Matahari pagi bersinar terang hingga memasuki celah jendela kamar Dinda. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, sedangkan Dinda Maharani masih belum bangun. Mungkin karena efek dari pikirannya yang mulai goyah, belum siap meninggalkan sang pacar.
Tepat pukul setengah tujuh lewat lima menit, Dinda terbangun dari tidurnya. Ia menatap jam dindingnya, matanya langsung membulat sempurna. Ia bangun kesiangan pagi ini, tidurnya sangat pulas sampai-sampai ia tidak mendengar alarmnya berbunyi.
Kali ini Dinda tidak langsung bangun dari tidurnya, ia malah menyandarkan tubuhnya pada kasurnya. Tidak seperti biasanya, biasanya Dinda langsung pergi ke kamar mandinya dengan terbirit-birit. Kali ini Dinda sangat merasa bosan untuk pergi ke sekolahnya. Mungkin karena ini adalah hari terakhirnya ia pergi ke sekolahnya karena lagi 2 hari ia akan berangkat ke Manado.
Dinda menghela napas berat seraya menatap langit-langit kamarnya. Dinda kemudian mengalihkan tatapannya dari langit-langit kamarnya menuju ke meja yang ada di sampingnya. Dinda pun meraih ponselnya. Dinda langsung membuka WhatsApp-nya. Ternyata pagi ini tidak ada notifikasi dari Ervan Gunawan.
Dinda kembali menghela napas berat. Ia tahu, pasti Ervan Gunawan belum siap ditinggalkan olehnya. Baru juga pacaran 3 bulan udah mau LDR-an. Kalian pasti tahulah pacara baru 3 bulan itu pasti sedang asik-asiknya, bucin-bucinnya, sayang-sayangnya dan manja-manjanya.
Setelah nyawa Dinda terkumpul, ia turun dari kasurnya dan berjalan menuju jendela kamarnya. Dinda membuka gordennya dan membuka jendelanya. Dinda menghirup udara segar pagi ini. Ia menatap keluar melihat kendaraan lalu lalang di jalan depan rumahnya. Dinda kemudian berjalan menuju kamar mandinya.
"Males banget gue hari ini, pengen tidur aja." ucapnya seraya membuka pintu kamar mandinya.
*****
Dinda melangkahkan kakinya menuju kelasnya dengan malasnya. Pagi ini seperti tidak ada gairah baginya. Dinda berjalan melewati kelas 11 IPA 3, kelas Ervan. Dinda berhenti tepat di depan kelas 11 IPA 3, Dinda kemudian masuk ke dalam kelas itu. Dinda menatap ke sekeliling ruang kelas tersebut, namun Dinda tidak menemukan sosok Ervan di sana. Padahal lagi 5 menit sudah bel pelajaran jam pertama.
Hanya Ervan Gunawan saja yang tidak ada di ruang kelas tersebut, Artha dan Budi terlihat sudah ada di sana. Dinda pun memilih untuk menghampiri kedua sahabat Ervan.
"Hai?" sapa Dinda.
"Hai," sontak Artha dan Budi menyahut sapaannya.
"Kenapa Din? Tumben pagi-pagi udah mampir ke kelas gue," tanya Artha.
"Suka-suka dia dong, kan bukan urusan lo, lagian ruangan ini bukan milik nenek moyang lo," Budi mencoba menggoda kekesalan sahabatnya.
"Diam lo, gue nggak nanya lo!"
Dinda menghela napas berat menyaksikan ocehan 2 pria di hadapannya. Sudah tidak ada waktu lagi bagi Dinda Maharani untuk bertanya-tanya kepada Artha dan Budi. Karena kurang dari 1 menit lagi, bel akan berbunyi.
Dinda pun memilih untuk beranjak keluar dari kelas 11 IPA 3. Namun langkahnya dihentikan oleh Artha yang tiba-tiba menarik lengannya. Dinda pun langsung membalikkan badannya dan menatap pria itu.
"Kenapa?" tanya Dinda.
"Gue yang harusnya nanya sama lo, lo kenapa?"
"Eh, maksud gue, tujuan lo ke sini mau ngapain?" sambung Artha.
"Ervan nggak sekolah?"
"Nggak, dia lagi sakit. Emangnya lo nggak tahu?"
Dinda terkejut mendengar ucapan Artha barusan. Dinda menggelengkan kepalanya. "Gue nggak tahu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END]
Ficção Adolescente"Kulkas 5 pintu? Emangnya ada? Tentu saja ada! Dia hampir membuatku gila akan ketampanannya yang paripurna. Namanya Ervan, Ya! Ervan Gunawan! Aku harap, aku bisa kenal dekat dengannya, tidak hanya dekat, aku lebih ingin... hmm, sepertinya tidak perl...