30. KITA PACARAN

359 55 150
                                    

Suasana kantin SMA Garuda Emas sangat ramai seperti biasanya. Alana, Kejora, Delima, Sisi, dan Arif baru saja sampai di kantin. Mereka terlambat, semua meja sudah penuh ditempati oleh murid-murid yang memilih makan di kantin.

"Yah, gimana dong?" tanya Sisi, kecewa.

"Gimana kalau kita gabung ke meja Tristan aja? masih ada tempat kosong tuh," ujar Alana.

Semua menoleh, menatap Alana dengan tatapan tak setuju.

"Kenapa pada ngeliatinnya gitu sih, mau nggak?" tanya Alana memastikan.

"Nggak deh, Lan. Cari meja lain aja," protes Sisi. "Emang lo nggak liat noh, ada si Maya sama kurcacinya di meja Tristan."

Alana menoleh kembali, benar kata Sisi. Maya berada di sana dan posisi duduknya sekarang benar-benar di samping Tristan, jujur ini sangat menjengkelkan untuknya.

"Kan, sekarang lo yang diem. Tadi lo yang ngajakin duduk di sana," ujar Kejora.

"Nggak jadi deh, gue nggak mau ganggu. Biarin Tristan sama Maya aja," kata Alana, berubah pikiran.

Teman-temannya bisa melihat dengan jelas perubahan raut wajah Alana. Perempuan itu jelas saja cemburu.

"Gue ke kelas aja," ucap Alana, tiba-tiba.

"Terus lo nggak makan gitu?" tanya Kejora.

"Gue nitip sama lo aja, Ra."

"Oke, lo mau apa?"

"Nasi goreng aja."

Alana membuka dompet pink miliknya lalu mengeluarkan uang bewarna hijau sebanyak satu lembar lalu ia berikan kepada Kejora. Kejora meraih uang tersebut. "Ya, udah. Lo balik ke kelas aja."

"Makasih, Ra."

Alana memutuskan untuk melangkah meninggalkan kantin. Rasa tidak terima itu menghampiri benak Alana. Perempuan itu benar-benar cemburu, cemburu dengan lelaki yang bukan miliknya.

***

Tiba-tiba langkah kaki Alana terhenti di lorong kelas XII IPS, Alana menoleh dan melihat Ibram tengah berjalan menghampirinya dengan posisi tangan yang di masukan ke dalam saku celana seragam sekolahnya.

"Kok tumben sendirian aja?" tanya Ibram. "Biasanya bareng Kejora, Sisi, Delima sama Arif."

"Mereka lagi di kantin."

Ibram memandang wajah perempuan di hadapannya, terlihat jelas wajah perempuan itu sepertinya tidak baik-baik saja, senyuman yang selalu lekat pada wajahnya sepertinya kini mulai hilang.

"Lo kenapa?" tanya Ibram, menyelidiki. "Lagi sedih ya?" tebak Ibram.

"Nggak kok, Bram."

"Bohong banget! Gue tau lo lagi sedih, soalnya biasanya lo senyum mulu. Nah, sekarang lo nggak senyum. Berarti lagi sedih, kan?"

"Emang harus ya senyum setiap saat setiap detik?" tanya Alana. "Nanti kalau dikatain orang gila gimana?" lanjut Alana dengan polos.

Ibram sedikit tertawa. "Bisa ngelucu juga lo."

"Gue kan emang lucu, Bram. Lo aja baru sadar," ucap Alana, percaya diri.

"Iya, deh. Lo emang lucu kayak boneka sapi warna pink," ledek Ibram pada Alana. Ucapan lelaki itu membuat perempuan di hadapannya menunjukan wajah marah, bisa-bisanya perempuan selucu Alana dikatain mirip boneka sapi.

"Bercanda, Lan. Jangan nangis, cup, cup, cup!"

"Udah, ah. Gue mau balik ke kelas aja."

"Kenapa? Lo ngambek sama gue?" tanya Ibram, menahan Alana. "Gue bercanda sumpah, Lan."

Tan - LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang