26. KAMAR 362

330 56 82
                                    

"Guntur, tunggu!"

Kejora baru saja memanggil Guntur yang tengah berjalan berama Tristan. Cowok tinggi gagah itu menoleh dan melihat Kejora bersama Arif tengah berjalan menghampiri mereka.

"Liat Alana nggak?" tanya Kejora dengan napas yang sudah tidak terkontrol. Ia benar-benar panik.

"Nggak, emang Alana kemana?"

"Ilang."

"Hah? Ilang? Kok bisa?" Tristan terkejut saat mendengar ucapan Kejora. Mendengar kabar tersebut membuat rasa ke khawatirannya pada Alana muncul dengan sendirinya.

"Nggak, tau. Dia tiba-tiba ilang sendiri," sambung Arif.

"Terus sekarang belum ketemu?" tanya Guntur.

"Belum, lo beneran nggak liat Alana?"

"Nggak."

"Ya, udah. Makasih ya," ucap Kejora. "Ayo, Rif. Cari lagi."

Arif dan kejora berlalu pergi, mereka kini masih dalam pencarian keberadaan Alana yang belum diketahui. Perasan mereka benar-benar sudah diserang kepanikan.

"Lo mau kemana, Tan?" tanya Guntur, yang melihat Tristan tiba-tiba lari meninggalkannya.

"Cari Alana."

***

Di dalam kamar 362 terdengar suara teriakan perempuan yang meminta tolong. Lelaki yang sudah tidak memakai baju itu tertawa puas menatapi seorang gadis yang baru saja tersadar dan langsung berdecak kaget.

Saat wajah Diaz mendekat ke arah wajahnya, dengan sekuat tenaga kaki Alana menendang bagian kaki Diaz. Lelaki merintih kesakitan. Saat itu juga Alana berhasil untuk berdiri, ia tau apa yang akan Diaz lakukan padanya.

"Gue nggak nyangka lo bakal kayak gini," ucap Alana, kecewa.

Diaz tersenyum licik, ia sudah termakan ucapan Maya. Hingga membuat dirinya buta.

"Gue kecewa sama lo, Diaz. Lo sahabat gue tapi kenapa lo mau ngelakuin ini ke gue?"

"Lo yang bikin gue pengen ngelakuin ini." Diaz mendekat ke arah Alana, Alana terpaksa harus mundur. Tubuh Alana menyentuh dinding, ia tidak bisa lagi berjalan kemana-mana.

"Diaz, please gue minta tolong. Lo jangan mendekat!" pinta Alana dengan suara yang gemetar.

Diaz tidak mengiraukannya, ia tetap berjalan mendekati Alana. Gelap dan buta, itulah yang sudah tergambar dari seorang Diaz Mahesa.

"Jangan takut sayang, cuman malam ini aja kok. Nggak bakal sakit." Diaz membelai rambut Alana, Alana menghindar, Alana takut. Siapapun tolong Alana!

"Di–diaz," Lirih Alana tergagap. "Gue mohon sama lo jangan lakuin ini sama gue. Kalau lo lakuin ini gue bakal teriak!"

Diaz menarik sudut bibirnya. "Nggak semudah itu, Alana. Kalau pun lo teriak juga nggak bakal ada yang denger, kamar ini sepi. Cocok buat kita berduaan."

"TOLONG!!! TOLONG!! TOLONG!!"

Merasa sudah terpojokan Alana akhirnya membuka suaranya, ia berteriak sekencang mungkin. Namun, sepertinya usahanya sia-sia. Tidak ada satupun orang yang mendengar teriakannya.

"Nggak ada yang denger kan? Jadi ayolah!"

"Gue nggak mau, Diaz!"

Alana menangis di hadapan Diaz dengan isak, tetapi karena sudah buta oleh nafsu. Diaz tak ada rasa belas kasihan, tangan lelaki itu menarik tangan Alana secara paksa ke arah ranjang.

Tan - LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang