujar pelan masih dalam posisi yang sama. Volna tidak tau harus apa, jadi dia membujuk untuk mereka pindah ke belakang dan akhirnya Xander mengiyakan.
Xander dengan wajah yang sudah berubah warna menjadi merah langsung berbaring di paha Volna dan Volna mengelus kepala Xander perlahan berharap bisa mengurangi rasa pusingnya.
Volna tidak tau harus berbuat apa, takut kalau misal dia bermain ponsel Xander tambah pusing akibat cahaya dari ponsel. Akhirnya dia memilih memejamkan matanya, berharap Xander sudah tidak demam lagi.
Pintu diketuk, membuat Volna membuka matanya dan melihat ke sumber suara, menemukan Pak Man mengetuk dan tersenyum sopan. Volna melihat Xander yang sudah terlelap, sesekali mengerutkan keningnya sepertinya pusing itu masih berasa.
Volna buru-buru membuka jendela dan tersenyum cerah. "Bapak kok tau kita di sini?" Pak Man hanya tersenyum tipis lalu menjelaskan.
"Saya diperintahkan oleh Nyonya buat mencari kalian karena sejak tadi pagi tuan sudah merasakan pusing. Saya ijin untuk mengantarkan kalian ke rumah ya?" Volna mengangguk mengiyakan membertahu juga bahwa kuncinya masih berada di tempatnya.
Pak Man masuk dan mulai menghidupkan mobilnya, melaju perlahan agar tuannya tidak tambah merasakan pusing dan bisa tidur dengan tenang.
Tidak jadi sekolah dan Xander yang sakit membuat Volna kepikiran setengah mati. Xander yang keras kepala menolak untuk makan dan minum obat membuat Volna bolak-balik untuk membujuknya.
"Ayo Xan, dimakan." Biasanya Xander tetap akan membuka mulutnya kalau Volna yang memberi, tapi kali ini tidak dia malah menggeleng kuat.
"Ayo ih, kalau enggak makan nanti tambah sakit." Volna sudah mulai mengomel, tadi waktu disuapi oleh mamanya dia menolak meminta untuk Volna saja yang menyuapinya. Waktu sudah Volna yang memegang alih Xander tetap tidak mau makan.
"Makanannya enggak enak Na, enggak ada rasanya." Xander mengeluh, rasa buburnya benar-benar pahit seperti memakan makanan busuk.
"Kalau enggak makan malah tambah enggak bisa ngerasain makanan enak Xander. Ayo. Satu suap aja." Volna kembali menjejalkan sendok yang berisi satu sendok penuh ke mulut Xander.
"Pahit banget."
"Kalau enggak mau makan ya udah, enggak usah. Aku juga enggak mau ngurusin anak bandel." Volna sudah cemberut dan berdiri meninggalkan Xander yang masih terkapar di kasurnya.
"Loh, Nana. Jangan. Iya ini Xander makan kok." Xander kelabakan, pacarnya sudah marah-marah. Kalau diteruskan ngeyelnya dia akan kehilangan kesempatan untuk disuapi dan dirawat oleh Volna.
"Nah ayo, habisin. Aku suapin." Volna mulai menyodorkan sesendok bubur dan dengan berat hati Xander membuka mulutnya.
"Lima sendok aja ya Na."
"Dihabisin Xander. Biar cepet sembuh." Volna mengomel, sangat kesal.
"Nanti kalau udah sembuh Xander boleh ngajak Nana kemana aja. Enggak ada penolakan apapun. Gimana?" Volna berucap sambil sesekali membersihkan bubur yang terus-terusan keluar dari mulut Xander.
"Beneran ya Na?" Mulut Xander mulai terbuka lagi tidak menolak kesempatan Volna langsung memasukan satu sendok penuh bubur ayam yang sedari tadi ditolak.
"Iya. Habisin tapi dan harus sembuh." Wajah Xander yang pucat kini sedikit berwarna saat dia mendengar ucapan Volna, Xander bisa mengajaknya untuk ke mall untuk membelikan pacarnya itu saham atau brand yang menjual baju edisi terbatas memikirkannya saja Xander sudah senang.
"Nih, gelasnya pegang dulu." Volna menyodorkan gelas yang berisi air dan mengambil obat yang harus diminum oleh Xander sekarang, membuka pembungkusnya dan menyodorkannya ke Xander.
"Habisin habis itu tidur." Xander dengan patuh memasukan obat ke dalam mulutnya dan meneguk air minum yang tadi disodorkan Volna.
Xander meletakan gelasnya dan berbaring tidur, menatap Volna yang membereskan mangkuk dan gelas.
"Nana, di sini aja ya. Kalo enggak nanti aku enggak mau tidur aja." Volna menoleh lalu akhirnya mengiyakan, demi pacarnya biar enggak rewel.
Volna pamit dulu untuk mengambil ponsel dan bukunya untuk belajar, Xander mengangguk lalu mulai memejamkan matanya. Beberapa saat dia kembali dengan buku dan ponsel meletakannya di meja belajar Xander dan duduk di sana.
***
Lanjut? Yes or No?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite boy
Teen Fiction[Finish, tidak lengkap, segera terbit] "Gimana kalau kita pacaran?" Volna hanya ingin menjalani hidupnya tanpa ada masalah apa pun. Suatu saat, dia bertemu dengan Xander yang menurutnya menyebalkan selalu ingin mendapatkan hatinya. Berbagai masalah...