49. Tetesan air mata

84 11 0
                                    

Happy reading


"Yan."

"Yaaan."

"BRIIIIIAAANN!!!!" Zia berteriak tepat di telinga Brian. Membuat sang empu terkejut.

Dengan muka bantal, rambut seperti habis kesentrum, Brian membuat matanya, pemandangan pertama yang ia lihat adalah Zia.

"Kenapa sih zi? Ganggu banget Lo, orang gue lagi enak tidur juga." Gerutu Brian.

"Lo dipanggil tuh sama Mak Lo."

"Ah elah!"

"Heh!"

"Awas aja lu bohong!" Brian bangkit dari tidurnya, lalu turun kebawah untuk menemui sang mama yang sedang duduk di depan tv bersama bunda Zia.

Zia yang melihat kepergian Brian pun hanya menatapnya bingung, orang baru bangun emang suka gitu. Emosian.

Tak lama Zia juga ikut turun ke bawah, ikut duduk di sofa.

"Kamu yakin?" Tanya Serra.

"Yakin Bun, rencananya nanti aku ajak dia pergi jam 4."

"Yaudah, apa yang terbaik aja. Tapi kamu udah persiapkan semuanya dengan matang kan?"

Brian mengangguk mantap.

Bahas apaan tuh? Batin Zia.

"Yaudah kalau gitu Brian ke atas ya Bun, mah." Kedua wanita paruh baya itu mengangguk.

Ia berpapasan dengan Zia yang sedang menuruni tangga.

"Ga bohong kan?" Ucap Zia.

"Ge."

"Untung pacar gue...l- lupa kalo gue sama dia prenjon."

-usai-

"Zia." Panggil Serra sembari mengetuk pintu kamar sang anak.

"MASUK AJA BUN, GA DI KUNCI."

Serra masuk ke dalam menghampiri anaknya itu.

"Kamu mandi gih, Brian mau ajak kamu pergi."

"Kemana Bun?" Tanya Zia.

Serra tampak tersenyum misterius, "rahasia."

Zia menyatukan kedua alisnya, bingung, kenapa harus rahasia?

"Kok rahasia sih Bun?" Kesal Zia.

"Udah, sana mandi."

Dengan malas Zia beranjak dari kasur.

Beberapa menit berlalu, Zia melihat ada sebuah gaun diatas kasur, gaun siapa? Zia tidak merasa bahwa ia memiliki gaun ini.

"BUNDA, YANG DI KASUR GAUN SIAPA?" Tanya Zia berteriak.

"GAUN KAMU."

USAI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang