46- Harapan atau Ancaman?

207 13 1
                                    


Ketika gue tau dia bohong, gue jadi penasaran sudah ada berapa banyak hal yang dia sembunyiin dari gue. Lantas, gue ini apa di matanya?
-Aslan Ryvaldy

***

Sementara di Markas...

Disinilah mereka, duduk di tengah-tengah Markas dengan keadaan tangan dan kaki yang diikat di kursi. Ceritanya panjang, yang jelas mereka kewalahan menghadapi anggota Geng Astara yang terbilang cukup banyak itu.

Nampak Wira yang sedang berjalan bolak-balik seraya bersiul, tidak lupa dengan rokok yang ia hisap sampai asapnya mengepul di udara sekitar Markas.

"Heh lo! Bisa gak itu rokoknya di matiin?! Bisa sesak napas gue kalau nyium rokok mulu!" Protes Aura sambil menatap Wira tajam.

Wira menghentikan aktivitasnya, ia berjalan menghampiri Aura. Ia mencengkram wajah Aura kuat. "Cantik-cantik jangan suka marah dong,"

"Lwepaswin!"

"Anjing! Gak usah ganggu cewek! Bencong lo?!" Kesal Alaska.

Wira tertawa. "Kenapa? Lo suka ya sama dia? Mending dia sama gue,"

"Dih? Emang dia mau sama lo? Modelan lo aja kayak bencong gitu mana mau dia," cibir Bintang hingga Tyo, Antartika dan Rian tertawa ngakak.

"Goblok si Bintang! Sempat-sempatnya!" Ujar Tyo lalu tertawa.

Merasa di rendahkan, Wira langsung memukul wajah Bintang penuh amarah. "Anjing lo!" Umpatnya.

"BANGSAT KENAPA LO MUKUL DIA!" Teriak Tyo.

"Kok marah? Kan dia emang bener. Lo kan bencong." Sembur Chris.

"Udah. Gak usah di ledekkin, nanti dia baperan" tegur Aslan dengan mata yang tak lepas dari Wira.

"Terserah lo pada mau apa. Yang jelas sebentar lagi Geng Monster bakal jatuh di tangan gue." Wira mengambil tongkat baseball yang penuh paku tersebut. "Sekarang, gue harus pukul siapa ya?"

Mendengar kalimat itu membuat Geng Monster berusaha melepaskan ikatan di tangannya. Mereka sangat waspada dengan sikap Wira yang terlihat mencurigakan itu.

"Ahh, mungkin yang pertama. Lo?" Wira menatap kearah Qana.

"Hah?! Maksud lo apaan?!"

Bintang menggoyangkan kursinya. "Sialan!"

Tidak peduli dengan jeritan Geng Monster, Wira lebih memilih menghampiri Qana. Ia terlena dengan wajah cewek itu. Dirinya tidak bisa berbohong kalau Qana memang sangat cantik. Dengan lembut Wira mengelus rambut Qana. Sementara Qana merasa merinding sendiri.

Terlihat jelas Qana selalu menghindar pertanda ia tidak mau di sentuh-sentuh.

"Cih, tau-tau gue gak usah ke sini aja hiks" sesal Aura. Sedetik kemudian ia ingat akan sesuatu. "Aslan!" Panggil Aura pelan.

Cowok itu hanya menaikkan satu alisnya. Kebetulan mereka duduk bersebelahan.

"Jangan bilang Kim bakal kenapa-napa. Astara sengaja nahan kita di sini supaya gak ada yang bisa jagain Kim," bisik Aura.

"Sialan!" Umpat Aslan pelan. Ia melirik kearah Alaska yang hanya diam dengan wajah frustasinya. Matanya langsung fokus kearah saku celana temannya itu yang terdapat sebuah benda persegi panjang di dalamnya. Sebuah ide muncul di pikiran cowok itu.

"Woi!" Panggil Aslan dengan nada pelan kepada Alaska. Cowok berwajah tampan itu langsung melirik kearah Aslan sambil berkata tanpa suara, 'apa?'

"Hp lo," bisik Aslan. "Buat telpon adek lo"

ASLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang