28. TRISTAN BERULAH

336 53 111
                                    

Jam istirahat telah tiba, semua murid-murid berbondong-bondong pergi ke kantin. Tetapi berbeda dengan Alana, Arif, Kejora, Delima, dan Sisi. Mereka berlima memilih untuk tetap di kelas sembari belajar materi Kimia yang akan diujikan setelah jam istirahat. Lagipula hari ini Alana membawa bekal, jadi urusan perut diserahkan semua kepada bekal yang dibawa Alana.

"Alana, lo ditunggu Tristan tuh," ucap Ananda–teman sekelas Alana.

Alana terpaksa menghentikan aktifitasnya. Perempuan ini menoleh ke arah pintu kelas. "Dimana?"

"Di deket perpus."

"Oh, makasih ya."

Alana yang tengah duduk bersama Arif, Kejora, Delima, dan Sisi dengan cepat bangkit.

"Jangan bilang lo mau nyamperin Tristan?" tebak Kejora.

"Iya, Ra. Sebentar kok."

"Sebentar-sebentar, lo lupa? Habis istirahat ujian biologi loh, ntar kalau lo cabut yang ngajarin disini siapa?" protes Sisi.

"Ada Arif tuh, dia kan pinter biologi," ujar Alana. "Udah ya, gue kesana dulu nanti Tristan nungguin. Bye!"

Alana berlalu pergi meninggalkan kelas, ia berjalan dengan langkah sedikit lebih cepat. Jantungnya berdegup kencang, pikirannya pun mulai bertanya-tanya, kenapa tiba-tiba Tristan nyariin dirinya? Apa jangan-jangan dia mau minta maaf soal yang di pesta? Kalau iya, pasti bakal bikin Alana senang banget. Karena jujur setelah kejadian di pesta itu, Tristan tidak sama sekali meminta maaf atas ucapannya. Jadi, Alana sangat menunggu permintaan maaf dari lelaki itu.

Cowok yang tengah berdiri sambil bersandar di dinding dekat perpustakaan menyadari kedatangan seorang perempuan yang tengah ia tunggu. Perempuan dengan rambut dikuncir itu baru saja sampai di hadapannya dengan tersenyum-senyum seperti biasanya.

"Ada apa Tristan nyariin Alana?" tanya Alana.

Tristan menaruh tangannya di dalam saku celana seragamnya, lelaki itu lalu menatap Alana dengan tajam, lekat, dan dalam.

"Ih jangan ngeliatin Alana kayak gitu dong, Alana nanti salting!!" seru Alana.

Bukannya menjawab, Tristan malah semakin menatap Alana begitu tajam membuat perempuan ini semakin salting sendirian.

"Tristan, ih ada apaan sih? Kok lihatin Alana kayak gitu banget?" tanya Alana, semakin penasaran.

"Oh, Alana tau. Jangan bilang Tristan kangen ya sama Alana? Karena Alana nggak masuk kemarin," lanjut Alana, percaya diri.

"PD BANGET LO JADI CEWEK!" ketus Tristan.

"Biarin!" sahut Alana, meledek.

Tristan menghela napasnya. "Gue minta maaf,"

Inilah yang Alana tunggu-tunggu, ucapan permintaan maaf dari Tristan.

"Iya, Tristan. Nggak pa-pa, Alana udah maafin Tristan kok." Alana masih senyum-senyum sendirian memandang Tristan di depannya. "Soal ucapan Alana kemarin itu cuman bercanda kok, Alana nggak benci sama Tristan. Kalau benci sama Tristan tuh susah, Alana nggak bisa."

"Nggak usah ngomong gitu, kalau lo masih deket-deket sama Ibram!" ketus Tristan.

Alana tiba-tiba tersenyum gemas sendirian, padahal dirinya tidak menyangkut pautkan masalah ini dengan Ibram. Lalu, kenapa tiba-tiba Tristan mengungkitnya?

"Kok Tristan tiba-tiba bawa-bawa Ibram sih? Tristan cemburu ya sama Ibram?? Hayo ngaku!!" tebak Alana kegirangan.

Tristan diam. Ia tidak mengeluarkan sepatah dua patah kalimat dari mulutnya. Ia malah semakin menatap tajam perempuan di hadapannya.

Tan - LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang