"Gibran."
"Hem?"
"Kamu punya impian?"
"Impian?"
"Hem, sesuatu yang kamu inginkan sejak dulu dan belum terwujud sampai sekarang."
"Em... Kurasa aku tidak memiliki impian."
"Sungguh? Mungkin cita-cita mu saat kecil? Atau apalah..."
"Mungkin saat ini ada." Gibran menjeda kalimatnya, nampak berpikir. "Memiliki rumah ditepi pantai, menikmati sore hari bersamamu. Saat rambut kita sudah sama-sama putih. Kurasa itu impianku."
"Uhhh, kenapa suamiku sangat manis?"
Keduanya terkekeh bersama. "Lalu, apa impianmu?"
Sekarang, Kayra yang nampak berpikir. "Kurasa impianmu akan menjadi impianku juga. Bagaimana kalau kita mewujudkan mimpi itu bersama?"
"Tentu. Mimpi itu harus terwujud. Suatu hari nanti."
🍁🍁
"
Kalian tidak akan membiarkanku lari."
"Aku bersumpah, aku tidak akan curang! Lepaskan Kayra, dan kuanggap masalah kita selesai."
Wanita dengan pisau ditangannya itu menggelengkan kepalanya. Nampak tidak setuju dengan aksi tawar menawar antar dua kubu ini. Bagaimana dia bisa percaya, jika dia saja sendiri saat ini. Salah mengambil keputusan, nyawa taruhannya.
"LALU APA YANG KAMU INGINKAN?!"
Benar. Keputusan apa yang harus ia ambil? Tidak mungkin situasi mereka akan terus seperti sampai besok bukan? Yang ada dia pingsan lebih dulu karena darah terus keluar dari kakinya.
"Kalian semua pergi dari sini." Putusnya.
"Kamu bisa melukainya." Gibran menatap penuh curiga pada wanita gila ini. Tidak mungkin ia mempercayai wanita gila ini. Bisa saja Syara bertindak nekat saat mereka keluar. Membayangkannya saja dia enggan.
"Lalu kita akan terus seperti ini?!"
"Kalau begitu lepaskan Kayra!"
"Dan membiarkan kalian membunuhku?!" Syara membuang nafas kesal. "Yang benar saja. Ck! Sebenarnya dimana orang-orang bodoh itu?" ia mendumal kesal. Disaat seperti ini, dimana orang yang mengaku sebagai keluarganya. Padahal jika ada bantuan datang sekarang, pasti dia bisa menang.
"Kita keluar, Gibran."
Tanpa menoleh, Gibran hanya melirik Galih yang sudah bergabung dengannya beberapa saat lalu. Kedatangan pria itu memancing kegilaan Syara. Wanita itu menyayat lengan Kayra. Dan yang semakin membuat Gibran khawatir, tidak ada reaksi apapun dari istrinya. Dia merasa takut.
"Benar, kalian keluar saja. Aku berjanji tidak akan membunuh Kayra." Toh dia akan mati sebentar lagi.
"Hanya orang gila yang percaya padamu."
Lagi-lagi Syara menghela nafas kasar. Kesal dengan situasi ini. Keduanya sama-sama bingung mengambil keputusan. Gibran menyerang, istrinya menjadi taruhan. Syara lengah, nyawanya menjadi taruhan.
"Darahku bisa habis kalau begini." Syara kembali bermonolog. "Kalau begitu siapkan dua pemakaman. Setidaknya aku tidak mati sendiri bukan?"
Seperti yang sebelumnya ia lakukan, Syara menekan ujung pisau pada leher Kayra. Membuat luka sebelumnya bertambah besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Romance[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...