HAPPY READING!
Setelah perjalanan panjang akhirnya mereka bisa duduk di suatu tempat sambil memperhatikan Alan yang bermain di dekat sana. Mata Volna bahkan meminta untuk dipejamkan terus menerus tiba-tiba tubuhnya sangat kangen dengan yang namanya kasur.
"Nana capek?" Xander bertanya tetapi tidak menatap Volna, dia takut terjadi hal yang tidak-tidak.
"Enggak kok, ngantuk aja. Nunggu Alan main nanti juga seger lagi." Volna menatap Alan yang sedang menarik ikan plastik dengan pancingan yang memang disediakan disana, lalu tersenyum tipis.
"Na, gimana kalau semisal ada ikan besar terdampar di sini terus mau nyerang aku?" pertanyaan random muncul dari mulut Xander membuat Volna menatapnya sambil menyrengit heran.
"Diemin aja lah."
"Kok gitu, nanti aku dimakan dong."
"Ikannya juga nanti mati sebelum makan kamu."
Xander mengerucutkan bibirnya lalu teringat kejadian yang di mobil tadi lalu mengurungkan niatnya untuk manyun. Volna menatap Alan yang menukar ikannya ke penjual dan diberikan satu box mainan dengan bentuk dinosaurus dan terdapat tank juga di dalamnya.
"Kak Na, Alan dapet ini." Alan menghampiri Volna dan memeluk box itu dengan erat. Volna tersenyum lalu beranjak dari tempat duduknya meletakan box hadiah tadi dan berjongkok, menjajarkan pandangannya dengan Alan.
"Mau main apa lagi? Komedi putar?" Alan mengangguk semangat dan Volna meminta tolong untuk Xander di sana saja, tapi Xander enggan dia langsung menenteng box mainan dan mengandeng tangan Alan, menyusuri jalan menuju loket komedi putar.
"Kak Na, enggak mau komedi putar. Kolam bola aja." Alan menyeret Volna ketika pupil matanya menatap sesuatu yang menarik di seberang sana. Volna berjalan menjauhi komedi putar bersama Alan dan Xander, Volna berjalan perlahan sementara Alan berlari kecil menghampiri loket kolam bola matanya bahkan berbinar bahagia.
"Hai, selamat datang di kolam bola. Untuk berapa orang kak?" sapa pegawai itu dengan ramah dan tersenyum.
"Satu aja kak, dia udah kelas enam SD enggak perlu pakai pendamping kan ya kak?" petugas itu mengangguk sebagai balasannya lalu memberikan gelang ke tangan Alan dan menyarankan untuk melepas sepatunya terlebih dahulu.
"Satu setengah jam ya kak durasinya. Bisa pacaran dulu kakak-kakak ini." Petugas itu tersenyum membuat keduanya malu-malu sendiri.
"Ayo Na, naik bianglala." Xander menarik tangan Volna dengan tangan yang bebas dari tentengan mainan itu.
Volna menolak dan meminta untuk naik roller coaster terlebih dahulu sementara Xander akhirnya pasrah, yang penting bukan kora-kora yang diputar 180 derajat. Mereka mengantri agak lama dan akhirnya mereka berhasil duduk di tempat yang tersedia, Volna bersemangat sementara Xander kepikiran bagaimana kalau relnya tiba-tiba berhenti dan segala macam pikiran negatifnya.
"Relnya ga bakal berhenti terus putus kok," ucap Volna dengan tenang lalu tersenyum saat melihat Xander menengok ke arahnya dengan pandangan bingung.
"Kamu mirip Alan tau, dia selalu kepikiran apapun yang di luar nalar." Volna tersenyum sementara raut wajah Xander agak berubah sedikit, walaupun samar entah apa maksudnya.
"Aku Xander bukan Alan."
"Mirip Xan, bukan sama kayak Alan."
"Aku Xander."
"Iya, kamu Xander."
Xander hendak berdebat lagi tapi rollercoaster itu sudah mulai berjalan membuat Volna menatap lurus kedepan dan Xander yang berusaha untuk membuka matanya, dia masih kepikiran tentang tempat duduknya, kalau di kartun-kartun tempat duduk itu bisa saja terpental dan dia jatuh dari sana.
Volna yang awalnya menikmati kini jantungnya semakin berpacu kencang ketika roller coaster itu berputar 180° dengan kecepatan tinggi sekitar dua kali putaran. Xander sudah pusing dan berusaha untuk meraih lengan Volna dengan agak susah payah dan berteriak, mengikuti suara orang lain di sekitarnya.
"Xan, udah selesai." Xander masih memejamkan matanya membuat Volna tertawa, setelah mendengar ucapan Volna Xander langsung berdehem sambil menetralkan rasa pusingnya dan bersikap seolah- olah tidak ada apa-apa.
"Seru ya Na, lain kali naik ini lagi aja."
"Enggak deh, kayaknya kamu takut." Volna berucap enteng membuat Xander melotot lalu menarik Volna ke area roller coaster lagi.
"Kita antri lagi. Aku ga takut kok." Volna meringis, lalu menarik Xander keluar dari antrian.
"Aku yang takut, takut kamu sakit," ucap Volna lalu menarik Xander menuju ke antrian bianglala Xander sendiri terkena serangan jantung sepertinya, dia tergagap seolah mencari pasokan udara.
"Na, kok sukanya bikin serangan jantung sih?"
"Serangan jantung apaan sih?"
"Itu yang tadi."
"Kayak gitu doang bikin serangan jantung?" Volna terkikik geli lalu bergumam pelan "Kalau di cium mati kali ya."
"Hah apa Na?" Volna melotot lalu mengalihkan pembicaraan, berdoa agar Xander tidak mendengar gumaman aneh darinya. "Eh antrinya lama ya, pengen cepet naik."
Akhirnya mereka mendapat antrian juga dan naik di salah satu kotak, mereka duduk berhadapan dan menatap langit malam yang terlihat dingin. Tidak ada percakapan di antara mereka, Volna yang sibuk dengan pemandangan luar dan Xander yang sibuk menatap dunianya, Volna.
"Xan, ada bintang loh. Cantik banget." Volna tersenyum sumringah sementara Xander masih menatap Volna.
"Iya, cantik."
"Iya kan, seandainya ada bintang jatuh." Volna terus menatap langit malam dan Xander tersenyum. Xander mengutak-atik ponselnya dan menyodorkannya ke Volna.
Volna tertawa keras lalu menatap Xander yang akhirnya ikut tertawa karena tawa Volna yang renyah.
"Bagus, kreatif banget." Volna masih tertawa dan mengacungkan jempolnya di sela pembicaraannya, bagaimana tidak ide Xander sangat di luar nalar bisa-bisanya dia memperlihatkan animasi bintang jatuh dan meletakannya di kaca bianglala membuat seolah benar-benar ada bintang jatuh disana.
"Minta apapun Na sama aku, aku pasti kabulin. Tapi enggak boleh minta putus." Xander ikut senang melihat Volna tertawa, dari dulu dia tidak pernah melihat Volna tertawa, lebih tepatnya sejak dia kelas tiga SD.
"Kalau minta dibuatin 1000 candi dalam semalam kayak cerita rakyat itu emang sanggup Xan?" Volna bercanda, dia masih tertawa kecil masih tidak habis pikir ide Xander tentang mengoperasikan ponselnya untuk membuat animasi bintang jatuh.
"Mau?" tanya Xander dengan wajah serius dan Volna membalasnya dengan gelengan kecil "Enggak lah, bercanda doang."
Bianglala mereka berada di paling atas membuat Volna menatap keindahan pasar malam dari atas yang ramai. Baru beberapa detik mereka di atas, lampu tiba-tiba padam membuat seluruh pengunjung di sana berteriak bebarengan, Volna hanya diam walaupun agak terkejut sementara Xander menatap Volna khawatir takut kalau pacarnya itu takut kegelapan apalagi posisinya di paling tinggi.
"Nana enggak takut kan?" Volna menggeleng lalu tersenyum tipis, mata Xander masih menyesuaikan cahaya di sana dia melihat tangan Volna yang agak bergetar.
Suara teriakan pengunjung mengingatkan Volna tentang masa lalu yang seharusnya dia kubur dalam ingatan, tapi entah kenapa itu muncul lagi.
Awal mula ayah dan ibunya yang bertengkar dan saling berteriak sementara Volna menatapnya mereka tidak mengerti situasi.
Karena Volna berada di sana, dia jadi kena getahnya dia dipukul oleh ibunya setelah dia merasa kalah berdebat dengan Sang Ayah. Otomatis melihat putrinya dianiaya Sang Ayah berhenti berdebat dan membawa putrinya untuk masuk ke dalam kamar yang terdapat Alan yang sedang tidur di sana.
"Nana, ngantuk gak? Tidur dulu aja, kayaknya ada konsleting listrik. Kosongin pikirannya. Enggak usah mikir apa-apa." Entah sejak kapan Xander berada di sebelahnya dan menggengam tangan yang bergetar tadi dan kepala Volna perlahan di sandarkan di bahunya, membiarkan Volna memejamkan matanya dan tertidur.
"Jangan mikiran hal buruk, Xander selalu di sini."
***
Lanjut? Yes or no?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite boy
Teen Fiction[Finish, tidak lengkap, segera terbit] "Gimana kalau kita pacaran?" Volna hanya ingin menjalani hidupnya tanpa ada masalah apa pun. Suatu saat, dia bertemu dengan Xander yang menurutnya menyebalkan selalu ingin mendapatkan hatinya. Berbagai masalah...