Part 20. Bahagiaku Sederhana

550 419 1.3K
                                    

"Jika menjadi pelangi untuk orang yang buta warna itu salah, maka aku akan menjadi gelap yang selalu setia menemani hari-harinya."
—Dinda Maharani.

Senyum Dinda mulai terbentuk, Dinda sangat bahagia setelah panggilannya terhubung. Ini adalah kali pertamanya ia menelepon orang yang ia sukai.

"Halo, Ervan?" ulang Dinda lagi, memastikan bahwa cowok itu masih mendengar suaranya.

Ervan menghela napas panjang. "Iya, kenapa?" jawab Ervan seraya memutar bola matanya, malas.

"Btw, Ervan kangen nggak sama Dinda?"

Dinda tak perlu lama lagi menunggu jawaban dari pria dingin itu, Ervan ternyata mau membuka suaranya lagi dan menjawab pertanyaan dari Dinda yang begitu bertele-tele.

"Nggak,"

"Kok nggak?"

"Hm,"

"Sudah suka belum sama Dinda?" tanyanya bertele-tele.

Deg!

Jantung Ervan berdetak kencang. Ia bingung harus menjawab apa karena ini pertama kalinya ia teleponan dengan seorang gadis yang menyukainya.

Dinda mencoba memulai percakapannya lagi. "Halo Ervan?" panggil Dinda lagi.

"Apa?" tanya Ervan berusaha mengalihkan pembicaraannya.

"Sudah suk-"

"Kalau sudah kenapa? Dan kalau belum kenapa?" tanya Ervan yang tiba-tiba memotong pembicaraannya Dinda.

"Kalau sudah ya bagus. Kalau belum Dinda mau tanya sama Ervan, kenapa Ervan belum suka sama Dinda?"

Ervan kemudian duduk di atas kasurnya. "Kalau jawabannya sudah lo nggak akan ganggu hidup gue lagi, kan?"

"Hmm, nggak." jawab Dinda seraya menggelengkan kepalanya.

"Oke, sudah." jawab Ervan mengiyakan pertanyaan dari Dinda karena ia tak ingin berbicara panjang lebar di telepon malam itu.

"Apa Ervan? Dinda nggak dengar," ucap Dinda yang mencoba menggoda Ervan.

Ervan menarik napasnya dan berusaha bersabar menanggapi Dinda.

"Gue sudah suka sama lo, puas?"

"Woah, puas banget Ervan!" seru Dinda.

"Ikan hiu makan elang, I Love You Sayang...." teriak Dinda heboh.

"Ervan mau 'kan jadi pacar Dinda?"

"Nggak."

"Kenapa? Dinda kurang apa, Ervan?"

"Kurang waras!"

"Ervan tega banget, Dinda cantik gini dibilang kurang waras."

Ervan hanya geleng-geleng mendengar ucapan Dinda barusan. Ervan langsung menutup teleponnya dan meletakkan ponselnya di atas meja belajarnya.

*****

Matahari pagi bersinar terang hingga memasuki celah jendela kamarnya Dinda. Dinda mengedipkan matanya beberapa kali sembari menatap langit-langit kamarnya. Dinda kemudian mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

Dinda segera bangun dari tidurnya dan berjalan mendekat ke arah jendela. Dinda membuka gorden jendelanya dan kemudian membuka jendelanya. Dinda mencoba menghirup udara segar pagi hari ini.

Pagi ini Dinda sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Dinda sudah seperti wanita gila yang hilang kesadarannya. Setelah Dinda selesai siap-siap, ia langsung berjalan turun ke meja makannya.

My Cold Man [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang