Part 17. Maybe

565 463 1.2K
                                    

Tringgggg

Bel masuk kelas pun berbunyi, Dinda segera berjalan menuju kelasnya. Tetapi, sebelum ia sampai di kelasnya, tiba-tiba saja Dinda merasa ada yang aneh di belakangnya, Dinda segera membalikkan badannya dan ternyata setelah ia membalikkan badannya ia melihat seorang pria yang sedang membuntutinya sedari tadi.

Dinda mengerutkan keningnya. "Ngapain lo ngikutin gue?" tanya Dinda dengan wajah kebingungan.

"Dih, GR amat. Gue nggak ngikutin lo, gue juga mau ke kelas kali."

Ternyata pria yang membuntuti Dinda sedari tadi adalah Daffa.Ya, Daffa! Pria yang menyukainya.

"Ya sudah, sana jalan duluan!" ucap Dinda sambil melipat kedua tangannya ke dadanya.

"Lo aja duluan," tolak Daffa.

Dinda memajukan bibirnya sedikit. "Ihh, kok semua orang pada ngeselin sih hari ini." ucap Dinda sambil berjalan menuju ke dalam ruang kelasnya dengan hentakan kaki yang cukup keras.

Tau nggak sih Din, lo marah kayak gini aja di mata gue lo tetap terlihat cantik, batinnya Daffa.

"Andai saja gue tipe cowok yang lo suka, pasti gue bersyukur banget punya lo, Din." ucap Daffa sangat berharap sambil menatap kepergian Dinda dari hadapannya.

Dinda sampai di dalam kelasnya dengan bibir yang masih saja diciutkan. Hari ini Dinda merasa sangat kesal dengan sikap semua orang yang seolah-olah mencampakkannya. Sambil menunggu kedatangan Guru mapelnya, Dinda duduk di kursinya sambil memutar-mutar bolpoinnya sembari melamun ke arah papan tulis yang kosong.

"Din?" sapa Divya yang baru saja sampai di dalam kelasnya.

Tak ada jawaban dari gadis itu. Dinda hanya melamun sembari melihat papan tulis di depan yang kosong, sama seperti hatinya sekarang yang masih saja kosong dan belum berhasil merebut hati Ervan Gunawan.

"Dinda!" teriak Divya sambil memukul mejanya.

"Hah? Apa? Kenapa?" tanya Dinda tiba-tiba terkejut.

Divya meletakkan tasnya di atas mejanya dan kemudian duduk di sebelah kanan Dinda. "Lo dari tadi ngelamun aja, gue panggil-panggil nggak nyahut. Lo kenapa, Din?"

"Nggak kenapa-napa." jawab Dinda yang berusaha menyembunyikan kekesalannya pagi ini.

"Yakin lo nggak apa-apa?" goda Divya.

"Yakinlah masa enggak!"

"Ya sudah kalau yakin."

"Mm. Jadi gini,"

"Gimana?" goda Divya lagi.

"Jadi, kemarin itu Dinda sempat chattingan sama Ervan, terus-"

"Terus?"

"Ervan kirim pesannya ke gue itu seolah-olah sikap dia ke gue sudah berubah Divya, eh nyatanya enggak. Tadi pagi dia cuekin gue di lapangan basket." ucap Dinda memberitahu.

"Oh gitu toh. Gimana kalau lo coba cuekin dia di dunia maya sekaligus di dunia nyata?" saran Divya sambil memetikkan jari kanannya.

"Gimana dong, kalau nanti dia malah ngejauhin gue dan cuekin balik gimana?"

"Lo jangan nethink dulu. Coba aja dulu, Ervan pasti bakalan ngerasa kayak ada yang aneh gitu setelah sikap lo ke dia berubah dan bisa aja dia malah nyari-nyari lo balik Din," saran Divya.

"Oke. nanti sore gue coba nggak kirim pesan ke Ervan sampai besok sore. Tapi kalau Ervan masih cuekin gue di sekolah gimana?" ucap Dinda mulai khawatir.

My Cold Man [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang