MFB 17 - Mobil dan genggaman tangan

125 28 67
                                    

HAPPY READING!

Xander mendekatkan wajahnya ke wajah Volna dan mereka hanya diam di beberapa waktu, Volna menahan napasnya gelagapan sendiri.

"Ekhem, sorry tapi Volna harus kerja pegawai kita ada yang baru istirahat," Fey berdehem, membuat Volna mendorong Xander dan salah tingkah, Xander menatap tajam Fey kesal membuat cowok itu langsung melihat ke langit-langit atap sambil bergumam sendiri.

"Cih." Xander berjalan keluar dan menggerutu dalam hati, dia duduk di salah satu bangku pelanggan mengamati beberapa pelanggan, mencari gosip tentang cafenya.

"Na, lo udah ngirim makanan di meja empat?" tanya Lucia, salah satu pegawai cafe, saat dia kembali meletakan nampan, dia mengangguk lalu menerima sodoran piring lagi.

"Anterin ke meja empat lagi sama nanti minta tolong panggil Xander ke sana ya."

"Buat apa?"

"Udah cepet aja."

Volna mengangkat nampan dan mengantarkannya kembali ke meja nomor empat dan sesekali melirik dan tersenyum ramah ke orang tersebut.

Volna mendekati meja Xander dan meminta untuk menemui orang yang berada di meja empat. Xander mengangguk paham dan langsung bergegas ke sana mencari seseorang yang berada di sana mengunyah sepotong roti dan menatap lurus ke depan.

Xander memulai percakapan dan raut wajahnya terlihat terkejut lalu dengan cepat berganti dengan wajah malas. Volna mengintip dari dekat dapur tidak bisa mendengar percakapan di sana.

"Lo ngapain?" tegur Lucia lagi membuat Volna terkejut hampir menjatuhnya nampan yang dia pegang.

"Berdiri aja sih."

"Gue kira ngelihatin Xander." Volna meringis lalu ijin ke kamar mandi, membuat Lucia tertawa, wajah Volna menunjukan semuanya dia harus memberi tau bosnya untuk menjelaskan apa yang terjadi, biar Volna enggak kepikiran lagi.

Xander hanya diam dan menatap lurus cewek di depannya itu dengan tidak suka sementara cewek di depannya membahas sesuatu yang membuat Xander kesal.

"Dibilang, gue enggak mau." Xander menatap datar cewek di depannya.

"Lo juga masih sekolah kan?"

"Sekolah atau enggak. Kenapa lo harus tau."

"Gue udah kasih penawaran yang lo juga untung, tinggal teken kontrak. Ribet banget."

"Mending lo bayar roti sama teh lo itu terus pergi, enggak perlu bahas kontrak lagi. Karena cafe ini enggak bakal gue jual." Cewek itu meneguk tehnya hingga kandas dan mengeluarkan uang untuk membayar teh tersebut dan meletakannya di meja lalu berdiri dan tersenyum.

Dia menyelipkan kartu namanya di sela-sela jari Xander. "Hubungi gue kalau berubah pikiran." lalu dia pergi keluar dan menghilang dari pandangan Xander.

***

"Ciee, habis ketemu cewek cieee," ucap Volna sambil tersenyum ketika Xander berjalan ke arah kasir dan Volna meletakan nampan setelah mengantar pesanan.

Xander bukannya memprotes malah tersenyum, membuat hati Volna semakin dongkol.

"Cemburunya gemes banget. Itu tante gila Na, tiap kali dateng nyuruh cafe ini dijual mulu, bukannya seneng malah sepet tau." Xander menjelaskan sambil mengacak-acak rambut Volna gemas, Volna menatapnya tidak percaya.

"Deketin aja, gebet gitu. Tantenya juga cantik kok."

"Selera aku enggak yang cantik kayak gitu ya Na."

"Berarti aku jelek? Terus tantenya berarti cantik ya?" Xander menggeleng cepat, tidak menyetujui perkataan Volna sama sekali.

"Aku sukanya cuma kamu dan kamu yang paling cantik, jadi menurut aku yang lain jelek. Habis mamaku sih." Volna tersenyum menyukai jawaban Xander setidaknya itu membuat hatinya lega.

Mereka kembali bekerja dan Volna menatap Alan sesekali yang sudah tertidur di mejanya, ingin menggendongnya tapi setiap Volna sentuh dia menggerutu, Volna takut kalau itu menganggu tidurnya.

