MFB 22 - Parfum

96 18 52
                                    

HAPPY READING!

"Kalau pacaran itu, dunia milik berdua. Masa milik kalian. Kalian kan jomblo."

***

Volna gelagapan takut juga untuk berbicara lalu mengangkat tangannya.

"Itu saya yang nyuruh tante." Volna menyuarakan suaranya dengan takut, menurutku saat ini wajah dari Xander dan mamanya sangat galak.

"Loh, kenapa Na?" Wajahnya yang tadi marah berubah ketika melihat Volna, membuat Volna agak lega sedikit.

"Nggak terbiasa aja Tan, agak gimana gitu lebih enak kalau dipanggil nama aja," ujar Volna dengan jujur membuat Mama Xander menghela napas.

Sherly lega mendengar Volna menjelaskan, setidaknya dia tidak akan dipelototi dengan tatapan maut milik nyonyanya.

"Enggak apa-apa tau padahal," ucapnya agak kecewa tetapi tetap mengalah mungkin Volna belum terbiasa. "ya udah mulai sekarang panggil Volna aja." Seluruh pengurus langsung mengangguk serentak.

"Ayo, masuk ke mobil nanti kalian telat loh." Alan yang pertama masuk kemudian Xander, disusul oleh Volna yang terakhir.

Setelah mereka masuk dan menutup pintu mobil langsung berjalan menuju ke sekolah mereka. Di perjalanan untuk mengantar Alan terlebih dahulu Xander berbicara dengan Alan, bertanya tentang sekolahnya dan nanti dia akan pulang jam berapa.

"Nanti jemput Alan dulu ya Pak Man, jam dua belas." Supir yang dipanggil Pak Man itu mengangguk paham sambil terus melihat jalanan.

Volna baru hendak bertanya tetapi Xander langsung memotong. "Pulang ke rumahku Na, jangan ke tempatmu nanti Mama kepikiran." Volna akhirnya mengangguk paham.

Volna mengutak atik ponselnya dan Xander mencuri lihat lalu menemukan banyak nomor asing dengan kata-kata yang dipastikan itu PDKT dan yang pasti hampir semuanya cowok. Walaupun Volna tidak menjawab dan tidak peduli, tapi Xander tetap kesal.

Setelah Alan turun dan Volna melambaikan tangannya Xander langsung menggenggam tangan Volna lalu mengeluarkan parfum miliknya dan menyemprotkannya beberapa kali di bagian urat nadi tangan Volna.

"Ngapain?"

"Biar kalau ada cowok lewat dia tau kalau kamu punya aku." Xander menyatukan kedua tangan Volna dan menggosoknya supaya lebih rata.

"Alay banget. Nanti juga bakal hilang kalau aku cuci tangan." Pak Man ingin tertawa sebenarnya tapi dia juga tidak berani takut kalau setelah dia tertawa ternyata hari ini jadi hari dia terakhir bekerja.

"Ya udah," ucap Xander langsung menyemprotkannya di lengan baju Volna di kanan dan kiri membuat Volna mengomel.

"Xander."

"Biar enggak ilang baunya ih."

"Bau parfum kamu enggak enak," ujar Volna memprotes walaupun dia sangat berbohong, bau parfum ini amat sangat Xander banget, membuat Volna sebenarnya kalau boleh jujur dia merasa dipeluk oleh Xander.

"Emang iya? Ya udah yang ini aku buang." Xander menatap parfumnya dan memasukkannya ke dalam tempat sampah yang berada di mobil.

"Jangan ih, sayang banget tau enggak? Xander boros banget." Volna langsung mengambil parfum itu dan meletakkannya kembali di tangan Xander.

"Ya kan Nana enggak suka, jadi buat apa aku pakai lagi." Volna mengusap wajahnya dan akhirnya merebut parfum yang dipegang Xander membukanya dan menyemprotkannya di urat nadinya, mengoleskannya di sekitar leher.

"Udah ya, jangan dibuang."

"Nana kepaksa ya?" Volna menggeleng tetapi Xander tetap tidak percaya.

"Enggak. Udah, disimpan jangan dibuang-buang." Volna berujar galak Xander menciut menyenderkan kepalanya di bahu Volna.

"Sudah sampai," ujar Pak Man, menghentikan mobil Xander buru-buru keluar dan membukakan pintu untuk Volna, menyingkirkan tugas Pak Man yang biasanya membuka pintu.

"Makasih Pak." Volna tersenyum lalu membungkuk sedikit membuat Pak Man ketar-ketir takut kalau ini menjadi hari terakhirnya.

"Makasih juga Pak." Xander ikut-ikut membuat Pak Man benar-benar akan pingsan di tempat. Mungkin dia harus pulang dan mengemasi barang-barangnya. Setelah mereka berdua pergi Pak Man masuk ke dalam mobil dengan tangan agak bergetar, ketakutan.

Xander merangkul pundak Volna sambil terus melemparkan gombalan-gombalan yang membuat Volna menatapnya sinis, merasa alay.

"Nana, boleh pinjem ponselnya enggak?" Volna menggeleng, tidak setuju.

"Buat apa? Emang kamu enggak bawa ponsel?" Volna menatap Xander sambil terus berjalan.

"Punya sih, tapi emm itu ...." Xander berusaha mencari alasan tetapi tidak kunjung menemukan membuat Volna menatapnya tidak sabar.

"Apa sih, jujur aja."

"Itu tadi, aku lihat ada chat banyak banget di ponsel kamu, aku kesel."

"Kenapa kesel? Aku kan enggak respon."

"Tapi kan -"

"Bukannya di ponsel kamu juga banyak yang ngechat? Cewek-cewek tuh ya kan?" ucap Volna dengan nada cemburu dia cemberut sementara Xander kehabisan kata.

"Setiap hari aku hapusin kok pesannya. Enggak ada yang aku respon." Xander membela diri sementara Volna memutar bola matanya ke belakang.

"Jadi, setiap hari kamu lihat dong pesan yang dikirim sama cewek-cewek itu?" Xander merubah wajahnya menjadi wajah mengenaskan, seperti ketahuan maling ayam.

"Ih, enggak. Cuma aku hapusin soalnya ganggu notif yang lain."

"Oh, nunggu notif cewek lain ya?"

"Aaaa Nana jahat banget. Xanxan kan enggak pernah bilang gitu."

"Kalau enggak penting biarin aja Xan, jangan ganggu waktu kita buat bahas yang enggak penting. Saling percaya."

"Jadi, mau bahas apa Na? Kalau bahas yang penting ... bahas nikahan yuk?" Volna langsung mengeplak lengan Xander kencang membuat yang punya meringis.

"Sembarangan banget," ucap Volna sinis membuat Xander mengacak rambut Volna gemas.

"Ini tadi udah aku sisir rapi-rapi jadi berantakan kan." Volna mengamuk merapikan kembali rambutnya yang hancur berantakan.

"Belajar yang pinter Nana, kangenin Xanxan," ucap Xander lalu menangkup kedua pipi Volna gemas dan pergi dari sana.

"Keselek biji kuaci asli, lo pamer kemesraan di depan mata gue yang suci." Volna menatap teman sekelasnya itu dengan judes tanpa ada niat membalas dia langsung masuk ke dalam kelas dan duduk di bangkunya.

"Yaelah Na, tadi aja mukanya bucin banget senyum-senyum. Giliran sama gue judes banget." Cowok itu langsung duduk di depan bangku Volna dan menatapnya mengganggu Volna yang hendak meletakan buku di mejanya.

"Berisik. Minggir lo."

"Senyum dong sesekali sama gue." Masih dengan posisi yang sama cowok itu bahkan mengambil buku yang diletakan Volna di meja.

"Lo mau mati atau gimana? mau balikin atau gue hajar lo?" Volna berujar galak lalu merebut buku itu dengan kasar.

"Jual mahal banget Na." Volna diam, tidak merespon memilih untuk membuka bukunya dan membacanya. Setelah cowok itu merasa tidak direspon akhirnya dia memukul meja Volna dan pergi dari sana.

"Pacar Xanxan gitu loh." Xander berbicara sendiri setelah dia mengintip peristiwa yang asik. Dia puas melihat ekspresi cowok yang menyebalkan itu ditekuk karena respon Volna yang dingin.

Sebenarnya tadi dia ingin datang dan menyingkirkan cowok sialan itu, tetapi setelah mendengar respon Volna yang mematikan Xander memilih untuk diam dan melihat. Pacarnya memang istimewa.

***

Lanjut? Yes or No?

My Favorite boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang