Rain

5.1K 246 57
                                    

Pair: SakuKage
Warn: Ooc

.
.
.

"T-tunggu!!" Remaja bersurai raven berlari sekuat tenaga seraya mengulurkan tangan, berharap satpam sekolah berbaik hati mengulur waktu untuknya.

Namun tidak, pria tua berperut buncit itu menutup gerbang membuat pelarian Kageyama sia-sia. Ia mendengus dan menendang pagar besi setinggi tiga meter didepannya kesal.

Kageyama masih berusaha meredam napas saat melihat lekaki tinggi berambut ikal berjalan santai.

"Gerbangnya sudah ditutup" Ujar Kageyama namun hanya dibalas lirikan.

Lelaki bermasker itu terus berjalan menuju sudut lain dari pagar sekolah membuat Kageyama yang penasaran jadi mengikutinya.

Si lelaki yang entah namanya siapa melempar tas terlebih dahulu kemudian berbekal tangan dan kaki panjangnya, ia memanjat pagar dengan mudah.

Siapa sangka saat diatas, si lekaki mengulurkan tangan pada Kageyama.

"Woah, terimakasih!!" Kageyama segera berlari mendekat dan melompat setinggi yang dia bisa untuk meraih uluran tangan itu.

Grep

.
.
.

Seharusnya aku tidak mengulurkan tanganku waktu itu.
Lihat aku yang sekarang, begitu jatuh cinta padamu.
Rasanya aku bisa tenggelam hanya dengan berlama-lama memandang mata birumu.
Menyebalkan.

"Sakusa!! Kau tidak mendengar ceritaku ya?!" Si raven mengerutkan bibir sambil menatap sinis lelaki di depannya.

Sakusa yang sedari tadi bertopang dagu jadi menegakkan duduknya. "Aku dengar kok.." Wajahnya terlihat datar seperti biasa namun tidak dengan debaran jantungnya.

Kageyama mendengus, ia meraih cup vanilla latte di meja seraya melihat keluar jendela. Tanpa sepengetahuannya, Sakusa tersenyum tipis. "Kau tidak melanjutkan ceritamu?"

"Tidak, sudah lupa" Jawab Kageyama singkat, masih tak menatap kearag Sakusa.

"Mau pulang sekarang? Langitnya mendung takut hujan"

"Oke.."

Keduanya bangkit berdiri, mengepak barang-barang di meja sebelum keluar dari coffe shop langganan mereka.

Sepanjang kaki melangkah, Kageyama terus mengoceh sambil sesekali menulis sesuatu di note hp. Sedang Sakusa hanya diam mendengarkan apapun yang Kageyama ceritakan.

Kedua tangan lelaki itu masuk ke dalam saku, sesekali matanya melirik ekspresi yang lebih pendek. Manis dan menggemaskan bercampur jadi satu. Bagaimana bibir Kageyama terlihat sedikit mengerucut, alisnya yang mengerut, dan nada suaranya yang tiba-tiba meninggi mengejutkan orang-orang disekitar mereka.

"Kau tidak pernah mendengarkanku kan.. Sakusa?" Kageyama tiba-tiba berhenti lantas mendongakkan kepala.

Entahlah, hanya feeling Kageyama kalau Sakusa tak pernah sungguh-sungguh mendengar ceritanya. Lelaki besar itu selalu terlihat hanyut dalam lamunannya sendiri yang entah apa itu Kageyama tidak tahu.

"Tentu saja aku mendengarkan mu.." Lelaki itu mengelak.

Saat keduanya saling diam, terasa tetes air mulai membasahi tanah. "Ayo cepat—" Tangan Sakusa ditahan Kageyama.

Si raven menggeleng. "Ayo hujan-hujanan.."

"Tidak nanti kau sakit" Sakusa menarik tangan Kageyama, secara tak sengaja membuat yang lebih mungil jadi menabrak dadanya. Mata mereka saling memandang ditengah hujan yang kian deras.

"Sekali ini saja Sakusa—"

Orang-orang disekitar berlari kocar kacir mencari tempat teduh sedang keduanya masih betah diam dan saling menatap.

Sesaat, Kageyama berjijit untuk menyisir rambut Sakusa kebelakang dengan jarinya.

Sakusa merasa jantungnya kian berdebar dan andai langit sedang tidak hujan sekarang wajahnya pasti terlihat merah padam.

"—dengarkan aku baik-baik kali ini.." Kageyama tersenyum, masih mengelus surai yang lebih dewasa.

Sakusa mengangguk.

"Aku akan menikah.."

Gemuruh petir menggelegar seolah menampar Sakusa dari mimpi indahnya. "Apa?" Senyum Sakusa luntur.

"Tooru.. Dia melamarku.." Kageyama tersenyum sebelum berhenti mengelus Sakusa.

Pria besar itu tidak tahu harus bagaimana. Dadanya terasa sangat sesak namun perlahan ia memberanikan diri untuk mengelus pipi Kageyama dan mencoba kembali tersenyum. "Aku senang mendengarnya.. Kau pasti akan sangat bahagia.."

Caraku mencintaimu adalah merelakanmu

Kageyama tersenyum. "Ya.." Si ravenpun berjalan lebih dulu meninggalkan Sakusa yang masih membeku. Kakinya seolah mati rasa tak mau bergerak. Dia hanya dapat memandang punggung Kageyama yang semakin jauh.

Andai dia tahu Kageyama juga sedang menangis dibawah air hujan.

.

Sampai di apartmen, si blueberry seketika ambruk di lantai, kakinya sangat lemas.

"Bagaimana?" Suara dalam telpon.

"Ternyata benar, dia memang tidak memiliki rasa padaku.. Dia bahkan memberiku selamat.." Kageyama berusaha menenangkan diri. Rasanya sangat sesak.

"Sungguh? Terus bagaimana?"

"Aku akan benar-benar menerima lamaran Tooru.." Kali ini Kageyama mengusap kasar air mata di pipinya.

"Kau yakin?"

.
.
.

"Kau terlihat sangat tampan hari ini.."

Sakusa dan Kageyama saling bertukar pandang namun dengan perasaan yang mengganjal. Keduanya sama-sama menggunakan topeng.

"Terimakasih.. Aku sudah siap.."

Sakusa tersenyum tipis, dia pun bersiap menjadi wali bagi Kageyama sejak lelaki itu tidak punya siapa-siapa.

Kageyama menautkan tangannya pada lengan Sakusa, mereka berdua pun berjalan pelan menuju altar, dimana Oikawa Tooru sudah menanti sang mempelai.

Dan pada akhirnya, perasaan itu tidak pernah tersampaikan

The end













Kageyama Harem Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang