Malam ini Ervan langsung mengantarkan Dinda pulang. Di sepanjang perjalanannya pulang, Dinda terus menggosok-gosokkan tangannya karena kedinginan. Sedangkan Ervan tetap fokus menyetir mobilnya.
Tak lama kemudian, Ervan dapat merasakan gerak-gerik Dinda yang mulai aneh. Ervan pun menoleh dan menatap gadis itu.
"Dingin?" tanya Ervan.
"Iya,"
"Jaket lo mana?"
"Ketinggalan di sofa ruang tengah Ervan,"
Benar saja, jaketnya ketinggalan di sofa ruang tengah Ervan, Dinda lupa mengambilnya ketika ia tengah sibuk membantu Bik Una mencuci piring di dapurnya.
Ervan kemudian mengalihkan tatapannya ke depan dengan tangan kiri yang sibuk mencari-cari sesuatu di sampingnya. Tak perlu banyak waktu lagi, Ervan pun menemukan benda yang ia cari.
"Nih, pakai jaket gue,"
Ternyata pria itu sibuk mencarikan Dinda jaket. Untungnya jaket yang sering Ervan pakai keluar rumah masih tetap berada di dalam mobilnya, biasanya pria itu tidak pernah meletakkan jaketnya di mobilnya.
Dinda pun menerima jaket yang diberikan oleh Ervan kepadanya dan langsung memakainya.
"Makasih, Ervan,"
"Sama-sama."
Entah kenapa malam ini terasa begitu dingin, padahal hari-hari sebelumnya terasa biasa saja.
"Udah nggak dingin lagi?" tanya Ervan memastikan.
"Masih sedikit,"
"Masak sih, gue kok nggak ngerasain dingin, ya?"
"Nggak tau,"
Ervan mengerutkan keningnya seraya menempelkan telapak tangan kirinya pada kening Dinda, memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.
"Kenapa, Ervan?"
"Nggak, kirain lo deman,"
"Nggak kok, Dinda nggak deman,"
"Masih dinginnya? Atau perlu pelukan dari gue?"
"Gimana cara peluknya? Ervan 'kan lagi nyetir,"
Ervan terkekeh kecil. "Bisa aja 'kan gue hentiin mobil ini sebentar,"
"Nggak usah, Ervan,"
"Kenapa?"
"Udah nggak dingin lagi kok,"
"Yakin? Nggak mau pelukan hangat dari gue?"
Sebenarnya sih pengen dipeluk, batin Dinda.
Dinda menghela napas pelan. "Yakin,"
"Ya udah."
*****
Pintu gerbang rumah Dinda masih terbuka lebar, namun Ervan memilih untuk berhenti di luar pintu gerbang. Dinda kemudian melepaskan sabuk pengamannya dan beranjak keluar dari mobil Ervan. Ervan juga ikut keluar dan berjalan menghampiri gadisnya.
"Nggak ke dalam dulu?" tanya Dinda.
"Nggak, udah malem,"
Dinda mengangguk kecil.
"Besok pagi gue jemput lo, berangkat bareng gue ke sekolah, mau?"
"Nggak,"
"Kok nggak?"
Perlahan senyum Dinda mengembang. "Nggak nolak maksudnya,"
"Dasar, kebiasaan," seraya mengusap pelan puncak kepala Dinda. Cewek mana sih yang nggak suka dijemput oleh sang pacar, apalagi dimanja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END]
Ficção Adolescente"Kulkas 5 pintu? Emangnya ada? Tentu saja ada! Dia hampir membuatku gila akan ketampanannya yang paripurna. Namanya Ervan, Ya! Ervan Gunawan! Aku harap, aku bisa kenal dekat dengannya, tidak hanya dekat, aku lebih ingin... hmm, sepertinya tidak perl...