"Ayo, pesta kita harusnya ada pesta ih buat ngerayain kamu masuk cafe Na." Mereka semua sudah berganti pakaian dan bersiap pulang, Alan juga sudah bangun walaupun dengan wajah kusut dan menggandeng tangan Volna.

"Apa enggak ngerepotin, enggak usah aja enggak apa-apa kok." Volna berusaha menolak, agak canggung. Xander merangkul bahu Volna dan menyetujuinya.

"Oke, gue traktir kalian bisa makan sepuasnya." Jawaban Xander membuat semua pegawai bersorak gembira, Volna hendak memprotes tapi Xander langsung menariknya, mengajaknya untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Kalian naik mobilnya Fey tuh, jangan di sini," ucap Xander mencegah para pegawai untuk masuk ke dalam mobilnya, dia ingin berduaan dengan Volna walaupun sebenarnya bertiga, dengan Alan di belakang.

Para pegawai senyum-senyum sendiri, tau maksudnya dan akhirnya pergi ke mobil Fey yang memang lumayan luas jadi mereka bisa masuk ke dalamnya, walaupun tidak semuanya ada yang saat berangkat kerja tadi menggunakan sepeda motor, jadi dia berangkat ke restoran juga dengan sepeda motor miliknya.

Mereka semua sudah berangkat di lokasi yang sudah ditentukan tadi, Alan menatap jalanan yang mereka lalui tanpa bersuara.

"Alan, sabuknya dipake ya. Nanti jatuh." Volna menasehati Alan ketika dia sudah masuk ke dalam mobil dan menarik sabuk miliknya sendiri.

Mobil Xander di paling belakang, mereka sengaja terakhir karena Xander perlu untuk mengunci pintu cafe terlebih dahulu.

"Itu acara wajib Na, enggak usah mikir mau ganti uang aku," ucap Xander tiba-tiba memecahkan keheningan ketika mereka sudah berangkat dan berjalan agak lama, ucapan Xander membuat Volna langsung menengok ke kanan, agak terkejut karena Xander bisa membaca pikirannya.

"Kok tau?" Xander menaikan kedua bahunya, enggan menjawab.

"Ck, Xan. Kok bisa tau?" Xander masih menatap lurus jalanan dan tidak memberi jawaban sama sekali, sepatah katapun tidak diucapkan.

Volna mencembikan bibirnya kesal dia menatap ke luar jendela sudah tidak berminat untuk mengulang pertanyaannya.

"Dari mukamu tuh ada tulisannya besar banget," ucap Xander terjeda lalu kembali melanjutkan. "Uangnya nanti ganti darimana ya?" Volna masih menatap tidak percaya.

"Kok bener?"

"Iyalah, Xander gitu loh."

Xander tertawa puas ketika melirik wajah Volna yang terlihat kebingungan. Xander membawa mobil dengan kecepatan sedang dan tidak sadar bahwa ada mobil yang mendahuluinya dan berbelok secara tiba-tiba membuat Xander membulatkan matanya dan langsung menginjak rem kuat-kuat.

Semua terdorong ke depan tangan kiri Xander langsung menarik bahu Volna agar tidak ikut terdorong ke depan. Volna terlalu tekejut sampai saat mobilnya berhenti dia masih tidak berkata apapun.

"Nana, gimana? Ada yang sakit?" tanya Xander dengan panik setelah dia membuka sabuk pengamannya dan memegang tangan Volna yang dingin.

Mobil yang menyebabkan kemacetan itu sudah menghilang dan Xander sudah di klakson oleh beberapa pengendara yang ada di belakangnya. Xander memegang tangan Volna dengan tangan kirinya dan mulai menancapkan gas kembali.

"Xan, udah lepasin aja tangannya." Volna akhirnya bersuara setelah beberapa saat dan menarik tangan yang terus digenggam oleh Xander daritadi.

"Enggak mau." Xander mengeratkan tangannya, menggenggam dengan kuat seolah takut kalau dilepas ada hal buruk lagi terjadi, kini matanya benar-benar fokus ke jalanan.

"Alan enggak apa-apa?" tanya Volna memalingkan wajahnya ke arah belakang dan Alan sendiri mengangguk.

"Alan tadi kedorong dikit Kak Na, tapi enggak apa-apa." Alan mengacungkan jempolnya dan Volna menampilkan senyumnya sebagai jawaban.

"Alan, nanti kalau ada yang sakit lapor aja ya," ucap Xander. "Kamu juga Na, kalau ada yang sakit bilang." Xander makin mengeratkan genggaman tangannya, merasa khawatir.

"Iya iya."

Lanjut? Yes or no?

My Favorite boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang