HAPPY READING !
Volna menatap Xander dan mencubit pinggan cowok itu dengan jengkel. "Enggak usah gombal, deh ! Bikin khawatir orang aja," ujar Volna mendumel dengan wajahnya yang cemberut membuat Xander gemas sendiri.
"Jadi, Nana khawatir sama aku ?" tanya laki-laki berkaos putih yang sudah penuh dengan keringat itu membahas perkataan Volna yang terakhir.
Wajah Volna memerah, kemudian memukul Xander dengan salah tingkah. "Apaan, sih ? Pulang."
Xander teringat dengan perkataan gurunya tadi, setelah pulang sekolah dirinya bisa melihat CCTV yang membuat baju Volna terkena kuah soto, dirinya tidak boleh melewatkan hal tersebut.
"Nana, jangan pulang dulu. Ayo, ke kantor guru kita cek CCTV." Xander langsung menggandeng tangan Volna dan membawanya masuk ke dalam kantor guru.
Sesampainya di sana guru yang menjanjikan syarat tadi langsung mengajak kedua anak itu untuk masuk ke dalam ruangan CCTV dan mengatur timeline yang tepat dimana suasana kantin yang begitu ramai dan terdapat Volna yang sedang membawa kuah soto yang mengepul dan seseorang dengan sengaja tampak mendorong tangan Volna membuat perempuan itu terkejut dan menumpahkan sotonya ke arah badannya sendiri.
"Cewek itu ?" Xander mengepalkan tangannya sembari terus menatap ke monitor.
"Saya sudah memberikan rekaman CCTV nya. Tetapi, itu tidak cukup kuat untuk kalian menyalahkannya. Kantin sangat ramai dan bisa saja itu kesalahan dari Volna yang tidak berhati-hati," ujar guru tersebut dengan nada menyayangkan. Volna setuju, dirinya juga tidak bisa menyalahkan perempuan di layar itu sepenuhnya, dirinya saja yang tidak bisa berhati-hati untuk membawa semangkuk soto.
"Xan, ayo balik." Volna memegang tangan Xander yang masih terkepal marah. Volna berterima kasih kepada guru tersebut dan menyeret Xander untuk keluar dari sana.
"Kita bisa nuntut dia, kan ?" Xander berbicara dengan nada kesal sementara Volna menatap laki-laki itu dengan terkejut.
"Xander, enggak usah aneh-aneh. Cukup tau aja siapa yang ngelakuin. Enggak perlu sampai nuntut. Aku aja biasa aja, kok." Volna membuka tangan Xander yang masih tergenggam dan menautkan jarinya kemudian mengajak Xander untuk pulang saja setelah laki-laki itu membawa tasnya.
Mereka berjalan keluar sekolah dan masuk ke dalam mobil yang ada, kemudian melaju ke rumah Xander. Sesampainya di sana, mereka disambut oleh Mama dari Xander dan terkejut melihat kondisi mereka yang acak-acakan.
"Xander, ke sini dulu." Mamanya menyeret Xander ke tempat yang agak jauh dari Volna dan berbisik.
"Kamu apain Volna ? Nikahin dulu, Xan. Kamu itu, masih sekolah juga." Mamanya marah sementara Xander jadi merasakan dejavu. Dirinya juga pernah dimarahi seperti ini oleh mamanya saat pertama kali mamanya melihat Volna dan Alan.
"Ada yang sengaja bikin seragam Volna kotor, kena kuah soto. Xander cuma pinjemin Nana seragam Xander. Mama pikirannya negatif terus, sih." Xander mendumel sementara mamanya memincing tidak percaya.
"Xander enggak segila itu, Ma." Xander memperingatkan, akhirnya mamanya hanya mengangguk percaya tidak percaya.
"Kamu ke ruangan Papa. Dia udah nunggu kamu dari tadi. Biar Volna mama yang urusin." Mamanya menepuk bahu Xander pelan dan pergi menghampiri Volna. Xander yang mendengarnya hanya menghela napas, ayahnya sudah kembali entah apa yang akan terjadi nanti.
Mamanya sudah mengobrol dengan Volna meminta perempuan itu untuk mandi dan memberikan seragamnya yang terkena kuah soto kepadanya. Volna menuruti dan segera mandi dan mengeringkan tubuhnya. Dirinya sudah kembali wangi dan terbebas dari bau kuah soto, Dengan kaos berwarna biru laut dan celana pendek selutut menambah kesan cantik dengan kulit putihnya.
"Tadi, mama udah nyari album foto yang kamu cari. Ini bukan ?" tanya mamanya menghampiri Volna yang baru saja meletakkan handuk basahnya di jemuran handuk yang ada di depan kamar mandi.
Volna menerimanya, album foto usang berwarna cokelat tua dengan tulisan "Memories" di sana, Volna mengangguk kemudian tersenyum berterima kasih kepada mama Xander dengan tulus.
"Xander dimana, Tan ?" tanya Volna celingukan mencari laki-laki itu. Dia pikir laki-laki itu seharusnya sudah selesai mandi daritadi.
"Dia lagi di ruangan papanya. Entah apa yang mereka lakukan di sana," ujar mamanya tampak khawatir.
Volna jadi ikut khawatir, tapi dirinya hanya bisa menunggu Xander keluar dari ruangan tersebut sembari menunggu, Volna akhirnya pamit untuk masuk ke dalam kamar untuk menemui Alan terlebih dahulu.
"Kak Na !" Alan sudah menyapanya dengan teriakan dan segera berlari ke pelukan Volna. Volna tersenyum dan memeluk Alan dengan sayang.
"Jangan lari-lari Kak Na juga enggak, kemana-mana, loh." Volna terkikik ketika melihat wajah Alan yang begitu lucu dengan pipi yang menggembung. Alan menyodorkan sesuatu di balik badannya, barang yang sedari tadi dia sembunyikan dipunggung.
"Buat Kak Na," ucap Alan dengan senyum merekah. Volna meletakkan album foto yang tadi dia pegang dan mengambil kertas yang disodorkan oleh adik kesayangannya itu. Sebuah gambar keluarga yang tampak utuh, dengan total enam orang di dalamnya dengan pemandangan sebuah rumah yang sederhana namun, tampak hangat.
Alan meminta untuk Volna duduk agar Alan bisa menjelaskan gambarnya.
"Ini Kak Na." Alan mulai menunjuk gambar perempuan yang ada di dalam sana, dengan rambut panjang dan rok berwarna pink muda yang dipadu dengan kemeja dengan warna putih. Alan menggeser jarinya ke sebelah gambar karakter Volna seorang laki-laki yang lebih pendek daripada Volna.
"Ini Alan, terus ini tante mama." Kali ini Alan sudah menunjuk dengan asal, sudah tidak berurutan seperti tadi.
"Ini papa."
"Terus itu Om papa yang tadi pagi mukanya serem banget," ujar Alan dan kini Volna tertawa kencang, wajah ayah Xander yang tampak galak di sana dengan setelan jas.
"Terus, yang di tengah ini Kak Xan, sengaja Alan gambar di tengah soalnya kita, kan bukan keluarga tapi Kak Xan jadi penghubung buat Alan sama Kak Na biar jadi keluarga. Alan biasanya ga suka kalau ada pelajaran menggambar terus disuruh gambar keluarga soalnya nanti cuma gambar Kak Na sama Papa, kertasnya kosong. Tapi, waktu tadi disuruh ngambar, Alan suka banget karena akhirnya kertas Alan enggak kosong lagi." Alan terus berbicara panjang lebar sementara Volna menatap gambar itu lama.
"Alan mau kertasnya penuh terus ?" tanya Volna dengan nada kecil, menahan tangisnya. Adiknya yang masih kecil sudah mengalami banyak hal dirinya kadang merasa bersalah.
"Mau, Alan harap kertasnya penuh kalau bisa tambah penuh. Karena semakin penuh, Alan semakin bahagia." Alan tersenyum, sementara Volna langsung memeluk adiknya tersebut dan mengelus kepalanya dengan sayang.
Baru saja aksi pelukan itu terjadi, ada suara ribut dari luar sana membuat Volna dan Alan segera keluar kamar dan menemukan Xander yang sudah penuh dengan lebam. Di area pipinya terdapat memar merah yang membuat Volna mematung, dirinya terkejut dengan kejadian di depannya tersebut. Apa ini karena dirinya ? Apa Xander dipukul oleh ayahnya karena dirinya ?
***
Lanjut? Yes or No?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite boy
Teen Fiction[Finish, tidak lengkap, segera terbit] "Gimana kalau kita pacaran?" Volna hanya ingin menjalani hidupnya tanpa ada masalah apa pun. Suatu saat, dia bertemu dengan Xander yang menurutnya menyebalkan selalu ingin mendapatkan hatinya. Berbagai masalah...