HAPPY READING!
Volna tersenyum canggung setelah dirinya berada di cafe yang terlihat mewah ini. Anak sekolahan mana yang bisa membuka cafe sambil masih bersekolah. Kalau Volna sendiri dia juga bakal membuka cafe saja enggak perlu sekolah-sekolah segala.
"Volna, sini. Gimana kabarnya? Gue Caca inget enggak?" Volna belum menjawab kepalanya sudah. langsung ditempeleng oleh seseorang dari dapur yang muncul tiba-tiba.
"Sakit Niel, gue bakar juga tangan lo," Caca mengamuk sambil mencubit lengan Niel yang berada di sebelahnya membuat cowok itu mengaduh kesakitan.
"Nenek lampir. Lo juga harusnya mikir. Si Volna aja baru dari rumah sakit enggak inget apa-apa. Malah lo tanya, inget gue enggak. Ya, menurut lo jawabannya apa?" Niel mengaduh kesakitan hingga tangan Caca sudah tidak mencubit lengannya lagi. Kelihatannya lengannya sudah membiru dengan kekuatan sumo milik Caca.
"Volna." Seorang pria tinggi seperti anak kuliahan melambaikan tangan kearahnya. Pria itu langsung merangkul Volna membuat para pegawai disana mendelik.
"Bos Fey enggak takut dihajar lagi sama macan?" Caca menutup mulutnya dibuat seolah berbisik walaupun suaranya tetap terdengar keras.
Fey tertawa kembali melakukan hal yang sama dengan Caca berbisik dengan suara keras. "Pemiliknya enggak sadar. Lumayan kapan lagi gue bisa ngobrol sama Nana secara bebas."
Pegawainya tidak sempat berbicara lagi karena Fey sudah meminta Volna untuk ke ruangannya. Fey menjelaskan pekerjaan apa saja yang akan dilakukan dan Volna mengangguk paham.
Laki-laki dengan setelan kaos yang dipadu dengan hem yang tidak dikancingkan melihat jamnya untuk kedua kalinya. Lalu, pamit untuk mengambil barangnya yang tertinggal dan Volna diminta disana.
Volna mengangguk dan melihat sekitarnya ruangan serba hitam yang tidak asing. Volna merasa pernah berada disini mungkin beberapa kali. Lamunannya dibuyarkan oleh seseorang yang masuk tanpa mengetuk pintu.
"Lo ngapain di sini?" Orang itu berujar galak sementara Volna menatap manusia didepannya tidak peduli.
"Gue disuruh sama Bos Fey. Kenapa lo sewot." Volna menyembur dengan ucapannya yang tidak kalah galak. Entah kenapa emosinya selalu memuncak saat melihat wajah pria di depannya ini. Sangat menyebalkan.
"Ini ruangan gue. Keluar lo." Volna memang harus sabar. Volna sabar disayang Alan. Volna tidak menunjukan adanya tanda untuk beranjak. Cewek itu malah menatap pria tinggi yang selalu mengomel dengan tatapan menantang.
"Gue tadi disuruh sama Bos Fey nunggu di sini. Kalau memang lo mau gue pergi panggil Bos Fey suruh dia minta gue buat keluar," ujar Volna dengan sinis membuat Xander tidak bisa berbicara apapun. Dirinya akhirnya mengalah, duduk di tempat Fey sebelumnya duduk dan berusaha mengabaikan Volna yang berada di depannya.
Padahal biasanya Xander yang paling ditakuti di sini. Terlepas umurnya yang masih terbilang muda dari manusia yang berada di cafenya cowok itu tetap yang paling berkuasa. Cuma perempuan aneh yang berada di depannya ini yang selalu melawan. Sangat menyebalkan.
Beberapa saat kemudian Fey datang membuat Volna menarik senyumnya, senyum yang bahkan dari awal tidak pernah diberikan untuk Xander.
Ah, sial. Apa sih? Memang cewek itu harus tersenyum padanya? Xander mendumel dalam hati.
"Mungkin lo bisa kerja Na sekarang. Tugasnya udah paham, kan?" Volna berdiri dan mengangguk berjalan menuju ke arah Fey tanpa berbalik untuk sekedar berpamitan dengan Xander.
Sampai pintu ditutup Volna sama sekali tidak melihat ataupun berpamitan membuat Xander melempar bolpoinnya ke arah pintu yang sudah tertutup. Melampiaskan emosinya sendiri.
Xander cemberut ketika melihat pintu dibuka dan batang hidup Fey yang muncul. "Lo enggak apa-apa, kan kalau Nana kerja di sini?" Xander menggulirkan kedua bola matanya malas.
Entah kenapa, ketika mendengar Fey memanggil perempuan gila itu dengan sebutan Nana hatinya jadi panas sendiri. Apa-apaan coba padahal memang itu namanya. Kenapa Xander harus emosi hanya karena Fey menyebut namanya?
Tidak terlalu mau untuk berpikir keras akhirnya Xander keluar dari ruangannya melihat kondisi cafenya. Cowok itu duduk di kursi pelanggan matanya terfokus ke arah perempuan yang dirasanya menarik perhatiannya.
Setiap langkah cewek berambut panjang yang diikat dengan sebuah karet membuat Xander menyinggungkan senyumnya selalu seperti itu.
Sedetik kemudian Xander langsung merubah raut wajahnya. Dia jadi perang dengan batinnya sendiri.
"Kenapa gue senyum-senyum, sialan." Xander mengusap wajahnya kasar. Dia jadi harus mengakui bahwa wajah perempuan itu tergolong cantik bahkan senyumnya membuat Xander tidak bisa berpaling.
"Gue? Suka sama cewek itu? Gila aja." Xander membatin sambil menopang dagunya menatap Volna yang kesana kemari membawa pesanan.
"Gila sih, apa bagusnya ini cewek. Gue kebanyakan makan obat kayaknya di rumah sakit." Xander berbicara kecil dan selama seharian penuh kegiatan Xander hanya mengomel dengan labil. Kadang memuji kadang memaki membuat Fey yang melihatnya menggelengkan kepalanya prihatin.
Volna merenggangkan tubuhnya setelah dia berhasil mengepel satu ruangan di cafe yang tergolong lumayan luas. Cukup melelahkan setidaknya dia akan pulang setelah ini.
Teman-temannya yang tergolong lebih tua sudah berkemas dan Volna ikut berdiri di lokernya sendiri. Mengemas semua barangnya dan berjalan keluar bersama dengan rekan kerjanya.
Fey melirik Xander dengan wajah biasanya. Tidak ada inisiatif ataupun kebucinan di matanya. Fey sepertinya harus membantunya.
"Nana, lo gue anter pulang aja, yuk?" Volna yang diajak bicara menatap ke arah Fey kebingungan. Tinggal dirinya dan dua manusia yang berada di sana Xander dan Fey. Dirinya agak ragu dan akhirnya menolak dengan agak tidak enak hati.
"Enggak apa-apa. Santai aja, gue bisanya juga nganterin lo pulang kok." Fey merangkul Volna sok asik membuat Volna meringis tidak nyaman.
Xander berdecak melihat dua manusia di sampingnya malah kasmaran. Tidak tahan lagi, Xander mengajak Fey untuk berbicara. Mungkin lebih tepatnya diseret karena Xander merangkul lehernya untuk mengikutinya.
"Ganas banget lo. Kenapa sih? Gue mau ngajak pulang Nana lo malah nyeret gue ke sini." Fey berdecak sebal sementara Xander menatapnya tidak suka.
"Lo boleh gonta-ganti cewek. Gue enggak ngelarang. Tetapi, lo enggak bisa ngelakuin hal yang sama ke cewek yang satu itu." Xander tidak menyebutkan namanya, masih merasa tidak nyaman untuk memanggil nama perempuan yang selalu berhasil membuat dia emosi.
"Kenapa? Lo juga enggak suka sama dia, kan? Kalau dia baper sama gue tenang aja. Gue tanggung jawab juga kok." Xander mengepalkan tangannya. Benar adanya kalau dia tidak menyukai perempuan ganas itu, tetapi hatinya kenapa kesal saat Fey hendak mendekatinya?
"Lo bilang, kan waktu itu kalau dulu gue dulu pacaran sama dia. Gue sebagai pacarnya, minta lo buat jaga diri buat enggak deketin pacar gue." Xander berucap sungguh-sungguh membuat Fey terdiam seketika.
***
Lanjut? Yes or No?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite boy
Teen Fiction[Finish, tidak lengkap, segera terbit] "Gimana kalau kita pacaran?" Volna hanya ingin menjalani hidupnya tanpa ada masalah apa pun. Suatu saat, dia bertemu dengan Xander yang menurutnya menyebalkan selalu ingin mendapatkan hatinya. Berbagai masalah...