15. PELAJARAN HIDUP

323 57 26
                                        

"Mama, Nadya pulang!" teriak Nadya saat turun dengan cara melompat dari sepeda Alana.

Alana menaruh sepeda miliknya pada dinding yang berada di depan rumah berukuran minimalis itu. Alana mengambil plastik putih yang berada pada keranjang sepedanya dan berjalan mengikuti Nadya.

Nadya membuka pintu rumahnya dengan gembira, gadis kecil itu langsung menghampiri Mamanya yang hanya bisa berbaring di atas ranjang. Mama Nadya terkena stroke berat, kakinya sudah tidak bisa lagi digunakan untuk berjalan. Jadi terpaksalah, Nadya yang masih berumur delapan tahun harus bekerja untuk mencari uang.

"Mama! Nadya bawa Kak Alana,"  ucap Nadya pada Mamanya.

Alana masuk dengan mengucapkan salam dan langsung menghampiri Mamanya Nadya yang terbaring di atas ranjang. Alana menatap Mamanya Nadya dengan sendu, seketika air matanya berkumpul. Namun, ia menahannya. Ia tidak mau menangis untuk sekarang.

"Assalamualaikum, Mamanya Nadya. Kenalin aku Alana." Alana memperkenalkan diri dengan senyum yang terpancar. 

Perempuan paru baya itu dapat melihat gadis cantik di hadapannya memancarkan aura yang sangat positif, perempuan itu membalas senyum Alana dengan begitu tulus. Namanya, Ratih. Sosok perempuan yang luar biasa, ia dapat membesarkan Nadya sendirian tanpa seorang suami di sampingnya.

"Mama tau nggak. Kak Alana beliin aku banyak makanan loh!" seru Nadya, menarik plastik putih yang berada di sampingnya. Nadya dengan begitu antusiasnya memperlihatkan beberapa makanan yang berada di dalam plastik itu kepada Ratih, ibunya. 

"Alhamdulillah," ucap syukur Ratih, sambil meneteskan air mata.

Alana yang sedari tadi sudah membendung air mata itu pun tak kuat lagi untuk menahannya. "Mungkin itu nggak banyak tapi seenggaknya bisa ngebantu Tante sama Nadya," ujar Alana.

"Ini banyak sekali, Nak. Terima kasih banyak," balas Ratih.

"Anak Tante hebat bisa nyari duit sendiri!" puji Alana untuk Nadya.

"Iya, dong Kak Alana. Aku kan diajarin sama Mama. Kata Mama, kita itu harus kuat. Gimana pun keadaannya kita harus tetap bersyukur. Mau itu susah ataupun bahagia." Alana semakin berdecak kagum mendengar ucapan yang keluar dari mulut gadis kecil ini.

"Kak Alana kenapa nangis?" tanya Nadya dengan polos.

Alana dengan buru-buru menghapus air mata itu dengan punggung telapak tangannya. "Nggak pa-pa. Kak Alana cuman kagum aja sama kamu." 

"Jangan nangis dong Kak Alana!" seru Nadya. "Kak Alana harus tetap senyum, kakak kan cantik. Jadi harus senyum terus ya!"

"Aku mau peluk Kak Alana lagi dong."

Alana mengangguk. 

Gadis kecil itu langsung memeluk tubuh Alana dengan senyum yang terpancar. Dengan bertemu Nadya, ia benar-benar merasa semakin bersyukur. Karena dirinya masih bisa makan enak, tidur dengan nyenyak, dan tak kebocoran saat hujan.

"Makasih ya Kak Alana. Kak Alana udah cantik baik lagi kayak bidadari!" puji Nadya tersenyum.

"Kamu juga cantik." Alana mengelus pipi chubby milik Nadya.

Alana lalu memandang Ratih yang masih terharu karena baru pertama kalinya, seseorang gadis yang tak mengenal keluarganya dengan tiba-tiba datang bersama putrinya membawakan begitu banyak makanan dan kebutuhan lainnya.

"Tante sehat-sehat ya, nanti kalau Alana ada waktu pasti Alana kesini lagi boleh kan?" tanya Alana sebelum pamit untuk pergi. 

"Boleh banget. Tapi, maaf rumah saya jelek banget dan saya nggak bisa nyediaiin kamu makanan." 

Tan - LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang