52. 03.55

964 106 83
                                    

Malam semakin mencekam ditemani hawa dingin yang mulai terasa menusuk permukaan kulit. Masih dengan setia, para sahabat Alana menunggu kabar baik dari sang dokter.

Berjam-jam sudah berlalu, Kejora pun sudah mempunyai keberanian untuk menghubungi kedua orang tuanya mengenai kondisi Alana saat ini.

Jari-jemari Kejora semakin mengeratkan satu sama lain, bibirnya pun bergerak semu. Perempuan itu seraya berdoa, ia sangat berharap ada kabar baik mengenai kondisi Alana.

Ceklek!

Pintu ruang operasi baru saja terbuka. Seorang dengan memakai baju operatie kamer baru saja keluar dari ruangan tersebut. Dokter itu membuka maskernya dan menghela napas lega, keringat yang tampak jelas di keningnya menandakan dokter ini berusaha sekuat tenaga.

Kejora langsung mendekat ke arah dokter tersebut, begitupun dengan Ibram, Guntur, dan Rayhan. Semua sudah berkumpul tepat di depan dokter yang baru saja keluar. Dengan penuh harap, semua sahabat Alana berdosa, menanti kabar baik yang akan mereka dengar.

Dokter itu mengendarkan pandangannya, memperhatikan satu persatu wajah dari keenam sosok di depannya.

Cemas, itulah ekspresi yang mereka tunjukkan. Dokter itu menghela napasnya sekali lagi, melihat dokter tersebut terus menghela napas semakin membuat Kejora gelisah. Perempuan ini terus membuang pikiran negatif yang terus menghinggapinya.

"Dok, gimana keadaan Alana?" tanya Kejora. "Jangan diem aja, saya butuh jawaban, Dok."

"Teman kalian mengalami pendarahan yang cukup hebat karena ada satu peluru yang nemembus bagian perutnya. Peluru itu berhasil membuat pembuluh di bagian perutnya pecah, dan dia juga kehilangan banyak sekali darah," jelas Dokter tersebut yang berhasil membuat tubuh Kejora melemas seketika.

"Saya, selaku dokter yang menangani teman kalian sudah berusaha semaksimal yang kita bisa. Tetapi, Tuhan lebih sayang teman kalian. Pasien dinyatakan meninggal dunia pada pukul 03.55."

"ENGGAK!!!!!!!!!!!!!!" teriak Kejora, tidak terima. "Dok, dokter bohong kan? katanya dokter berusaha semaksimal mungkin, tapi mana?!!!!" bentak Kejora.

Ibram sangat terpukul berat saat mendengar apa yang diucapkan dokter barusan, lelaki itu langsung menendang kursi yang berada di dekatnya.

"DOK, JAWAB SAYA! DOKTER SALAH KAN?!!! NGGAK MUNGKIN ADIK SAYA MENINGGAL!!!!" teriak Kejora, benar-benar tidak terima.

Sisi dan Delima tidak bisa menahan tangisnya, dua perempuan itu melemas tak kuat lagi berdiri. Mereka berdua memilih untuk duduk sembari berpelukan dengan air mata yang mengalir begitu deras, rasanya seperti pecahan kaca yang menancap dadanya dengan jumlah yang banyak.

"Nggak mungkin dok, dokter pasti bercanda kan???" ujar Kejora. "Dokter, tolong periksa adik saya lagi. Siapa tau dokter salah. Ya, Dok. Please, saya mohon."

Dokter tersebut menepuk pundak Kejora, lalu mengelusnya. "Belajar ikhlas, ya. Adik kamu sudah menemukan jalannya."

Kejora membanting tangan dokter itu dengan kasar. "Dokter jangan main-main sama saya! Saya bisa aja hajar dokter detik ini juga!!" bentak Kejora, kasar.

Arif yang berada di sampingnya langsung memegangi kedua tangan Kejora yang sudah terkepal kuat. "Ra, tenang. Jangan gitu."

"Dia bohong, Rif. Dia bohong, dia bilang Alana meninggal. Padahal enggak kan?" tanyanya.

Arif terdiam, sungguh rasanya seperti mimpi buruk.

"Lo kenapa diam? Jawab gue!!!" bentak Kejora. "Alana masih hidup kan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tan - LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang