16. Pembuat Onar

2.2K 81 1
                                        

Haii semua!!!

Jangan lupa vote dan coment!!

*
*
*

Happy Reading!!

Cahaya matahari menyorot masuk ke dalam sela-sela jendela kamar yang bercat warna abu-abu. Tetapi cahaya matahari itu tidak berhasil membangunkan seseorang yang masih menggulung diri di bawah selimut. Dirinya masih enggan untuk membuka mata.

Drrrtt drrrtt drrrtt

Suara alarm yang terus berdering mengusiknya. Tanpa membuka mata Anggatha mencari keberadaan ponselnya yang terus berdering. Anggatha meraih ponselnya dan mematikan alarm. Anggatha mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya yang ada di kamar.

"Masih jam sembilan ternyata" ucap Anggatha ketika melihat jam di ponselnya menampilkan angka 9 tepat.

Anggatha kembali meletakkan ponselnya dan duduk di atas kasur menatap datar ke arah depan. Mengumpulkan nyawanya sebelum melakukan aktivitas selanjutnya.

Setelah nyawanya benar-benar terkumpul Anggatha berjalan ke kamar mandi dan melaksanakan ritual mandinya. Bersiap untuk berangkat ke sekolah. Menurut Anggatha telat tidak apa-apa, yang terpenting dirinya masih terlihat kalau datang ke sekolah.

Saperti inilah, tidak ada yang membangunkannya selain alarm ponselnya. Kedua orangtuanya? Jangan ditanya lagi. Mereka berdua sudah dipasti pergi berangkat kerja pagi buta.

Setelah selesai bersiap-siap dan lengkap menggunakan seragamnya. Anggatha mengambil tas dan kunci motor miliknya lalu berjalan keluar kamar.

"Den Anggatha mau berangkat?" Tanya Bi Inah - asisten rumah tangga yang sedang mengelap meja pantry.

"Iya Bi, yang lain udah pergi semua?" Anggatha duduk di salah satu kursi di depan pantry.

"Tuan sama nyonya udah berangkat dari tadi jam empat, kalau den Nathan masih di kamarnya" Anggatha hanya ber'oh' ria menanggapi ucapan Bi Inah.

"Den Anggatha mau sarapan apa? Biar bibi siapakan" tanya Bi Inah dengan menampilkan senyumnya.

"Gatha mau biasanya aja bi"

"Ya udah tunggu sebentar ya den, bibi ambilkan dulu" Bi Inah berjalan  mengambilkan roti tawar beserta dengan selainya. Tidak lupa dengan susu vanila kesukaan Anggatha. Itulah menu favorit Anggatha ketika sarapan.

"Makasih bi" ucap Anggatha ketika menerima roti dan susu vanila yang ia inginkan.

Bi Inah tersenyum melihat Anggatha yang makan dengan lahap. Sama seperti yang ia lihat 10 tahun lalu, saat Anggatha masih kecil. Anggatha sangat menggemaskan di mata Bi Inah. Anggatha terlihat seperti balita bukan remaja yang sudah memakai seragam SMA.

Bi Inah menjadi asisten rumah tangga di keluarga Ardi sudah sekitar 15 tahun. Bi Inah sudah tahu bagaimana kebiasaan dan keadaan Anggatha. Bi Inah sudah manganggap Anggatha sebagai anaknya sendiri. Dari kecil Anggatha selalu di asuh oleh Bi Inah. Itulah yang membuat mereka terlihat sangat dekat.

"Bi kenapa senyum-senyum lihat Gatha?" Tanya Anggatha membuyarkan lamunan Bi Inah.

"Gatha pasti ganteng ya? Bibi jangan terpesona sama ketampanan Gatha, nanti kasihan mang Ujang ditinggal sama bibi" ucap Anggatha dengan tersenyum menggoda Bi Inah.

"Nggak mungkin lah, Den Anggatha ada-ada aja" ucap Bi Inah dengan tersenyum. Membuat Anggatha ikut tertawa.

"Asik banget? Padahal udah tau telat" ucap Nathan yang tiba-tiba datang dan duduk di samping Anggatha. Membuat Anggatha merubah raut wajahnya menjadi malas. Moodnya hancur ketika kakaknya datang.

ANGGATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang