MFB 19 - Kesempatan dalam kesempitan

118 24 69
                                    

HAPPY READING!

Volna sudah kembali ke alamnya, dia tersadar karena Alan memanggilnya untuk memberikan potongan ayam lagi.

"Lo kerasukan setan apa? Butuh gue cariin dukun enggak?" Fey memulai pertanyaannya, dia sudah merinding dari tadi melihat tingkah Xander yang sangat luar biasa.

Cowok dengan kaos putih polos itu menatap Fey penuh tanda tanya, tidak paham dengan pertanyaan yang dilontarkan untuknya.

"Kerasukan setan bucin kayaknya Bos Fey, serem juga. Untung gue nggak laku," ujar Niel setelah merasa dirinya lebih bersih dari es teh milik Caca.

Fey tertawa ketika melihat Xander sudah paham dengan maksud perkataannya, terlihat dari wajahnya yang kesal. Bukannya memukulnya Xander malah memasang wajah sok polos dan menatap Volna.

"Nana, Fey jahat sama aku." Dengan wajah sok imut dan bibir yang dicondongkan ke depan membuat seluruh pegawai melotot.

"Eh? Kenapa?" Volna agak terkejut karena Xander tiba-tiba menempel di lengannya dengan wajah cemberut dia menenggelamkan wajahnya di lengan Volna tanpa menjawab pertanyaannya.

"Kayak bocah ilang lo Xan, alay banget." Fey mencibir, eneg sendiri melihat sesuatu yang kotor.

"Huwaaa, Nana. Xanxan diejek terus."

"Lo punya air nggak, kita sirem Bos biar setan yang di dalem keluar. Sumpah merinding gue." Caca mulai berbicara sambil menyilangkan tangannya di depan dada, sangat takut melihat kegiatan yang berada di depan matanya.

"Eh, jangan disiram nanti bajunya basah. Dia kan nggak bawa baju ganti." Volna refleks mencegah, walaupun dia tau kalau itu bercanda tetapi takut saja kalau Xander nanti akan sakit.

"Gini amat ngekos di Bumi. Udahlah mau pindah ke mars cape di earth." Niel mengeluh sambil melebarkan lubang hidungnya, kebiasaannya kalau sedang mengeluh yang dia lebih-lebihkan, katanya sih biar dramatis.

"Emang lo yakin di mars ada cewek yang mau sama lo?" tanya Xander yang kini masih merangkul lengan Volna dan bertanya dengan tatapan polos.

Membuat Niel kesal dan diam mengambil ayam dan mengunyahnya kesal.

"Nana, suapin ya." Xander yang manja dan Volna yang tidak tau harus berbuat apa, dia mengambil nasi dan potongan ayam lalu menyodorkannya ke mulut Xander, membuka mulutnya dan mengunyahnya.

"Bayi tua." Niel berbicara lagi, mencibir Xander dengan kesal. Dia tau dia jomblo tapi kan nggak bisa diginiin, jomblo punya perasaan. Kalau bisa Niel mau demo di mars suruh cewek cantik satu aja jadi istrinya.

"Iri? Ngenes sih."

"Xander, nggak boleh gitu." Volna memperingati dan Xander memasang wajah lucu lagi, menempel di lengan Volna, menenggelamkan wajahnya.

Mereka makan dengan berbagai lontaran ejekan sampai makanan mereka kandas waktu sudah menunjukan jam sepuluh malam, Alan yang sudah selesai makan dari tadi memilih untuk tidur di pangkuan kakaknya itu.

Xander menatap Alan yang sudah tertidur dan berencana untuk pamit pulang, setidaknya Volna juga harus kembali ke rumah walaupun Volna hanya tinggal dengan adiknya itu. Dia merasa bertanggung jawab untuk mengembalikan Volna ke rumahnya.

"Ayo, pulang," ajak Xander setelah membayar makanan pesanan mereka. Semua mengeluh tidak ingin pulang.

"Ayo Pak Bos, nyanyi dulu di sana." Caca mengacungkan jempolnya dan disetujui yang lainnya.

"Kalian aja, taruh tagihannya besok di kantor. Gue bayar. Kasihan Alan." Semua mendengus kesal, tapi akhirnya menyetujuinya. Mereka berpisah di parkiran dan pergi ke arah yang berbeda.

Mobil sudah berjalan dengan kecepatan sedang dan dalam beberapa saat mereka sampai, baru hendak Volna keluar matanya terpaku melihat seseorang yang menunggunya di depan pintu rumah.

"Kenapa Na?" tanya Xander yang baru melepas sabuk pengaman kebingungan kenapa pacarnya tidak keluar padahal sudah sampai di rumahnya sendiri.

"Xan, bisa nggak pergi aja, kemanapun."

"Kenapa? Itu di depan siapa?" Xander hendak keluar tetapi dicegah oleh Volna.

"Oke, oke. Tapi kamu harus nurut kamu nggak boleh protes sama sekali." Volna mengangguk, setidaknya dia tidak perlu melihat orang itu lagi.

"Kenapa? Hei, tenang. Maling ya itu?" Volna menggeleng kuat-kuat. "Itu mama aku."

Xander sebenarnya tidak terlalu paham tetapi dia hanya tau satu hal, Nana tidak ingin membahas lebih dalam jadi dia hanya mengangguk mengerti tanpa bertanya lebih lanjut. Dia akan menunggu Volna untuk berbicara sendiri tanpa ada paksaan dari dirinya.

"Xan, kalau semisal aku hilang kamu bakal nyari aku?" tanya Volna sedikit sendu, pertanyaan yang membuat Xander ingin menghentikan mobilnya dan berteriak keras-keras supaya Volna paham bahwa dirinya tidak akan meninggalkannya.

"Kenapa kamu bisa hilang ? Aku nggak bakal pernah berpaling ataupun ninggalin kamu. Jadi, kamu enggak bakal bisa hilang." Volna tersenyum dia suka dengan semua jawaban Xander yang di luar perkiraannya, dia pikir dia akan menjawab kalau dia akan mencarinya tetapi jawabannya justru membuat hatinya sangat tenang.

"Makasih Xan." Volna tersenyum dan keheningan di mobil tercipta. Xander sebenarnya ingin berbicara lebih lanjut tetapi tidak jadi melihat wajah Volna yang masih terlihat terkejut.

Alan terbangun entah sejak kapan menggosok matanya dan menguap lebar. "Kak Na ini dimana?" dia menguap dan menyipitkan matanya menyesuaikan diri dengan cahaya yang ada.

"Rumah kamu tadi ada malingnya Alan, jadi ini ke rumah Kak Xan. Gimana mau kan?" Xander menjawab membuat Volna terkejut dan menatap Xander penuh tanya.

"Kok ke rumah kamu sih."

"Tadi janjinya apa hayo, nggak boleh protes." Volna cemberut tetapi juga tidak bisa ngomel lagi.

"Nanti ketemu mama kamu. Masa bajunya kayak gini?" Xander tersenyum lalu mengacak rambut Volna gemas. "Bagus kok, cantik."

"Xan, bajunya aja kucel."

"Yang penting orangnya enggak kan, lagi pula aku pake apa aja tetep cantik."

"Gombal banget."

"Udah, udah. Sampe nih. Ayo turun." Volna cemberut dia juga khawatir dicap anak tidak baik karena setuju saja dibawa oleh laki-laki di malam hari tapi daripada dia bertemu dengan ibunya, lebih baik Volna tidur di kolong jembatan aja.

Mereka turun sambil menatap kagum, lebih tepatnya Volna dan Alan. Bagaimana tidak mereka akan lebih percaya kalau Xander bilang ini rumah presiden atau istana kerajaan.

"Ayo, kalian kenapa bengong?" Xander yang sudah melangkah maju jadi bingung kenapa Alan dan Volna hanya berdiam diri saja.

"Salah alamat ya Xan?" Xander menggeleng. "Ini bukannya rumahnya presiden?"

"Hah? Ayah aku bukan presiden kok." Volna menatap ragu walaupun akhirnya tangannya di tuntun untuk masuk ke dalam rumahnya, mobil Xander sudah diambil alih oleh satpam yang bertugas dan begitu pintu dibuka ada satu pekerja yang membukakan pintunya menyapa Xander ramah.

"Xander, udah dibilanginkan kalau pulang jangan malem-malem. Mam-" ucapannya terhenti begitu melihat Volna dan Alan yang tampak canggung.

"Ini, siapa?"

***

Lanjut? Yes or No?

My Favorite boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang