"Harapanku kali ini lebih sederhana, aku nyaman bersamanya, dia juga nyaman bersamaku."
—Dinda Maharani.Setelah makanan yang mereka pesan datang, Ervan mulai menyantap makanannya. Tetapi tidak dengan Dinda yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk makanannya, ia sama sekali tidak memakan kimchinya.
Ervan menghentikan makannya seraya menatap gadis itu.
"Kenapa nggak dimakan?"
"Suapin," pinta Dinda dengan polosnya.
"Astaghfirullah,"
Dinda mengerutkan keningnya. "Kenapa?"
"Lo kan sudah gede, makan aja sendiri," Ervan pun melanjutkan memakan makanannya.
"Tega!" decak Dinda. Mau tidak mau ia langsung memakan kimchinya tanpa disuapi oleh Ervan.
Setelah makanannya hampir habis, Dinda menyandarkan tubuhnya pada kursinya.
"Nambah lagi, nggak?" tanya Ervan.
"Nggak, perut Dinda sudah penuh,"
"Oke."
Setelah sesi makan selesai, mereka melanjutkan mengobrol santai.
Tak lama kemudian Dinda yang sedang duduk manis tiba-tiba terlihat gelisah.
"Lo kenapa?" tanya Ervan.
"Dinda ke toilet sebentar ya, mau pipis," Dinda pun langsung pergi ke toilet.
Ervan menatap kepergian gadis itu sambil meminum jusnya. Ia kemudian berdiri dan berjalan menuju tempat pemesanan. Ervan menoleh kembali ke arah belakang, memastikan bahwa gadis itu belum datang.
Ervan mulai mengobrol dengan salah satu waiters cafe di sana dan memesankan sesuatu untuk Dinda.
"Baik, Kak. Segera kami proses." jawab waiters tersebut.
Ervan kembali membalikkan badannya menatap kursi yang tadi ia duduki. Ternyata Dinda Maharani belum juga kembali dari toilet. Ervan pun segera kembali ke tempat duduknya sebelum gadis itu datang dari toilet.
Setelah beberapa menit Ervan menunggu Dinda, akhirnya gadis itu muncul di depannya. Dinda langsung duduk kembali menghadap Ervan.
"Ervan nunggunya lama, nggak?"
"Nggak,"
Dinda mengangguk kecil.
"Lo di sini dulu, ya, ada yang mau gue pesan,"
"Kan bisa panggil salah satu waiters di sini,"
"Kali ini nggak bisa,"
"Oh, ya udah."
Ervan langsung berdiri dan berjalan ke arah depan kemudian membelokkan langkahnya ke kiri.
Sambil menunggu kedatangan Ervan, Dinda mengeluarkan ponselnya dari tasnya dan memainkannya untuk mengurangi rasa jenuhnya.
Setelah 10 menit Dinda menunggu, Ervan tak kunjung datang. Dinda mulai khawatir, kira-kira ke mana pria itu pergi.
Beberapa menit kemudian, datanglah dua waiters yang menghampirinya. Kedua waiters tersebut tersenyum lebar menatap Dinda.
"Permisi, ini pesanannya, Kak," seraya menyodorkan sebuah buket bunga mawar merah yang cukup besar dan satu buah boneka Hello Kitty.
"Pesanan saya?" Dinda kebingungan, Dinda rasa ia tidak memesan buket dan boneka tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END]
Fiksi Remaja"Kulkas 5 pintu? Emangnya ada? Tentu saja ada! Dia hampir membuatku gila akan ketampanannya yang paripurna. Namanya Ervan, Ya! Ervan Gunawan! Aku harap, aku bisa kenal dekat dengannya, tidak hanya dekat, aku lebih ingin... hmm, sepertinya tidak perl...