Perselisihan antara dirinya dan keluarga Lesmana sudah terjadi sejak ia masuk ke keluarga itu. Tidak ada yang menerimanya. Hal tersebutlah yang membuatnya memutuskan untuk keluar dari lingkaran setan itu. Perebutan harta terus berlangsung di setiap generasi. Oleh karena itu keputusan untuk pergi terasa paling benar.
Tak pernah terpikirkan olehnya jika ia akan kembali terseret lagi dalam konflik tersebut. Kabar kematian sang kepala keluarga terasa aneh ditelinganya meski ia diam saja. Tidak mengeluarkan pendapatnya sedikit pun.
Kecurigaannya terbukti. Kakeknya yang dikabarkan meninggal karena 'sakit' nyatanya disebabkan oleh keturunannya sendiri. Sungguh ironi bukan? Orang yang menghidupi keluarganya, malah mati ditangan keluarganya sendiri.
Permainan Lesmana semakin lama semakin tidak sehat. Sejak mengetahui fakta jika penyebab Elena keguguran karena keluarga itu, ia sadar jika mereka semakin berbahaya. Hanya karena masalah sepele, nyawa bayi tidak berdosa melayang begitu saja.
Dan kini, ia kembali dihadapkan dengan kejadian tersebut. Nyawa seseorang terancam. Jangan sampai kejadian seperti Elena terulang kembali. Terlebih kali ini ada sangkut pautnya dengan dirinya. Para Lesmana itu... Benar-benar biadab!
Mencengkram setir mobilnya kuat-kuat, ia mencoba mengontrol emosinya. Panggilan yang tak kunjung tersambung membuatnya berdecak sebal. Disaat genting seperti ini, kenapa tidak ada yang bisa dihubungi? Tak hanya itu, kemacetan jalanan semakin menguji kesabarannya.
"Halo? Ada--"
"Kenapa lama sekali?!" bentaknya kesal. Bersamaan dengan itu ia memasukan gigi, melajukan kembali mobilnya ketika lampu lalu lintas berubah hijau.
"Ke--"
"Dimana Range Rover hitam? Apa ada yang memakainya?"
Dalam hati ia berdoa semoga ia belum terlambat. Semoga mobil tersebut masih diam manis di parkiran. Dimana pun itu ia tidak peduli asal tidak digunakan.
"Dibawa oleh Papah. Katanya ingin membelikan sesuatu untuk Mamah."
Cittt!
Suara memekam decitan ban mobil disusul klakson keras meramaikan jalan raya. Hembusan nafasnya terdengar berat. Hampir saja, hampir saja ia menabrak mobil di depannya yang tiba-tiba berhenti.
"Kay? Ada apa disana? Kenapa ramai sekali?"
"Sambungkan telfonnya dengan Papah." Alih-alih menjawab deretan pertanyaan dari suaminya, ia memberikan malah memberikan perintah. Semua kemungkinan buruk berlomba-lomba memasuki kepalanya sekarang.
"Untuk apa?"
"Cepat Gibran!"
Fokusnya kembali ke jalanan. Tidak ada sahutan dari seberang. Tepat setelah ia masuk ke tol, ia mendengar suara lain di telinganya.
"Halo? Ada apa Gibran? Kayra?"
"Papah!" tanpa sadar Kayra memekik senang. Ia masih bisa mendengar suara ayah mertuanya. Kekehan dari seberang sana menghangatkan hatinya. "Papah baik-baik aja? Papah dimana sekarang?"
"Tentu Papah baik. Ada apa sayang? Apa Gibran membuat kesalahan?"
"Papah dimana? Papah di mobil? Atau dimana?" pertanyaannya terkesan terburu-buru. Hanya mendengar kata baik nyatanya tidak bisa membuatnya tenang.
"Papah di mobil sayang, kenapa begitu khawatir?"
"Papah stop! Papah berhenti sekarang, menepi." Perempuan yang tengah fokus menyetir itu menarik nafas dalam. Seakan diridhoi oleh Tuhan, jalanan kali ini berpihak padanya. Membuat ia bisa melaju cepat. "Mobil itu... Disabotase."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Romance[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...