40. PEMAKAMAN

267 44 57
                                    

Hari ini adalah hari yang paling berat untuk Alana. Hari dimana ia harus benar-benar berpisah dengan Arwan untuk selamanya.

Semalam sudah Sisi, Kejora, dan Arif menemani Alana dalam kesedihan. Beberapa teman Alana pun mulai berdatangan untuk mengucapkan belasungkawa.

Tangis Alana dalam pelukan Kejora kembali pecah, sungguh ia tak sanggup ketika melihat tubuh Arwan sudah dibalutin oleh helaian kain putih disekujur tubuhnya.

"Lan," panggil perempuan di sampinya. "Jangan nangis terus, nanti gue jadi sedih. Sumpah, gue mendingan liat lo teriak-teriak dibanding nangis kayak gini," kata Sisi.

"Iya, Lan. Gue nggak tega ngeliat lo nangis mulu dari semalam," sahut Arif.

"ALANAAA!!!!!!!!!!!"

Teriakan milik perempuan yang baru datang menggelengar di tengah keheningan. Mendengar teriakan itu, Alana, Kejora, Sisi, dan Arif menoleh.

"Maafin gue, semalem nggak bisa nemenin lo. Bokap nyokap gue nggak bolehin gue cengtri bareng Arif." Delima langsung memeluk tubuh Alana.

"Nggak pa-pa, Del."

"Gue minta maaf banget, gue turut berduka cita."

Alana hanya tersenyum getir membalas Delima yang baru saja datang.

"DEL, LO BISA NGGAK SIH TADI DATENG TUH JANGAN TERIAK?!! NGGAK TAU MALU BANGET!" seru Arif, sinis.

"Ih, iya. Ya Allah maaf banget," ucap Delima menyesal.

Seluruh anggota keluarga Arwan sudah berdatangan, mereka tengah berkumpul dan melihat tubuh Arwan untuk terakhir kalinya sebelum benar-benar dibawa ke tempat peristirahatan.

Tristan, Guntur, Rayhan, Bima, Tian bahkan Diaz dan Ibram pun ada di rumah Alana. Merekalah yang membantu untuk mempersiapkan tenda dan beberapa kursi untuk para tamu yang berdatangan.

Namun satu yang sangat disayangkan. Maya dan Sinta terlihat seperti orang yang acuh, mereka berdua kini malah memilih untuk duduk santai dimeja makan.

Saat Tristan keluar dari garasi rumah Alana, ia melihat kekasihnya tengah duduk bersama para sahabatnya disalah satu kursi dekat pintu masuk utama. Matanya perempuan itu merah dan sembab.

Ia sungguh tidak bisa melihat Alana seperti itu, ia tidak tega. Tristan memilih berjalan menghampiri kekasihnya dengan membawakan satu botol air mineral. Ia berharap ini akan membuatnya tenang.

Alana mulai merasakan kehadiran Tristan di dekatnya.

Tristan sedikit mengambil posisi jongkok lalu meraih tangan Alana dan mengelusnya.

"Papa kamu udah tenang disana, kamu harus belajar ikhlas. Aku akan selalu ada di samping kamu," ujar Tristan sambil mengelus tangan Alana secara perlahan.

Tristan beralih menatap keempat sahabat Alana. "Gue titip Alana sama kalian, jangan biarin Alana nangis. Gue mau ke dalam dulu, ada yang masih harus gue kerjain."

Setelah kepergian Tristan, tangis Alana kembali pecah. Kali ini tidak hanya air mata yang terlihat tetapi ada sebuah teriak histeris yang terdengar begitu jelas.

Keempat sahabatnya dengan sigap berusaha untuk menenangkan Alana. Ia benar-benar belum bisa menerima ini semua, terlebih lagi saat mengingat bagaimana sikap Arwan yang begitu menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri.

Semua perkataan Arwan, semua kenangan Arwan dengannya bahkan pesan dan nasihat yang selalu Arwan ucapkan kini seolah berputar di dalam otaknya. Ia kembali histeris memanggil nama Arwan berkali-kali. Tak ada satupun dari keempat sahabatnya yang bisa menangkan perempuan ini.

Tan - LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang