Dinda memilih untuk duduk seraya memantau Ervan dari kejauhan. Dinda sudah tidak sabar dan ingin melabrak gadis itu yang mencoba mendekati orang yang ia sukai.
Setelah gadis itu pergi dari hadapan Ervan, Dinda tak langsung bergegas ke meja makan Ervan untuk menghampirinya, melainkan ia menatap kepergian gadis itu dengan sorot mata tajam. Padahal gadis itu tidak meliriknya sedikit pun.
Setelah Dinda sudah merasa cukup tenang, ia ingin beranjak mendekati Ervan yang sedang makan bersama dua sahabatnya.
"Gue mau samperin Ervan dulu," tanpa basa-basi lagi, Dinda langsung berdiri dan berjalan mendekati Ervan.
"Hai, Ervan?" sapa Dinda yang memecah keheningan diantara mereka bertiga.
"Hm," jawab Ervan singkat seraya meminum minumannya.
"Tadi yang nyamperin Ervan siapa?" Dinda mulai mewawancarai Ervan seraya duduk di sebelah Artha menghadap Ervan.
"Dia? Gadis gila, sama kayak lo!" tak segan Ervan mengata-ngatai Dinda lagi.
"Ih... Ervan, Dinda serius nih!" seraya mendekatkan wajahnya ke Ervan.
"Gue juga serius," Ervan tak mau kalah dengan sorot mata tajam Dinda, ia pun ikut-ikutan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan tajam.
Dinda sedikit bingung dengan ucapan Ervan barusan. "Serius apaan?" tanyanya meyakinkan.
Ervan tersenyum licik. "Serius mencintai lo!"
Dinda, Artha dan Budi yang barusan mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ervan seketika melongo, heran dengan jalan pikiran Ervan.
"Dasar bucin!" decak Artha sambil menoyor jidat Ervan.
"Sakit monyet!" Ervan mengelus-elus jidatnya yang barusan dinodai oleh tangan Artha yang tidak ada akhlaknya sama sekali.
Dinda yang tidak terima melihat orang yang ia sukai diperlakukan seperti itu oleh sahabatnya, ia pun membalas menoyor jidat Artha.
"Eh, lo kok ikut-ikutan sih?! Mau gue tampol kepala lo biar lo sadar kembali? Biar nggak gila kayak sekarang!" Artha segera menepis tangan Dinda yang barusan mendarat halus menoyor jidatnya yang lebar.
Dinda memberikan sorot mata yang tajam. "Emang berani?"
Dinda tak melanjutkan meladeni Artha si manusia menyebalkan sejagat raya. Karena tujuan awalnya ke sini, yaitu untuk mewawancarai Ervan.
Dinda kembali menatap Ervan yang tidak sama sekali memperdulikan perdebatannya dengan Artha apalagi sampai mau membelanya.
"Ervan serius udah cinta sama Dinda?" tanya Dinda sungguh-sungguh.
"Bercanda!" jawab Ervan tak berdosa.
"Ih... kesel deh!" seraya menggebrak meja makan minimalis tersebut.
Dinda kemudian berjalan kembali menuju ke meja yang tadi ia tempati.
Raut wajah Dinda saat ini terlihat begitu kesal, ia sangat tidak suka dipermainkan, apalagi soal perasaannya.
"Gimana, Din?" tanya Divya seraya menahan tawanya, karena sedari tadi ia memantau gerak-gerik sahabatnya itu.
"Gimana apanya coba," seraya menatap kembali ke meja yang ditempati oleh Ervan beserta kedua sahabat jailnya.
"Cewek yang tadi itu siapa?"
"Nggak tau gue, Ervan nggak mau bilang cewek itu siapa, dia malah godain gue dan mempermalukan gue di depan dua sahabat jailnya itu!"
"Makanya, gue 'kan sudah bilang tadi, jangan samperin dia, dia itu licik, Din!" Divya berusaha mengingatkan kembali saran yang sempat ia kasih.
"Ah, bodo amat!"

KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END]
Teen Fiction"Kulkas 5 pintu? Emangnya ada? Tentu saja ada! Dia hampir membuatku gila akan ketampanannya yang paripurna. Namanya Ervan, Ya! Ervan Gunawan! Aku harap, aku bisa kenal dekat dengannya, tidak hanya dekat, aku lebih ingin... hmm, sepertinya tidak perl...