49. AKHIR DAN LUKA

582 72 48
                                    

Seketika ruangan itu menjadi hening, Tristan berusaha mencerna apa yang diucapkan Guntur barusan. Ia menggelengkan kepalanya, sedikit pula ia tertawa kecil menepis kenyataan pahit.

"Lo bercanda kan, Tur. Nggak mungkin gue buta," kata Tristan, tak percaya.

Mata Guntur memerah, ia berusaha menahan tangisnya. Ia merasakan rongga dadanya sakit saat melihat sahabatnya seperti ini. Apalagi saat melihat ekspresi Tristan yang berubah saat mendengar ucapannya.

"Gue nggak bercanda Tan, dokter bilang sendiri. Mata lo buta, karena ada beberapa pecahan kaca yang nancap di mata lo," jelas Guntur dengan suara yang gemetar.

"NGGAK, NGGAK MUNGKIN! LO BOHONG KAN?!!!" teriak Tristan. "GECE!! TUR JAWAB GUE! BIMA JAWAB!! RAYHAN JAWAB!!! TIAN JAWAB!! GUE NGGAK BUTA KAN??!" Tristan teriak begitu histeris, ia benar-benar tidak terima ini semua terjadi padanya.

"Tan, lo tenang dulu." Rayhan mencoba menenangkan perasaan sahabatnya. "Gue tau ini berat buat lo, tapi kenyataannya emang gitu. Mata lo nggak bisa lihat lagi, hanya ada satu cara yang bisa bikin lo bisa lihat lagi dengan cara operasi."

"YA, UDAH. BILANG KE DOKTER KALAU GUE MAU DI OPERASI!!!"

"Nggak bisa gitu, donor mata di rumah sakit ini susah, Tan." Rayhan semakin tak tega untuk melanjutkannya. "Lo yang sabar ya."

Tristan menggelengkan kepalanya berkali-kali, ia masih tidak bisa menerima kenyataan pahit dalam hidupnya.

"WOYY!! GUE MAU LIHAT, GUE NGGAK MAU BUTAA!!!!" teriak histeris Tristan begitu keras. "ANJING! GUE NGGAK MAU BUTA, BANGSAT!!" umpatnya.

Teriakan itu sanggup membuat Alana yang sedari tadi memilih untuk menundukkan kepalanya kembali menangis.

"Gue sedih, gue sedih lihat Tristan nggak bisa lihat lagi," bisiknya sedih.

"Kita juga sedih Lan, lo nggak sendirian," balas Arif.

Guntur masih senantiasa berada di samping brankar Tristan. Ia masih menenangkan perasaan lelaki itu. Detik kemudian, Guntur kembali bersuara. "Ada Alana disini," ucapnya.

"Alana?"

"Iya, ada Alana." Guntur menoleh ke arah Alana dan memberikan senyum kepada perempuan itu.

Alana lalu mendekat ke arah brankar.
"Tristan," panggilnya lembut.

Tangan Tristan mengepal dengan kuat saat mendengar suara itu. "Ngapain lo kesini? Mau ketawain gue?!"

"Nggak, aku kesini mau nemenin Tristan. Bukan mau ngetawaiin," balas Alana.

"Nemenin gue??" tanya Tristan. "Gue pikir kayaknya nggak perlu!"

"Kenapa??" tanya Alana. "Kan, aku masih paca–"

"Pacar lo bilang??!!" bentak Tristan, memotong ucapan Alana. "Lo bukan pacar gue! Mendingan lo pergi dari sini!!!"

"Aku pacar kamu, Tristan," kekeh Alana.

"Bukan!" pekik Tristan. "Lo bukan pacar gue! Pacar gue bukan orang kayak lo!" bentak Tristan, berusaha menoleh ke arah Alana dengan susah payah.

"Pacar gue, nggak akan pernah tega buat gue buta kayak gini!!" tekan Tristan. "Lo adalah penyebab ke cacatan mata gue! Karena ngejar lo, semua ini terjadi. Gue buta, gue nggak bisa ngelihat. Dan ini semua karena lo!"

"Tristan, aku minta maaf."

"Minta maaf? Lo pikir dengan minta maaf, bakal bikin mata gue normal??! Gue buta, Lan. Gue cacat, dan itu semua karena lo!!"

"Tan."

"PERGI!!!" gertak Tristan pada Alana.

"Nggak, aku mau disini!"

Tan - LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang