Part 30. Cafe

402 314 1.4K
                                    

Setelah Dinda puas menatap indahnya bintang yang berkelap-kelip di langit malam ini, langsung saja ia berjalan menuruni tangga menuju kamarnya untuk tidur.

Malam ini adalah malam yang lumayan sepi bagi Dinda Maharani, tidak jauh berbeda dari malam-malam sebelumnya.

Sesampai Dinda di kamarnya, Dinda langsung membaringkan tubuhnya seraya menarik selimutnya dan kemudian memejamkan matanya.

"Good night, Ervanku yang plin-plan."

*****

Hari ini adalah hari di mana pengumuman hasil penilaian akhir tahun bagi siswa-siswi SMA Global.

Pagi ini, gadis berparas cantik yang mengenakan seragam sekolahnya berjalan menuruni anak tangga dengan langkah kakinya yang lincah. Sepertinya Dinda Maharani sedang terburu-buru.

Pagi ini Dinda tidak sarapan, ia memilih untuk langsung berangkat ke sekolahnya agar ia tidak terlambat.

"Ayo, Pak Bambang, cepetan! Nanti Dinda terlambat," Dinda berlari dari terasnya menuju ke dalam mobilnya.

"Baik, Non,"

"Cepetan ya, Pak!" Dinda masuk ke dalam mobilnya dengan tergesa-gesa.

Saat itu juga, Pak Bambang langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Di sepanjang perjalanannya, tiba-tiba ada seekor anak kucing yang melintas di jalan tersebut.

"Awas, ada kucing!" teriak Dinda dengan tangan yang refleks menepuk pundak Pak Bambang.

Srttttt!

Pak Bambang barusan menginjak rem mobil secara tiba-tiba hingga hampir membuat gadis di sebelahnya terpental ke depan. Untung saja Dinda Maharani mengenakan sabuk pengamannya dengan benar.

"Makanya, Non, bangunnya jangan kesiangan, kan jadinya tergesa-gesa kayak gini," ucap Pak Bambang sambil kembali melajukan mobilnya.

"Iya, Pak, ayo cepetan!"

Sesampainya di sekolah, Dinda berjalan di koridor menuju kelasnya.

Dinda menarik napasnya dalam-dalam. "Huh, capek!"

Dinda menghentikan langkahnya seraya bersandar di dinding koridor sekolah.

"Rajin amat lo, Din," ucap pria yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

Mata Dinda membulat sempurna menatap wajah pria berparas tampan yang ada di hadapannya saat ini. Jantungnya sudah pasti berdetak kencang.

Dinda memegangi dadanya. "Huh, kirain setan!"

"Najis, gue tampan dan menawan kayak gini di bilang setan,"

"Kamu tidak hanya tampan dan menawan, tetapi juga–"

"Apa?"

"Aneh!"

"Serius dong,"

"Kurang serius gimana lagi sih, Dinda serius kok mencintai Ervan," ucap Dinda dengan polosnya seraya berjalan mendekati Ervan.

"Bukan gitu maksud gue." Ervan langsung pergi meninggalkan Dinda.

Saat itu juga Dinda langsung menyusuli Ervan dan berusaha menyamai langkahnya.

"Ervan, tunggu!"

"Makanya, jalannya jangan kayak siput!" decak Ervan yang langsung menghentikan langkahnya.

"Capek, Ervan!"

"Nggak usah lebay deh, Din."

*****

My Cold Man [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang