"Jangan berlebihan Kay. Aku baik-- uhuk!"
"GIBRAN!"
Lorong rumah sakit terasa begitu panjang padahal kakinya berjalan cepat --setengah berlari-- mengikuti brankar yang di dorong cepat. Terasa tidak nyata baginya, akan tetapi darah di bajunya menjadi bukti. Mengingat kembali ketika Gibran tiba-tiba saja batuk dan mengeluarkan darah. Panik, dia sangat panik. Cepat-cepat mendekati suaminya yang malah mundur. Seolah menganggap jika ia bisa tertular.
Bercak darah ini pun ia dapatkan setelah berhasil mendekati suaminya. Gibran batuk hebat hingga darah yang keluar terciprat hingga baju Kayra. Saat tubuh tegap suaminya ambruk, yang bisa ia lakukan hanya meminta pertolongan.
Hanya ada satu tersangka yang melintas dalam pikirannya. Lesmana. Pasti mereka. Rasanya dia ingin langsung pergi untuk memberi pelajaran mereka semua, namun kondisi Gibran lebih penting sekarang. Ia harus memastikan jika suaminya baik-baik saja.
Alih-alih duduk di kursi, tubuhnya luruh ke lantai dingin rumah sakit. Rasa bersalah melingkupinya. Jika saja ia tidak memaksa masuk kedalam hidup Gibran, pasti pria itu akan hidup normal. Tidak mendapat musuh gila yang tidak pikir panjang dengan nyawa manusia.
Menekuk kakinya, ia memeluk kedua lututnya. Ia sudah kehilangan calon anaknya. Sosok ayah yang baru saja ia dapatkan pun sudah pergi. Apa sekarang Tuhan juga ingin mengambil suaminya? Kenapa semesta seolah menentang kebahagiaannya.
Selalu ada cahaya setelah kegelapan. Ia tahu itu. Tapi jika dia menemukan cahaya tanpa Gibran disampingnya, bukankah lebih baik ia terbelenggu dalam kegelapan? Ia takut, sangat takut jika hal terburuk dalam hidupnya akan terjadi.
"Please, don't leave me, Gibran." bisiknya teramat lirih.
🍁🍁🍁
Mengerjapkan mata perlahan, hal yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit ruangan berwarna putih. Mengerutkan dahinya, pandangannya beralih pada hal lain. Memindai tempat --atau lebih tepatnya ruangan-- yang ia tempati saat ini.
Khas rumah sakit. Tak hanya itu, ranjang yang ditempatinya juga ranjang kecil rumah sakit. Tidak ada jarum infus di tangannya. Tapi kenapa dia ada disini?
"Gibran!"
Serunya ketika sadar jika kondisi suaminya tengah buruk sekarang. Buru-buru ia menyibak selimut kemudian turun dari ranjang. Melupakan kondisinya yang baru saja terbangun, tubuhnya jatuh ke lantai karena kedua kakinya masih lemas. Ngilu di lututnya tidak ia pedulikan, sedang kedua tangannya menyangga tubuhnya.
Cklek.
Kepalanya menoleh kearah pintu. Mendapati sosok kakak ipar yang menatapnya remeh, ia merasa was-was sekarang. Perasaannya tidak enak. Terlebih ketika pria itu berjalan kearahnya dengan penuh intimidasi. Seolah dirinya adalah tikus kecil yang siap dimusnahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Romance[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...