Ia tidak kembali sejak semalam. Setelah memastikan istrinya tidur dengan posisi nyaman, ia keluar dengan pikiran berkecamuk. Sepanjang malam yang dia lakukan hanya termenung seperti orang bodoh.
Bodoh, dia memang benar-benar bodoh. Perempuan itu menipunya dengan begitu mudah. Menariknya dalam lingkaran pernikahan tanpa tahu yang sebenarnya. Sudah ia duga, ada yang aneh dengan perempuan itu. Terlalu aneh untuk seorang artis besar tiba-tiba saja masuk kedalam hidupnya. Pasti ada sesuatu dibaliknya.
Merasa sudah tidak berguna lagi hanya duduk diam tanpa melakukan apapun, ia beralih pada laptopnya. Tidur pun sudah tak ia inginkan. Sial! Dia masih saja tidak percaya jika dirinya sangat mudah ditipu.
Hingga matahari mulai tampak, ia meregangkan otot-ototnya yang kaku. Matanya terasa berat akan tetapi ia enggan memejamkannya. Ia pun melepaskan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.
Waktunya memberi pelajaran pada seorang penipu.
Kondisi kamar masih sama seperti semalam. Bedanya, seonggok daging hidup itu tak lagi berkelana dalam mimpi, melainkan sudah terbangun dan tengah duduk diatas ranjang.
"Gibran..." lirih perempuan itu. Ada raut takut diwajahnya juga khawatir. Tidak lagi, wajah manis itu tidak akan menipunya lagi.
"Siapa kamu?" tanyanya tanpa mau mendekat lagi. Ia bersandar pada kusen pintu. Melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapannya tajam mengintimidasi.
"Gibran, aku... Aku akan menjelaskan semuanya." Ada keraguan terpancar dari mata bulat itu. Decihan lolos dari sela bibirnya. "Katakan!" ujarnya. Walau ia tidak yakin akan percaya, setidaknya dengarkan alasan perempuan ini dulu bukan. Masalah percaya atau tidak itu diakhir.
"Aku... Aku harus cerita darimana?" paras ayu itu terlihat bingung, ragu, namun juga khawatir. Sikap intimidasi dari Gibran membuat nyalinya ciut begitu saja. Padahal Gibran masih disana, berjarak beberapa meter darinya. "Aku memang berbohong." pada akhirnya, semua akan terbongkar bukan? Ia tidak bisa menyembunyikan bau busuk batang yang ia simpan rapat-rapat. "Kita tidak melakukannya dulu," tatapannya tertuju pada Gibran, cemas menunggu reaksi dari pria itu.
Satu menit berlalu, tidak ada respon apapun dari Gibran. Pria itu terlihat menunggu kelanjutan cerita dari bibir sang istri. Posisinya yang tengah bersedekap dengan pandangan tajam menghunus padanya, benar-benar membuat Kayra ciut.
Sebelum melanjutkan, Kayra menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya pelan. "Aku memanfaatkan-mu." cicitnya pelan. Tadinya dia ingin menunduk, akan tetapi dia ingin melihat reaksi Gibran. Dia takut pria itu akan pergi begitu saja. "Aku..." lidahnya kelu, padahal Gibran masih ada disana. Suaminya masih dalam posisi semula, menunggu akhir dari cerita. "Aku dijebak banyak skandal, kamu tahu itu."
Jika saja kondisi tubuhnya memungkinkan, ia ingin mendekat pada pria yang berstatus sebagai suaminya. "Aku bingung, ketika mereka terus menyerangku tanpa henti. Siapa yang bisa aku jadikan tumpuan? Ya, aku memang sengaja menjebakmu, masuk kedalam hidupmu dan tidak menolak sama sekali menikah denganmu, karena aku butuh bantuan darimu."
Salah satu alis Gibran terangkat, pria itu memasang wajah mengejek mendengar penjelasan yang jelas masih kurang. Sangat tidak lengkap dan terdengar masih rumpang. "Kamu siapa?" ia berjalan penuh intimidasi pada istrinya. Memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya. "Masa kecilmu tidak dapat dikorek, siapa kamu?"
"Itu... Itu karena aku bukan siapa-siapa dulu!"
Lagi, Gibran mengangkat sebelah alisnya. "Bukan siapa-siapa hingga membuat bedebah Lesmana itu mengganggu-mu?" kedua pandangan mereka terkunci. Ia mencondongkan tubuhnya, menyetarakan wajahnya dengan wajah sang istri. "Ada apa dalam dirimu hingga diincar oleh mereka?"
"Kamu... Tahu?" raut terkejut di wajah Kayra bisa dilihat jelas. Mata bulat itu menatap lurus kedalam mata suaminya, mencari kebohongan disana.
"Manager-mu itu, orang suruhan Lesmana bukan?"
Mencengkram selimut yang menutupi tubuhnya, "Kamu tahu semuanya." ujarnya kemudian memalingkan wajah. Bukan hal mustahil bagi Gibran mengetahui rahasianya.
"Tidak. Masih banyak hal yang belum saya ketahui." Gibran menegakkan tubuhnya. Memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, memindai tubuh perempuan yang masih berbalut selimut itu. "Kamu mata-mata yang mereka kirimkan untuk keluarga saya?" tebaknya walau ia yakin bukan itu tujuan Kayra memaksa masuk kedalam hidupnya.
"Bukan!" perempuan itu mendongak untuk menangkap tatapan suaminya. "Akan aku ceritakan semuanya, tapi kamu harus janji, jangan pergi."
Sebelah alis Gibran terangkat, jangan pergi? Kalimat itu cukup menggelitik telinganya. Seolah mereka adalah pasangan suami istri yang saling mencintai. Menggedikan bahunya, ia mengode agar Kayra memulai ceritanya. Karena setelah diam-diam menyelidiki Kayra pun, dia masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.
"They're my enemy. You know, Prayuda Cakra Lesmana is my fucking father. He cheated and produced me. And after that, he dumped me." ia kembali menatap mata suaminya. "Memang ada darah mereka dalam diriku, tapi aku bukan bagian dari mereka." lanjutnya penuh penekanan.
"Setelah ibuku meninggal saat aku masih tujuh tahun, mereka memungutku kembali. But it's hell for me. Mereka memperlakukanku layaknya sampah. Jika kamu mencari profilku dan mengetahui masa remaja ku saja, itu karena aku berhasil keluar darisana." ia menghela nafasnya pelan. Tidak menyangka dia akan membuka rahasianya pada pria ini. Meski mereka terikat janji pernikahan, tapi mereka tidak sedekat itu.
"Aku memilih menjadi artis agar banyak orang mengenalku. Meski aku sudah tidak memiliki keluarga, setidaknya jika tiba-tiba aku mati, ada yang mengingatku. Tapi... Mereka kembali mengusikku tanpa alasan." ia memandang wajah Gibran yang tidak menunjukkan ekspresi spesial itu. Dulu Elena pernah bercerita jika memiliki ipar yang merangkap menjadi teman curhat. Apa Elena tidak emosi saat cerita tidak mendapat tanggapan apapun? Tapi disituasi tertentu, hanya didengarkan juga terasa lebih baik.
"Dan alasanku masuk ke hidupmu, karena aku butuh perlindungan." ia menunggu respon Gibran. Dapat dilihatnya pria itu berpaling kemudian menghela nafas kasar. Jika Gibran murka setelah ini, dia bisa memahaminya. Jika setelah ini dia diusir, dia memaklumi hal itu. Dia sendiri yang terlalu gegabah dan bodoh. Berpikir bisa mengelabui Wiratama terus-terusan.
"Kamu tahu kami memiliki masalah dengan mereka?" tanya Gibran pada akhirnya.
Kepalanya mengangguk pelan. Mengingat kejahatan keluarga biadap itu pada teman barunya. "Mereka yang mencelakai Elena."
"Apa tanggapan publik jika tahu calon presiden mereka menelantarkan anaknya?"
"Dia akan gagal."
Seringai tercipta di durja tampan Gibran. Pemikiran lain muncul di kepalanya. Tanpa mengatakan apapun dia pergi dari sana. Meninggalkan Kayra yang bertanya-tanya, apa maksud dari perkataan pria itu barusan?
Apa Gibran akan membongkarnya? Tidak! Jangan sampai itu terjadi. Memijat pilipisnya, ia memilih membaringkan tubuhnya yang masih tertutup selimut. Ia pusing, ia membutuhkan tidur. Ini diluar kendalinya. Penyesalan selalu datang diakhir bukan? Jika bisa mengulang waktu, lebih baik dia tidak melakukan ide konyolnya ini.
🍁🍁🍁🍁
TO BE CONTINUE
aku merasa hambar:( gimana menurut kalian tentang part ini? Menurutku tuh kek jelek gitu. Tapi mentok juga mau diubah gimana. Dahlah capek. Aku lagi mode mageran soalnya wkwk.
Makasih udah baca, nungguin aku up, kasih aku dukungan. Makasih banyak-banyak!
Dah ya, jangan lupa vote sama komennya biar aku semangat lagi. See you....
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Romance[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...