Stuck With Beautiful Princess || 02. Artis

19.3K 1.2K 12
                                    

Rutinitas Gibran sangatlah monoton. Harinya tidak begitu menarik. Senin sampai jum'at dihabiskan untuk bekerja, sedangkan sabtu minggu pulang kerumah utama jika tidak ada pekerjaan yang mendesak. Rumah besar yang pernah menjadi rumah sementara ini resmi diberikan padanya. Tadinya dia tinggal di apartemen, akan tetapi orangtuanya meminta agar dia meninggali rumah yang sudah terlanjur dibeli ini.

Rumah ini besar walau tidak sebesar rumah utama. Ada tambahan tanah yang baru-baru saja dia beli --rumah tetangga yang dia ratakan-- entah untuk apa nantinya. Bisa saja istrinya suka berkebun lalu dia bisa membuatkan kebun disana bukan? Atau bisa saja lapangan untuk anak-anaknya kelak. Ah, pemikirannya sudah terlalu jauh, padahal dia baru saja ditinggal nikah oleh mantan kekasihnya.

"Shit!" tanpa sadar dia mengumpat ketika mendapati sosok lain dirumahnya ini. Sejak kapan ada wanita asing disi-- sial! Bagaimana dia bisa lupa dengan kejadian kemarin?

"Oh, hai, Gibran. Baru bangun?" sapaan itu terdengar akrab, padahal keduanya sama-sama tahu jika mereka tidak dekat sama sekali. Atau hanya Gibran yang merasa demikian? Karena melihat sikap tamu-nya ini, ia rasa Kayra sudah menganggap rumah ini sebagai rumah sendiri. "Sini, sini, sarapan bareng. Nasi gorengnya enak banget loh!"

Mendengus samar, masih dengan menenteng jas dan tasnya, Gibran bergabung ke meja makan. Duduk cukup jauh dari perempuan yang sialnya terjebak bersamanya malam itu.

"Gibran, aku boleh nggak minjem mobil kamu? Cuma mau muter-muter doang kok, biar nggak suntuk."

Melalui lirikan matanya ia melihat perempuan yang tengah tersenyum manis padanya. Ia yakin, pria normal diluar sana pasti akan jatuh pada pesona perempuan ini. Senyumnya seolah mampu menarik perhatian siapapun. Wajah polosnya yang membuat siapa saja ingin melindungi. Tapi semua itu hanyalah visual, karena aslinya, perilaku orang ini tidak semanis wajahnya.

"Gunakan mobiku, dan kamu tidak bisa masuk lagi kerumah ini." ancamnya. Perempuan ini benar-benar tidak tahu malu. Bertingkah seolah mereka memiliki hubungan khusus.

Wajah manis itu terlihat cemberut. "Kalau... Jalan-jalan sama kamu, boleh?" lagi, perempuan ini menunjukkan wajah manisnya. Mengedipkan mata beberapa kali, ia pikir Gibran akan luluh begitu saja?

Memilih tidak menjawab, Gibran melanjutkan makannya dalam diam. Acuh dengan sikap Kayra yang terlihat merajuk. Biar saja, memang perempuan itu pikir Gibran akan peduli?

Kegiatan selanjutnya berjalan seperti biasa. Bekerja, bekerja, dan bekerja. Melihat proyek sekolah bersama dengan kakak iparnya, dilanjutkan diskusi atau bisa dikatakan meeting, makan siang lalu kembali ke kantor. Mengerjakan hal lain yang tidak hanya berkaitan dengan desain. Sama seperti kakak iparnya, ia pun merasakan dipusingkan dengan laporan-laporan ini itu. Menandatangani beberapa berkas juga memeriksanya kembali. Jujur saja, dia lebih menikmati turun langsung ke lapangan ketimbang berkutat dengan berkas-berkas ini.

Hingga malam tiba, Gibran baru keluar dari ruangannya. Dulu, dia tidak segila kerja ini, setelah ia memegang perusahaan sendiri, dia merasa seperti para saudaranya. Regan saja bisa menjadi gila kerja. Hanya Gava yang terlihat menikmati hidup, adiknya itu terlalu semaunya sendiri ketika bekerja.

Pulang kerumah, ia dikejutkan dengan adanya mobil lain yang terparkir di halaman rumahnya. Entah milik siapa ini, tapi ketika melihat plat-nya, ia tahu ini milik keluarganya. Terlalu banyak mobil membuat dia tidak bisa menghafalkan mobil-mobil saudara ataupun orangtuanya.

Perasaannya sudah tidak enak sejak mendapati mobil sport di depan. Siapa yang berkunjung? Kenapa tidak memberitahu. Sial! Jika mereka tahu bahwa ada perempuan asing dirumah ini, ia yakin masalah ini akan semakin rumit.

"Lena..." lirihnya dengan tuhuh menegang. Disana, ada kakak iparnya bersama dengan tamunya, duduk bersama di sofa. Ini bencana.

"Gibran!" seruan itu membuat Gibran tersentak. Pandangannya menajam mendapati Kayra tengah menghampirinya sembari tersenyum manis. "Aku nggak tahu ternyata kamu iparnya Elena." bukan ucapan Kayra yang menjadi fokusnya, melainkan sikap perempuan ini.

"Tadinya gue cuma mau nganter berkas yang tadi kita bahas." Elena berujar tanpa beranjak dari duduknya. Istri dari kakaknya ini lama-lama memiliki aura seperti suaminya. "Duduk aja Gib, bentar lagi Reza juga kesini."

Reza? Untuk apa? Menyingkirkan perempuan yang tengah bergelayut di lengannya, ia berjalan mendekati kakak iparnya ini. "Ngapain Bang Reza kesini?"

"Biar lihat kelakuan adiknya." Elena bersedekap. Mengabaikan raut wajah adik iparnya yang terlihat tertekan ini. Benar saja, tak berselang lama Reza masuk ke dalam rumah tanpa memberikan salam atau apapun.

"Kenapa?" pertanyaan itu ditunjukkan untuk Elena. Sedangkan Gibran yang sudah duduk di sofa lain hanya bisa memejamkan mata seraya memijat pangkal hidungnya. Sedangkan perempuan yang duduk di sebelahnya hanya bersikap santai.

"Itu," Elena menunjuk Kayra dengan dagu. "Pacarnya Gibran, dan mereka udah tinggal bareng dirumah ini."

Pacar? Yang benar saja. Perempuan yang tidak ia ketahui asal-usulnya ini, mana mungkin ia akan memacarinya. Jika bukan karena sebuah tanggung jawab, mana mungkin dia mau menampung orang ini.

"Kayra?" shit, bahkan Kakaknya saja tahu siapa nama perempuan ini. Apa mungkin Reza memata-matainya? "Kalian sudah tinggal bersama?" Reza duduk disebelah istrinya. "Kenapa tidak langsung menikah saja?"

Apalagi ini Tuhan? "Tunggu Bang, tunggu. Kalian salah paham okay? Gue sama--"

"Aku yang belum siap." suara Kayra memotong ucapannya. Kepalanya menoleh, menatap tidak percaya pada perempuan yang berani buka mulut ini. "Kalian tahu sendiri gimana kondisi aku sekarang."

Elena terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mengerti akan ucapan Kayra. Sedangkan Reza bersikap biasa saja. Kenapa jadi dirinya yang terlihat bodoh disini?

"Waktu kita ketemu di Hawaii, lo udah pacaran sama Gibran?"

Hell, kenapa pembicaraannya semakin tidak jelas. Hawaii? Tempat dimana Reza melihat Elena dengan pria lain? Apa maksud dari semua ini?

Jawaban dari Kayra hanyalah sebuah senyuman, wajah perempuan itu nampak malu-malu. Benar-benar jawaban yang membuat siapa saja akan salah paham.

"Gue salut sih sama kalian, bisa pacaran tanpa ketahuan paparazi." Memang apa hubungannya dengan paparazi? "Padahal Kayra kan artis besar."

Artis? Besar? Lagi, dia menoleh pada perempuan yang duduk disebelahnya. Artis? Perempuan ini artis? Bagaimana bisa dia tidak mengetahuinya. Okay, dia memang tidak terlalu peduli dengan dunia entertainment dan sebagainya. Tapi setidaknya... Ah, benar. Elena pernah beberapa kali menyebutkan nama Kayra. Begitupun dengan Bundanya yang menyebut Kayra sebagai artis berbakat. Sial, bagaimana bisa dia lupa?

"Em... Kak, gue sama Kayra ke atas dulu ya? Bentar. Kalau mau apa-apa bilang pada Bu Lidya." setelahnya dia menarik tangan perempuan disampingnya. Masalah ini harus cepat-cepat diluruskan.

"Apa-apaan ini, Kay?"

🍁🍁🍁🍁

TO BE CONTINUE

Gimana pendapat kalian tentang part ini? Aku udah ada draft, dikit tapi. Mau nulis lagi kok kayak ilang gitu feel-nya. Semoga ga sampe hiat nanti.

Jangan lupa kasih komen banyak-banyak sama vote ya! See you...

Stuck With Beautiful Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang