MFB 38 - Nonton film bersama

50 11 48
                                    

HAPPY READING!

"Na," ujar Xander dengan lirih. Cewek itu masih emosi dengan keadaan tadi dan akhirnya melampiaskannya ke Xander.

"Maaf, gue kasar, ya?" Volna langsung mengubah raut wajahnya. Dia terlalu emosi tadi dan sekarang dirinya meluapkan emosinya ke Xander.

Xander tidak berbicara lagi dirinya diam. Segera saja Xander mendekat dan memeluk perempuan itu dengan erat.

"Enggak apa-apa Na, kamu boleh kok marah-marah ataupun mukul aku. Kamu bisa lakuin semuanya asal kamu lega." Suara lembut dan menenangkan milik Xander membuat Volna hanyut air matanya meleleh seketika.

Walaupun Volna tetap menggeleng saat ditawari Xander untuk masuk ke dalam setelah dia menyelesaikan tangisnya Xander pasrah tidak tau harus bagaimana untuk membujuk Volna sampai Mamanya keluar mengambil alih.

Alan yang melihat Mama Xander langsung berseru meminta Kakaknya untuk masuk ke dalam karena merindukan wanita paruh baya kesayangannya itu.

Ini kesempatan Xander untuk menarik Volna masuk ke dalam rumahnya. Terlihat seperti penculikan walaupun Alan dengan senang hati masuk ke dalam. Volna diminta untuk membersihkan diri di kamar mandi dan memakai baju yang bahkan sudah berada di lemarinya, entah sejak kapan.

"Alan, kita pernah nginap di sini, ya?" Alan melihat ke arah kakaknya setelah kaosnya selesai dia kenakan.

Alan mengangguk, "Kita pernah nginep di sini lumayan lama Kak Na, waktu itu juga Alan pergi diculik yang nyelamatin Alan Mama tante."

"Mama tante? Mamanya Kak Xander maksud kamu?" Volna mengusap rambutnya yang sudah basah sehabis keramas.

Volna diam dan berusaha mencerna semua yang ada, dirinya berusaha mengingat tentang ruangan itu. Kilasan-kilasan tentang ruangan itu terbuka ingatannya sampai pada dirinya mengetuk pintu kamar seseorang sambil memegang sebuah barang wajahnya kabur tetapi terlihat ekspresinya cerah.

"Makasih Nana," ucap seseorang di depannya sambil memeluknya erat. Volna melihat dirinya sendiri terkejut karena pelukan yang tiba-tiba. Sejak kapan Volna seperti itu dan yang paling penting siapa yang memanggil Nana sebenarnya?

Seingatnya orang yang memanggil Nana hanya teman sekolah tingkat dasarnya, alias SD dan satu lagi, Fey. Tetapi, aneh bukan kalau dirinya mengingat ingatan itu di rumah Xander kalau cowoknya adalah Fey?

Volna keluar dari kamar setelah tersadar dari lamunannya. Dia tidak boleh terus kepikiran seperti ini dan melupakan Ingatannya. Dirinya juga harus berusaha mengingat.

Volna mengendap-endap keluar kamar, dia harus ingin melihat-lihat sekaligus mengingat kembali ingatannya. Ruangan sudah gelap dan Volna hendak berkeliling siapa tau dirinya bisa mengingat sesuatu.

Baru sampai di dapur terdengar suara Televisi yang menyala. Volna mengintip dari dapur yang letakknya berada di sebelah dapur terdapat seseorang disana.

Volna jadi parno, takut ternyata orang itu bukan manusia melainkan hantu yang sedang menonton. Dirinya mendekat pelan-pelan ingin mengecek sosok itu belum sempat mengintip bayangan itu bergerak dan menatap dirinya membuat Volna melonjak terkejut.

"Lo enggak tidur?" Jantung Volna berdebar kencang saking terkejutnya dia sampai berteriak tanpa mengeluarkan suara.

"Gu–gue kira lo setan barusan." Volna akhirnya duduk di sebelah seseorang yang sudah dia pastikan adalah manusia menghela napas panjang menetralkan detak jantungnya.

Seseorang di sebelahnya berdecak. "Tidur sana, gue enggak mau duduk sebelah lo." Volna memajukan bibirnya mencibir dan mengikuti mulut Xander yang sejak tadi mengomel.

"Gue belum ngantuk. Lo juga belum tidur, loh." Volna memprotes sementara Xander berdecak sebal acara nonton filmnya gagal total padahal dirinya tidak bisa tidur karena memikirkan Volna malah perempuan itu sekarang ikut duduk bersamanya.

"Lo, penasaran enggak?" tanya Volna dengan ambigu membuat Xander mengalihkan pandangannya dari layar televisi ke wajah Volna.

"Penasaran tentang apa?"

"Ingatan kita yang hilang itu, sebenarnya ingatan apa, sih?" Xander terdiam mendengar pernyataan Volna sebenarnya, dirinya juga penasaran dan dirinya mengingat sedikit.

Dia ingat kalau memang benar bahwa mereka pernah berpacaran. Tetapi, kalaupun ingat memang dirinya sekarang mau punya pacar seperti Volna? Di dalam dirinya terus menolak. kenyataan itu membuat Xander jadi kesal saat melihat wajah Volna yang sebenarnya selalu memenuhi kepalanya.

"Gue enggak pengen tau, sih," ucap Xander penuh kebohongan dirinya hanya tidak ingin membuat spekulasi yang tidak jelas.

"Entah kenapa gue yakin kalau memang kita pernah pacaran dulu dan mungkin kita saling suka dulu enggak kayak sekarang yang setiap kita sebelahan aja berantem." Volna berbicara sambil menatap layar televisi yang menampilkan film komedi kartun sementara Xander menatap wajah perempuan dengan mata yang agak membengkak karena tadi menangis.

"Memang kalau kita beneran pacaran. Lo, mau jadi pacar gue lagi? Aneh-aneh aja. Kalau enggak mau, mending enggak usah diinget. Kita harus bersyukur karena dibuat lupa ingatan." Xander berbicara dengan gampangnya. Dirinya berbicara jujur, daripada dirinya ingat dan ternyata benar mereka pernah berpacaran.

Bukannya malah bikin sakit hati?

"Iya juga, Tapi, kalau misal memang mau mungkin kita juga bisa pacaran lagi. Tergantung di keputusan kita juga. Kalau gue pribadi gue mau inget semuanya terlepas kemudian gue bakal sakit hati. Itu enggak penting." Volna menopang dagunya menikmati film kartun dan tertawa sesekali. Xander menatap Volna lama, apa kalau dirinya berusaha mengingat kembali. Dirinya akan bahagia?

Xander berhenti menatap Volna mengalihkan pandangannya ke arah televisi hingga layar televisi tersebut menjadi kabur dan gelap. Mata Xander terbuka dan kepalanya merasa sakit. Niat bangunnya langsung hilang ketika melihat ada seseorang yang menempel di bahunya, Volna yang ikut ketiduran saat menonton film bersama kemarin.

"Udah sandiwaranya?" Mamanya menggeleng tidak paham, Xander hanya mengalami amnesia ringan yang membuat ingatannya pulih dua hari kemarin hanya saja laki-laki itu tidak mempercayai ingatannya sendiri dan kesal terhadap Volna.

"Xander masih enggak percaya kalau dia memang pernah pacaran sama Xander. Enak aja, Xander, kan ganteng masa pacaran sama ini cewek." Xander mengomel lagi membuat mamanya menatap Xander dengan tajam memberi peringatan.

"Kamu bukan enggak percaya tentang itu, kan? Kamu sebenarnya takut, kan kalau misal dia sama kamu pacaran bakal kejadian hal buruk kayak gini?" Xander terdiam, ucapan mamanya tidak pernah salah selalu tepat sasaran.

"Kalau memang Xander yang bikin Volna enggak bahagia, kenapa Xander harus sama Volna? Setidaknya dia enggak inget sama Xander jadi harusnya dia enggak bakal merasa tersakiti." Tangan Xander menepuk kepala Volna pelan, berharap perempuan itu tidak. bangun saat pengakuan kecilnya terungkap.

"Itu kecelakaan. Bukan karena Xander yang bikin Volna jadi seperti sekarang. Coba kamu pikirkan apa pilihan kamu yang sekarang itu pilihan terbaik?" Xander mencerna kata-kata Mamanya belum sempat dirinya menjawab Volna sudah mulai bergerak membuat Xander langsung mendorongnya dan mulai mengomel.

Mamanya menggeleng tidak paham entah kenapa anaknya selalu tidak mau jujur terhadap perasaannya sendiri. Sekarang yang terpenting anak itu sudah mendengarkan nasihatnya.Sekarang, dirinya harus membela Volna yang kesakitan karena dorongan Xander.

***

Lanjut? Yes or No?

My Favorite boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang