35. TANLANA BAIKAN

353 52 109
                                    

Hari telah berganti sore, Alana baru saja sampai di depan rumahnya. Seketika langkahnya terhenti begitu saja saat dirinya melihat Maya bersama Tasya dan Erika tengah duduk di kursi di dekat teras.

Ketiga perempuan itu lalu bangkit dari duduknya dan menghampiri Alana yang masih terpaku di dekat pintu gerbang. Perempuan yang berajalan di tengah melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Alana dengan tatapan kesal nan mematikan.

"Baru pulang lo?!" tanya Maya jutek.

"Iya, kenapa?" tanya Alana membalasnya.

Maya menoleh ke kanan dan kiri, ia melihat suasana rumah yang sekarang masih terlihat begitu sepi. Di sana tak terlihat Pak satpam atau pun Bi Inah.

"Ka, Sya. Bawa dia!" perintah Maya langsung disetujui Tasya dan Erika.

Lagi dan lagi, perempuan ini tidak bisa memberontak karena gengaman Tasya dan Erika jauh lebih kuat.

"Bawa dia ke gudang belakang!"

Tasya dan Erika menarik tangan Alana dengan begitu kasar, mereka membawa Alana sesuai arahan dari Maya yang sudah berjalan di depan mereka. Maya tau, Alana takut kegelapan makannya ia membawa Alana ke tempat gelap yang letaknya lumayan jauh dari rumah utama.

"May, lo mau ngapain lagi sih! Perasaan gue nggak buat salah sama lo, kenapa lo jahat mulu sama gue??!!" teriak Alana.

Maya menghentikan langkahnya, ia memutar balikan tubuhnya dan berjalan menghampiri Alana. Tangan kanannya menekan pipi Alana dengan cengkraman yang begitu kuat. "Karena lo Alana, cewek benalu yang tinggal di kehidupan gue dan orang tua gue!"

Mendengar kata 'benalu' yang selalu dilontarkan oleh Maya membuat Alana kembali merasakan sesak pada rongga dadanya. Matanya memanas, genangan air mata yang berkumpul tiba-tiba lolos di luar kendalinya, Alana menangis.

"May, gue minta maaf kalau emang gue punya salah sama lo. Gue tau, gue emang nyusahin di sini dan gue sadar selama gue tinggal di sini lo selalu dinomor duakan sama Papa. Tapi, kalau boleh jujur gue pun nggak mau kayak gitu, May. Gue mau Papa adil sama lo dan gue," jelas Alana dengan air mata yang turun tanpa ia minta.

"Alah, lo nggak usah sok minta maaf deh. Gue tau lo seneng kan selalu dapat perhatian Papa?!" bentak Maya. "Muka doang ya sok polos, lugu kayak gini padahal hati lo licik!"

"Gue licik? Bukannya Mama lo yang licik?"

Seketika amarah Maya memuncak saat Alana menyebut Sinta adalah perempuan licik.

Dengan kasar Maya mendorong tubuh Alana dengan kuat, tubuh Alana terhuyung ke belakang dan terjatuh ke tanah.

"Berani banget lo nyebut nyokap gue licik, bukannya nyokap lo yang mau ngerebut semua harta Om Husein??!!!" balas Maya, memutar balikan fakta. "Benar ya kata Mama gue. Lo dan ibu lo, sama-sama tukang cari perhatian!!"

Alana bangkit, lalu menatap Maya dengan tatapan tak terima. "Lo nggak usah ngebalikin deh, May. Ibu gue, nggak mungkin punya pemikiran kayak gitu!" tekan Alana. "Justru lo dan Mama lo yang jelas-jelas mau ngerebut semua harta Alm. Ayah gue!"

"Jaga ucapan lo! Sekali lagi lo bawa-bawa Mama gue, abis lo sama gue!!!"

"Emang kenapa kalau gue bawa Mama lo? Lo nggak terima?!" tanya Alana menantang.

Semakin tak terima dengan ucapan Alana, Maya kembali memilih berbuat kasar padanya.

Seperti biasanya, Maya menjambak rambut Alana dengan begitu kuat. Tetapi kali ini Alana tidak akan tinggal diam lagi, perempuan itu membalas jambakan Maya dengan yang lebih kuat lagi.

Tan - LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang